BERITA PERPAJAKAN HARI INI

Kenaikan Tarif Cukai Pengaruhi Penurunan Produksi Rokok

Redaksi DDTCNews | Rabu, 20 Desember 2023 | 09:30 WIB
Kenaikan Tarif Cukai Pengaruhi Penurunan Produksi Rokok

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) telah berdampak pada penurunan produksi rokok. Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (20/1/2023).

Kementerian Keuangan mencatat hingga November 2023 produksi rokok mengalami penurunan sebesar 1,3%. Tren penurunan produksi rokok telah terjadi dalam beberapa waktu terakhir. Performa ini dipengaruhi kenaikan tarif CHT rata-rata 10% pada tahun ini.

"Benar bahwa terjadi tren penurunan produksi rokok. Namun, penurunannya sampai dengan akhir November melandai,” ujar Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) Nirwala Dwi Heryanto.

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Nirwala mengatakan penurunan produksi rokok sempat mencapai 2,4% per September 2023. Penurunan produksi tersebut kemudian mengecil menjadi 1,8% per Oktober 2023 serta 1,3% per November 2023.

Selain mengenai pengaruh kenaikan cukai hasil tembakau terhadap penurunan produksi rokok, ada pula ulasan terkait dengan penandatanganan multilateral convention (MLC) Pilar 1: Unified Approach. Kemudian, ada bahasan menyangkut kinerja penerimaan pajak.

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

Penurunan Produksi Rokok Golongan 1

Berdasarkan strata produsen rokok, Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Ditjen DJBC Nirwala Dwi Heryanto menyebut penurunan produksi terjadi pada golongan 1, yakni sekitar 13%. Sementara itu, produksi golongan 2 dan 3 masing-masing masih tumbuh 10% dan 28%.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Berdasarkan pada jenis rokoknya, penurunan terbesar terjadi pada sigaret kretek mesin (SKM) sebesar 14%. Kemudian, sigaret putih mesin (SPM) turun hampir 5%. Sementara itu, sigaret kretek tangan justru tumbuh 27%.

"Jadi kinerja tarif cukai sangat berdampak pada pabrikan golongan 1, serta pada jenis rokok SKM dan SPM," ujarnya. (DDTCNews)

Penandatanganan MLC Pilar 1: Unified Approach

Negara-negara anggota Inclusive Framework sepakat untuk memundurkan waktu penandatanganan MLC Pilar 1. Dalam rencana sebelumnya, MLC Pilar 1 akan ditandatangani pada akhir tahun ini. Namun, penandatanganan MLC Pilar 1 diputuskan untuk mundur ke Juni 2024.

Baca Juga:
Apa Itu Barang Tidak Kena PPN serta PPN Tak Dipungut dan Dibebaskan?

"Negara-negara anggota Inclusive Framework telah menyatakan komitmen mereka untuk mencapai solusi berbasis konsensus dan menyelesaikan naskah MLC pada akhir Maret 2024. Penandatanganan dilaksanakan pada akhir Juni 2024," tulis Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

OECD mencatat saat ini masih terdapat perbedaan pandangan dari beberapa negara anggota Inclusive Framework yang masih perlu dibahas pada tahun depan. Perbedaan itu terutama menyangkut penghentian pemungutan digital services tax (DST) dan pajak sejenis. (DDTCNews/Bisnis Indonesia)

Setoran Pajak Sektor Pertambangan

Kementerian Keuangan mencatat tidak berulangnya dinamisasi membuat penerimaan pajak dari sektor pertambangan tidak tumbuh setinggi pada tahun sebelumnya.

Baca Juga:
Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Pada Januari hingga November 2023, penerimaan pajak sektor pertambangan hanya tumbuh 23,7% atau melambat signifikan dibandingkan dengan performa periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 161,3%. Secara bulanan, setoran pajak sektor tambang pada November 2023 terkontraksi -45,8%.

"Penyebab utama dari penurunan sektor pertambangan yaitu dinamisasi PPh badan subsektor pertambangan batu bara tidak berulang," tulis Kemenkeu. (DDTCNews)

Utang Pemerintah

Posisi utang pemerintah hingga November 2023 tercatat senilai Rp8.041,01 triliun. Dengan demikian, rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) mencapai 38,11%

Baca Juga:
Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Laporan APBN Kita edisi Desember 2023 menyatakan rasio utang tersebut lebih rendah dibandingkan dengan akhir 2022 sebesar 39,7%. Capaian rasio utang itu juga di bawah batas aman 60% PDB sesuai dengan UU 17/2003 tentang Keuangan Negara.

"Rasio ini juga masih lebih baik dari yang telah ditetapkan melalui Strategi Pengelolaan Utang Jangka Menengah tahun 2023-2026 di kisaran 40%," bunyi laporan APBN Kita. (DDTCNews/Bisnis Indonesia) (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra