JERMAN

Kemenkeu Beli Data Wajib Pajak yang Punya Aset di Dubai

Redaksi DDTCNews | Kamis, 17 Juni 2021 | 14:30 WIB
Kemenkeu Beli Data Wajib Pajak yang Punya Aset di Dubai

Ilustrasi. 

BERLIN, DDTCNews – Menteri Keuangan Jerman Olaf Scholz memberikan perintah kepada otoritas pajak untuk membeli data yang berisi informasi tentang kepemilikan aset milik warga negara Jerman yang diparkir di Dubai, Uni Emirat Arab (UEA).

Scholz mengatakan perintah pembelian data tersebut bagian dari upaya pemerintah memerangi praktik penghindaran pajak. Dia menyatakan data tersebut disimpan dalam compact disc (CD) yang telah dikirim kepada otoritas pada pekan ini.

"Kami menggunakan segala cara untuk mengungkapkan pelanggaran pajak. Dengan kumpulan data baru kami menerangi sudut-sudut gelap di mana pelanggar pajak bersembunyi," katanya dikutip pada Kamis (17/6/2021).

Baca Juga:
Senator Minta Penumpang Pesawat Kelas Ekonomi Tak Dipungut Travel Tax

Scholz menuturkan data yang diperoleh segera diperiksa oleh petugas pajak. Hasil pemeriksaan data tersebut akan menentukan proses lanjutan terkait dengan nama wajib pajak yang tercantum memiliki aset properti di Dubai.

Laporan media Jerman Der Spiegel mengungkapkan upaya Kemenkeu membeli data wajib pajak berasal dari tawaran sumber anonim di Dubai, UEA. Dia menawarkan data wajib pajak dalam negeri Jerman yang memiliki aset properti seperti tanah dan real estate di Dubai, UEA.

Kantor pajak federal disebut harus menebus data tersebut sekitar €2 juta atau setara dengan Rp34,4 miliar. Data tersebut tidak hanya digunakan oleh pemerintah federal tapi juga disebar kepada otoritas pajak di 16 negara bagian.

Baca Juga:
Persiapan Persidangan di Pengadilan Pajak yang Wajib Pajak Perlu Tahu

Upaya ekstra pemerintah untuk mendapatkan informasi wajib pajak yang memiliki aset di luar negeri bukan pertama kali dilakukan. Mekanisme yang dilakukan juga serupa melalui pembelian data kepada pihak ketiga.

Misal, otoritas negara bagian Rhine-Westphalia Utara melakukan pembelian data nasabah asal Jerman yang terdaftar di perbankan Swiss pada 2010 dan 2017.

Seperti dilansir aljazeera.com, alasan utama pembelian data dari perbankan Swiss adalah menggali kemungkinan adanya praktik penghindaran pajak dari orang kaya Jerman. Tindakan tersebut lantas menyulut protes dari Pemerintah Swiss. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 31 Januari 2025 | 11:17 WIB PENGADILAN PAJAK

Persiapan Persidangan di Pengadilan Pajak yang Wajib Pajak Perlu Tahu

Jumat, 31 Januari 2025 | 09:30 WIB AMERIKA SERIKAT

AS Buka Opsi Batalkan Bea Masuk 25% Atas Impor dari Kanada dan Meksiko

Kamis, 30 Januari 2025 | 17:55 WIB PAJAK INTERNASIONAL

Penghindaran Pajak Lebih Rugikan Negara Berkembang daripada yang Maju

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 09:00 WIB KEBIJAKAN EKONOMI

Jaga Inflasi pada Kisaran 2,5 Persen, Pemerintah Beberkan Strateginya

Sabtu, 01 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:30 WIB KONSULTASI PAJAK    

DJP Bisa Tentukan Nilai Harta Berwujud, Ini yang Perlu Diperhatikan

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 17:15 WIB DDTC ACADEMY - INTENSIVE COURSE

Wah, Transaksi Intragrup Naik! Perlu Paham Transfer Pricing

Jumat, 31 Januari 2025 | 16:11 WIB CORETAX SYSTEM

Bermunculan Surat Teguran yang Tak Sesuai di Coretax? Jangan Khawatir!

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:47 WIB PEREKONOMIAN INDONESIA

Banyak Tantangan, Insentif Fiskal Jadi Andalan untuk Jaga Pertumbuhan

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:31 WIB KEBIJAKAN PAJAK

WP Tax Holiday Terdampak Pajak Minimum Global, PPh Badan Turun Lagi?

Jumat, 31 Januari 2025 | 15:11 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Supertax Deduction Kurang Laku, Ternyata Banyak Investor Tak Tahu