BERITA PAJAK HARI INI

Kini Tebusan Tax Amnesty Bisa dari Kredit Bank

Redaksi DDTCNews | Rabu, 07 September 2016 | 09:31 WIB
Kini Tebusan Tax Amnesty Bisa dari Kredit Bank Ilustrasi. (Foto: fins.az)

JAKARTA, DDTCNews – Berita mengenai peserta tax amnesty bisa mengajukan kredit ke bank untuk membayar uang tebusan mewarnai halaman beberapa surat kabar pagi ini, Rabu (7/9). Langkah ini setidaknya menjawab pertanyaan bagaimana jika peserta tidak memiliki cukup uang untuk membayar tebusan. Pasalnya, uang tebusan harus dibayarkan secara tunai.

Bank Central Asia (BCA) mengaku kini tengah menyiapkan dana untuk memenuhi kredit pembayaran tebusan tax amnesty. Namun, BCA hanya akan membuka skema kredit pembayaran uang tebusan tax amnesty beserta besaran bunganya jika ada nasabah yang mengajukan saja.

Bank Tabungan Negara (BTN) mengklaim saat ini memiliki produk kredit yang bisa dimanfaatkan nasabah untuk kepentingan apapun termasuk membayar uang tebusan tax amnesty.

Baca Juga:
PKP Bakal Wajib Memerinci Data Penyerahan terkait Faktur Pajak Eceran

Sementara, Bank Panin menyatakan belum memberikan fasilitas semacam itu, meski sudah ada nasabah yang menanyakan perihal kredit untuk membayar uang tebusan. Setali tiga uang, Bank Negara Indonesia (BNI) mengaku masih menimbang fasilitas kredit untuk keperluan membayar uang tebusan tax amnesty.

Kabar lainnya, aliran dana tax amnesty hingga kemarin Selasa (6/9) masih ditopang dari deklarasi harta dalam negeri sebesar Rp192 triliun atau 78% dari total harta yang diungkapkan. Sementara repatriasi harta baru Rp13,9 triliun atau 5,6% dari total harta deklarasi. Berikut ringkasan beritanya:

  • Tax Amnesty Masih Ditopang Dalam Negeri

Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi mengakui perolehan tax amnesty masih jauh dari target. Pasalnya, tak semua peserta membayar tebusan besar. Bahkan ada peserta yang membayar tebusan Rp2.000. Ken memastikan ada konglomerat yang mengikuti tax amnesty dan membayar tebusan tinggi hingga Rp286,26 miliar. Menurutnya WNI asal Singapura paling banyak ikut tax amnesty. Namun, mereka masih enggan membawa masuk asetnya ke Indonesia.

Baca Juga:
Penegakan Hukum Bidang Pajak, Andalan Prabowo untuk Tambah Penerimaan
  • Pemilik SPV Aktif Hanya Perlu Deklarasikan Harta

Pemerintah menegaskan bagi pemilik perusahaan dengan tujuan tertentu atau special purpose vehicle (SPV) di luar negeri yang memiliki kegiatan operasional hanya perlu mendeklarasikan harta yang ada di SPV itu. Pemerintah tidak mengatur kewajiban untuk memasukkan SPV aktif tersebut ke dalam negeri. Seluruh SPV aktif yang ingin mengikuti tax amnesty mengacu pada Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 118/PMK.03/2016 tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak.

  • Pengawasan Ketat Gateway Tax Amnesty

Melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 12/PJ/2016 tentang pelaporan dan administrasi gateway yang baru dirilis, pemerintah mewajibkan gateway menyampaikan laporan ke Dirjen Pajak tentang pembukaan dan pengalihan dana ke rekening khusus dan pembukaan rekening khusus untuk keperluan investasi dan pengalihan instrumen investasi. Gateway juga diwajibkan melaporkan posisi investasi wajib pajak per bulan atau setiap terjadi pengalihan dana atau investasi antargateway.

  • Amunisi Baru Tax Amnesty

Pengambilalihan saham di lantai bursa dalam rangka tax amnesty, kini menjadi lebih mudah dan murah setelah otoritas pasar modal merilis aturan yang meniadakan kewajiban tender offer. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Muliaman Hadad menuturkan aturan susulan untuk mendukung implementasi tax amnesty terus dikebut, salah satunya yang telah rampung adalah Surat Edaran OJK terkait ketentuan tender offer.

Baca Juga:
Kementerian Keuangan Kini di Bawah Langsung Presiden Prabowo
  • Tambahan Wajib Pajak Baru dalam Tax Amnesty Masih Lambat

Hingga dua bulan berjalan ada 1.591 wajib pajak yang baru mempunyai nomor pokok wajib pajak atau NPWP. Jika dibandingkan dengan jumlah penambahanNPWP baru yang didapat dari program sunset policy tahun 2008 silam sebanyak 3,55 juta, realisasi per 5 September ini hanya 0,05%.

Pengamat Pajak DDTC Bawono Kristiaji berpendapat penambahan 3,55 juta itu didapat setelah implementasi berjalan 7 bulan. Apalagi, partisipasi pembuatan NPWP baru membludak di akhir 2008, sehingga diperpanjang dua bulan. Sunset policy juga memberikan insentif bebas fiskal bagi pemilik NPWP sehingga banyak pihak yang mendaftar tanpa berpartisipasi terlalu jauh dalam sistem pajak di tahun-tahun berikutnya. Akibatnya kepatuhan WP setelah sunset policy justru menurun. Kendati masih minim, penambahan wajib pajak baru itu patut diapresiasi dan terus didorong.

  • Sistem Pemungutan Pajak Perlu Direformasi

Pemerintah diminta untuk melakukan reformasi terhadap sistem pengumpulan pajak dan memperkuat penegakan hukum agar penerimaan lebih optimal. Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal mengatakan permasalahan itu terletak pada tidak diimbanginya strategi belanja yang ekspansif dengan upaya menggenjot penerimaan secara efektif.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah
  • Penerimaan Cukai Menanti Akhir Tahun

Hingga Agustus 2016, penerimaan dari sektor cukai baru mencapai Rp63,8 triliun atau 43,61% dari target sebesar Rp146,4 triliun yang ditetapkan hingga akhir tahun. Meski belum mencapai separuh dari target, Direktur Penerimaan dan Perencanaan Ditjen Bea dan Cukai Sugeng AP mengatakan penerimaan cukai akan meningkat drastis di akhir tahun walaupun persentasenya tidak bisa sama persis dengan tahun-tahun sebelumnya.

  • Amunisi Negara Sulit Dorong Ekonomi

Pemangkasan anggaran hingga dua kali sebesar Rp50,01 triliun pada April 2016 dan Rp133,8 triliun pada Agustus 2016 diyakini akan membuat belanja pemerintah tidak bisa menopang pertumbuhan ekonomi akhir tahun. Pertumbuhan ekonomi di sisa kuartal tahun ini diprediksi hanya alan ditopang konsumsi rumah tangga dan investasi. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 25 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PKP Bakal Wajib Memerinci Data Penyerahan terkait Faktur Pajak Eceran

Kamis, 24 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Penegakan Hukum Bidang Pajak, Andalan Prabowo untuk Tambah Penerimaan

Rabu, 23 Oktober 2024 | 09:19 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Kementerian Keuangan Kini di Bawah Langsung Presiden Prabowo

Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

BERITA PILIHAN
Jumat, 25 Oktober 2024 | 22:15 WIB HUT KE-17 DDTC

Buku Gagasan Perpajakan Prabowo-Gibran, Wadah Kegelisahan Soal Pajak

Jumat, 25 Oktober 2024 | 22:08 WIB HUT KE-17 DDTC

Kontributor Luar Negeri Beri Testimoni terkait Buku Gagasan Perpajakan

Jumat, 25 Oktober 2024 | 21:30 WIB HUT KE-17 DDTC

Untuk Kontributor, DDTC Bagikan Buku Gagasan Perpajakan Prabowo-Gibran

Jumat, 25 Oktober 2024 | 21:15 WIB HUT KE-17 DDTC

DDTC Berikan Penghargaan untuk Pemenang Lomba dan Kontributor Buku

Jumat, 25 Oktober 2024 | 21:00 WIB HUT KE-17 DDTC

Kabinet Baru Perlu Baca Buku Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran

Jumat, 25 Oktober 2024 | 20:39 WIB HUT KE-17 DDTC

Buku Gagasan Perpajakan Ini Layak Jadi Pertimbangan Pemerintah Baru

Jumat, 25 Oktober 2024 | 20:04 WIB HUT KE-17 DDTC

Digelar, Temu Kontributor Buku Gagasan Perpajakan untuk Prabowo-Gibran

Jumat, 25 Oktober 2024 | 17:00 WIB KAMUS PERPAJAKAN

Update 2024, Apa itu Wilayah Pengembangan Industri (WPI)?

Jumat, 25 Oktober 2024 | 15:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP: Restitusi Bakal Bisa Dicairkan ke Rekening atau Deposit Pajak WP