KELAS PPN

Konsep Umum Tempat Terutang PPN

Redaksi DDTCNews | Minggu, 03 Mei 2020 | 09:37 WIB
Konsep Umum Tempat Terutang PPN

HAMPIR semua negara yang menerapkan sistem PPN (atau GST) sebagai bentuk pajak konsumsi, menggunakan prinsip destinasi (destination principle) sebagai prinsip pemungutan PPN (David William, 1996).

Menurut Rabecca Millar (2008), berdasarkan prinsip ini, pengenaan PPN atas barang dan/atau jasa hanya dilakukan di tempat barang dan/atau jasa tersebut benar-benar dikonsumsi, atau disebut juga tempat konsumsi (place of consumption).

Akan tetapi, dalam praktik, penentuan tempat konsumsi tidak selalu dapat dilakukan. Tidak mudah untuk menerapkan aturan mengenai alokasi pemajakan berdasarkan lokasi konsumsi aktual (place of actual consumption). Thomas Ecker (2013) berpendapat bahwa pengujian mengenai tempat konsumsi sebagai tempat terutangnya PPN dewasa ini menjadi sangat kompleks dan sulit, bahkan tidak mungkin dapat diawasi oleh otoritas pajak.

Baca Juga:
Simak! Ini Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit 1 Bulan Terakhir

Untuk memudahkan penentuan tempat konsumsi atas barang dan/atau jasa dilakukan, hampir semua literatur menggunakan konsep tempat penyerahan (place of supply) sebagai cara untuk menentukan di mana tempat terutangnya PPN atas konsumsi barang dan/atau jasa tersebut.

Konsekuensinya, untuk dapat menentukan tempat konsumsi barang dan/atau jasa sesuai dengan konteks PPN, dibutuhkan suatu aturan yang mengatur secara efektif cara menentukan tempat terjadinya penyerahan atas barang dan/atau jasa (Kathryn James, 2015).

Dipilihnya konsep tempat penyerahan untuk menentukan tempat konsumsi atas barang dan/atau jasa dilatarbelakangi dengan adanya asumsi bahwa pihak yang menerima barang dan/atau jasa akan melakukan konsumsi di tempat terjadinya penyerahan barang dan/atau jasa. Oleh karenanya, menurut teori ini, tempat penyerahan sama dengan tempat konsumsi (Rabecca Millar, 2008).

Baca Juga:
Perkuat Pengawasan PPN PMSE, KPP Badora Kolaborasi dengan Komdigi

Pada dasarnya, tempat penyerahan didefinisikan sebagai tempat terjadinya penyerahan atas barang dan/atau jasa. Aturan umumnya, tempat penyerahan berhubungan dengan lokasi dari pihak yang menerima barang dan/atau jasa. Dalam hal tertentu, aturan umum ini tidak dapat diterapkan sehingga yang berlaku adalah aturan khusus yang disusun sesuai dengan kondisi dan karakteristik dari transaksi yang terjadi (CA Arpit Haldia, 2017).

Identifikasi tempat penyerahan berguna dalam menentukan apakah suatu penyerahan dianggap memenuhi ruang lingkup PPN suatu negara atau tidak sehingga dapat ditentukan pula apakah penyerahan ini dapat dikenai PPN di negara tersebut atau tidak (Chan Quan Min, 2015).

Sementara itu, dalam VAT Directive, aturan mengenai tempat penyerahan mempunyai beberapa fungsi, antara lain (Antonio Calisto Pasto dan Marion Marques, 2014):

Baca Juga:
Ada Fasilitas KITE, Menko Airlangga Ingin Daya Saing UMKM Meningkat
  1. mengidentifikasi apakah suatu penyerahan terjadi di dalam atau di luar negara anggota Uni Eropa;
  2. apabila penyerahan terjadi di dalam negara anggota Uni Eropa, aturan ini berfungsi untuk mengidentifikasi negara anggota Uni Eropa mana yang menjadi tempat penyerahan atas transaksi tersebut; dan
  3. menghindari terjadinya pajak berganda atau tidak ada pemajakan sama sekali.

Penjelasan di atas menunjukkan bahwa aturan tempat penyerahan sangat penting dalam penerapan PPN. Misalnya, dalam penerapan PPN di Singapura yang dinamakan GST. Singapura merupakan salah satu negara yang menerapkan PPN sebagai bentuk pajak konsumsi.

Di negara ini, PPN hanya dikenakan atas penyerahan barang dan jasa yang dilakukan di Singapura serta atas impor barang. Oleh karenanya, dalam sistem PPN di Singapura, sangatlah penting untuk dapat mengetahui di mana penyerahan terjadi sehingga dapat diketahui pula tempat terutangnya PPN atas penyerahan tersebut (Wolters Kluwer dan Deloitte, 2016).

Sama halnya dengan Singapura, PPN di Malaysia dengan nama GST, merupakan pajak domestik. Artinya, semua penyerahan yang terjadi di Malaysia dianggap sebagai penyerahan yang berada dalam ruang lingkup PPN Malaysia.

Baca Juga:
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagai Batas Pengenaan PPh 21

Sementara itu, penyerahan yang sepenuhnya terjadi di luar Malaysia atau penyerahan yang terjadi di pulau bebas pajak (Labuan, Langkawi, dan Tioman) merupakan penyerahan yang berada di luar ruang lingkup PPN Malaysia sehingga tidak dapat dikenai PPN di Malaysia (Arjunan Subramaniam, 2014).

Penentuan tempat penyerahan atas barang dan/atau jasa tidak hanya berpengaruh terhadap pihak yang menyerahkan barang dan/atau jasa, tetapi juga terhadap pihak yang memperoleh atau menerima barang dan/atau jasa tersebut. Oleh karena itu, keduanya harus mempertimbangkan di mana terjadinya tempat penyerahan secara seksama.

Lebih lanjut, penentuan tempat penyerahan dalam PPN bergantung pada jenis penyerahan yang dilakukan, apakah penyerahan barang atau penyerahan jasa. Kriteria penentuan yurisdiksi pemajakan ini tentunya berbeda dengan jenis pajak lainnya, misal Pajak Penghasilan (PPh) yang penentuan yurisdiksi pemajakannya bergantung pada person yang terlibat dalam transaksi.

Baca Juga:
Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Lanjutkan Rally Pelemahan terhadap Dolar AS

Oleh karena itu, pada umumnya, aturan untuk menentukan tempat penyerahan PPN terbagi menjadi dua, yaitu aturan untuk menentukan tempat penyerahan barang; dan aturan untuk menentukan tempat penyerahan jasa.

Selain dua jenis aturan di atas, beberapa negara, seperti negara-negara yang tergabung dalam Uni Eropa, juga memiliki aturan khusus untuk menentukan tempat terutangnya PPN atas transaksi lintas batas.

Artinya, sebelum menentukan di mana tempat penyerahan atas suatu transaksi, langkah pertama yang penting untuk dilakukan adalah mengidentifikasi apakah transaksi tersebut merupakan penyerahan barang, jasa, atau bahkan transaksi lintas batas (Antonio Calisto Pasto dan Marion Marques, 2014).


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:45 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Simak! Ini Daftar Peraturan Perpajakan yang Terbit 1 Bulan Terakhir

Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:30 WIB KPP BADAN DAN ORANG ASING

Perkuat Pengawasan PPN PMSE, KPP Badora Kolaborasi dengan Komdigi

Kamis, 30 Januari 2025 | 15:00 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Ada Fasilitas KITE, Menko Airlangga Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Rabu, 29 Januari 2025 | 15:00 WIB KELAS PPH PASAL 21 (5)

Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) sebagai Batas Pengenaan PPh 21

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:15 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Naikkan Biaya SLO Listrik, Kecuali Pelanggan 450 dan 900 VA

Sabtu, 01 Februari 2025 | 14:30 WIB PILKADA 2024

Prabowo Ingin Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 segera Dilantik

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Pengumuman bagi Eksportir-Importir! Layanan Telepon LNSW Tak Lagi 24/7

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses