Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mengeklaim tarif pajak pertambahan nilai (PPN) atas transaksi aset kripto disusun berdasarkan masukan dari exchanger yang beroperasi di Indonesia.
Ketika Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 68/2022 disusun, exchanger mengusulkan tarif PPN perlu lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata fee transaksi.
"Rata-rata fee transaksi di Indonesia adalah sebesar 0,15%. Tarif yang berlaku telah mengakomodasi usulan exchanger," ujar Analis Direktorat Peraturan Perpajakan I DJP Adhika Bibing Purwanto dalam webinar Mining the Miners: Is VAT the Right Option to Tax Crypto Assets? yang diselenggarakan oleh PKN STAN, Jumat (17/6/2022).
Tarif PPN yang berlaku atas transaksi aset kripto pada PMK 68/2022 telah ditetapkan sebesar 0,11% bila transaksi dilakukan melalui exchanger yang terdaftar di Bappebti.
Bila exchanger tidak terdaftar di Bappebti, tarif PPN atas transaksi aset kripto naik 2 kali lipat menjadi 0,22%. Tarif PPN sebesar 2 kali lipat ini dirancang untuk mendorong exchanger mendaftarkan diri ke Bappebti.
"Tarif 2 kali lipat untuk exchanger tak terdaftar Bappebti didesain untuk mendorong exchanger mendaftarkan diri ke dalam sistem," ujar Adhika.
Hasilnya, sejak 1 April 2022 tercatat sudah ada 6 exchanger aset kripto baru yang mendaftarkan diri ke Bappebti.
Untuk diketahui, PMK 68/2022 adalah regulasi yang mengatur tentang pemungutan PPN dan juga PPh atas transaksi aset kripto.
PPh yang dikenakan atas aset kripto adalah PPh Pasal 22 bersifat final sebesar 0,1%. Bila exchanger tak terdaftar di Bappebti, tarif PPh Pasal 22 final yang berlaku adalah sebesar 0,2%.
Exchanger diwajibkan untuk memungut PPN dan PPh Pasal 22 final atas transaksi aset kripto sejak 1 Mei 2022. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.