Gedung Kementerian Keuangan. (foto: Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan menjamin pengurangan pengecualian PPN melalui UU 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) tak akan menambah beban administrasi wajib pajak.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan pergeseran barang dan jasa dari Pasal 4A ke Pasal 16B UU PPN menjadi bagian dari upaya untuk menyederhanakan sistem PPN Indonesia yang terlampau kompleks.
"Dengan berbagai fasilitas yang muncul, ini tentu membuat sistem pemajakan menjadi rumit. Kalau teori PPN secara keseluruhan, ini yang malah menimbulkan beban secara umum," katanya, dikutip pada Kamis (27/1/2022).
Yon menuturkan idealnya seluruh barang dan jasa merupakan barang kena pajak (BKP) dan jasa kena pajak (JKP). Dengan demikian, lanjutnya, netralitas PPN bisa lebih terjaga.
Dengan menggeser beberapa jenis barang dan jasa dari Pasal 4A ke Pasal 16B UU PPN, pemerintah kini memiliki fleksibilitas untuk mengatur barang dan jasa apa saja yang memang benar-benar layak mendapatkan fasilitas pembebasan atau fasilitas tidak dipungut.
Apabila dalam perkembangannya terdapat indikasi fasilitas PPN sudah tidak layak untuk diberikan atas barang dan jasa tertentu, pemerintah memiliki kewenangan untuk mencabut fasilitas PPN yang diberikan.
Perlu diketahui, Pasal 4A UU PPN adalah pasal yang memerinci barang dan jasa yang dikecualikan dari PPN. Sebelum diperbarui dengan UU HPP, barang dan jasa seperti bahan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan jasa sosial dikecualikan.
Pasal 16B UU HPP mengatur tentang BKP/JKP yang mendapatkan fasilitas. Pemerintah memiliki kewenangan untuk memerinci BKP/JKP mana saja yang mendapatkan fasilitas melalui Peraturan Pemerintah (PP). (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.