PAJAK DAERAH (8)

Ketentuan Pemungutan Pajak Restoran

Hamida Amri Safarina | Senin, 20 Juli 2020 | 13:54 WIB
Ketentuan Pemungutan Pajak Restoran

BERKEMBANGNYA sektor pariwisata tidak hanya meningkatkan jumlah hotel dan potensi pajaknya seperti yang disebutkan pada artikel sebelumnya. Di setiap lokasi pariwisata biasanya juga terdapat berbagai restoran yang menjadi rujukan wisatawan sehingga menambah potensi penerimaan daerah dari pajak restoran.

Tidak sedikit masyarakat menganggap pajak yang dipungut atau tertera dalam struk saat makan di restoran adalah pajak pertambahan nilai (PPN). Padahal, sebenarnya, pajak yang dipungut tersebut adalah pajak restoran. Perbedaan pemahaman ini terjadi karena istilah pajak restoran atau PB-1 kurang populer dibandingkan dengan PPN.

Untuk itu, dalam artikel ini diuraikan lebih lanjut apa yang dimaksud dengan pajak restoran dan bagaimana ketentuannya sebagai salah satu jenis pajak daerah. Aturan pemungutan pajak restoran sendiri telah diatur dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b Undang-Undang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRD).

Baca Juga:
Opsen Pajak Kendaraan Tidak Berlaku di Jakarta, Ternyata Ini Sebabnya

Dalam UU PDRD, pajak restoran diartikan sebagai pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran. Restoran ialah fasilitas penyedia makanan dan/atau minuman dengan dipungut bayaran, yang mencakup juga rumah makan, kafetaria, kantin, warung, bar, dan sejenisnya termasuk jasa boga/katering.

Berdasarkan Pasal 37 ayat (1) UU PDRD, pelayanan yang disediakan oleh restoran menjadi objek pajak restoran. Pelayanan yang disediakan restoran meliputi pelayanan penjualan makanan dan/atau minuman yang dikonsumsi oleh pembeli, baik dikonsumsi di tempat pelayanan maupun di tempat lain. Tidak termasuk objek pajak restoran adalah pelayanan yang disediakan oleh restoran dengan nilai penjualannya tidak melebihi batas tertentu yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

Merujuk pada Pasal 38 ayat (1) UU PDRD, orang pribadi atau badan yang membeli makanan dan/atau minuman dari restoran merupakan subjek pajak restoran. Wajib pajak restoran adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan restoran. Dalam hal ini, konsumen atau pembeli makanan dan/atau minuman memiliki kewajiban untuk membayar pajak, tetapi pemilik restoran yang akan menyetor dan melaporkan pajak restoran ke kas daerah.

Baca Juga:
Ratusan ASN Nunggak PBB, Pemda Gencarkan Penagihan dan Siapkan Sanksi

Dalam pemungutan pajak restoran, penetapan tarif pajak akan dilakukan oleh masing-masing pemerintah kabupaten/kota. Namun, dalam Pasal 40 ayat (1) UU PDRD telah memberikan batasan maksimum tarif pajak restoran sebesar 10%. Dengan demikian, pemerintah daerah kabupaten/kota tidak boleh memungut pajak restoran lebih tinggi dari besaran yang telah ditentukan dalam UU PDRD. Berikut contoh perbandingan tarif pajak restoran di lima kabupaten/kota.


Pengenaan pajak restoran berdasarkan jumlah pembayaran yang diterima atau yang seharusnya diterima restoran. Jumlah pembayaran yang dimaksud termasuk jumlah pembayaran setelah potongan harga dan jumlah pembelian dengan menggunakan voucer makanan atau minuman. Jumlah pembayaran yang seharusnya diterima restoran merupakan harga jual makanan atau minuman dalam voucer atau bentuk lain yang diberikan secara cuma-cuma.

Baca Juga:
Veteran dan Pensiunan Dapat Insentif, Setoran PBB Tetap Capai Target

Besaran pokok pajak restoran yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan dasar pengenaan pajak. Pajak restoran yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat restoran berlokasi. Masa pajak dalam menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak restoran yang terutang dilakukan dalam jangka waktu satu bulan kalender.

Perlu diketahui, pemerintah kabupaten/kota juga memiliki kewenangan untuk menetapkan tata cara pemungutan, pelaporan, pembayaran, maupun pemberian insentif pajak restoran.*

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 14:00 WIB PROVINSI DAERAH KHUSUS JAKARTA

Opsen Pajak Kendaraan Tidak Berlaku di Jakarta, Ternyata Ini Sebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 12:30 WIB KABUPATEN PURWOREJO

Ratusan ASN Nunggak PBB, Pemda Gencarkan Penagihan dan Siapkan Sanksi

Selasa, 24 Desember 2024 | 10:00 WIB PROVINSI KALIMANTAN BARAT

Antisipasi Dampak Opsen, Pemprov Kalbar Beri Keringanan Pajak

BERITA PILIHAN
Selasa, 24 Desember 2024 | 21:30 WIB CORETAX SYSTEM

Simak! Keterangan Resmi DJP Soal Tahapan Praimplementasi Coretax

Selasa, 24 Desember 2024 | 19:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Sempat Menolak, PDIP Kini Berbalik Dukung PPN 12 Persen

Selasa, 24 Desember 2024 | 18:00 WIB KANWIL DJP JAKARTA BARAT

Hingga November, Kanwil DJP Jakbar Kumpulkan Pajak Rp57,67 Triliun

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:27 WIB CORETAX SYSTEM

WP Bisa Akses Aplikasi Coretax Mulai Hari Ini, Fiturnya Masih Terbatas

Selasa, 24 Desember 2024 | 17:00 WIB PMK 81/2024

Ini Aturan Terbaru Pengkreditan Pajak Masukan Sebelum Pengukuhan PKP

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Selasa, 24 Desember 2024 | 16:00 WIB CORETAX SYSTEM

Nanti Ada Coretax, Masih Perlu Ajukan Sertifikat Elektronik?

Selasa, 24 Desember 2024 | 15:00 WIB KPP PRATAMA KOSAMBI

Utang Pajak Rp632 Juta Tak Dilunasi, Mobil WP Akhirnya Disita KPP