JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan akan mengoptimalkan proses pengembalian pembayaran pajak atau restitusi guna mengamankan target penerimaan pajak pada tahun ini. Topik ini menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Rabu (3/7/2024).
Berdasarkan pada Laporan APBN Kita edisi Juni 2024, upaya mencapai target penerimaan pajak pada tahun ini cukup menantang. Untuk itu, optimalisasi proses restitusi akan dilakukan, bersamaan dengan peningkatan kepatuhan pajak dan penguatan basis pajak.
“Optimalisasi proses restitusi dimaksudkan untuk menghindari kesalahan, mempercepat proses, dan memastikan restitusi yang diberikan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” tulis pemerintah dalam laporan tersebut.
Hingga 31 Mei 2024, Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan pajak sudah mencapai Rp760,38 triliun atau 38,23% dari target. Kinerja penerimaan pajak ini turun 8,44% dari periode yang sama tahun lalu.
Menurut Kementerian Keuangan, penerimaan pajak yang turun signifikan dalam tahun berjalan ini, utamanya disebabkan oleh 2 faktor. Pertama, peningkatan restitusi. Kedua, penurunan pembayaran PPh Pasal 25/29 badan (PPh Badan).
Selain mengenai restitusi, ada pula ulasan mengenai penyesuaian sistem pihak lain dalam penggunaan NIK sebagai NPWP. Ada juga ulasan mengenai manfaat taxpayer account management, serta ulasan terkait dengan wacana family office di Indonesia.
Realisasi penerimaan PPh badan berdampak signifikan terhadap kinerja penerimaan pajak hingga Mei 2024. Dalam periode ini, setoran PPh badan turun 35,68% akibat penurunan pembayaran tahunan dan angsuran dari wajib pajak badan serta peningkatan restitusi.
Sektor yang terdampak negatif dari peningkatan restitusi dan penurunan PPh badan tersebut antara lain sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, dan sektor pertambangan.
“Restitusi yang lebih tinggi menunjukkan kewajiban pengembalian pajak yang lebih besar kepada wajib pajak, sedangkan penurunan pembayaran PPh badan menandakan tantangan dalam kinerja korporasi dan kepatuhan pajak,” jelas Kementerian Keuangan. (DDTCNews, kontan.co.id)
Ditjen Pajak (DJP) mencatat realisasi restitusi pajak hingga Mei 2024 mencapai Rp136,61 triliun. Berdasarkan jenis pajak, realisasi restitusi pajak tersebut didominasi oleh restitusi PPN dalam negeri sejumlah Rp104,94 triliun.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan restitusi juga disumbang dari PPh Pasal 25/29 Badan, yaitu senilai Rp29,68 triliun.
Sementara itu, perincian realisasi restitusi menurut sumbernya, didominasi restitusi normal sejumlah Rp78,06 triliun, restitusi dipercepat Rp51,39 triliun dan restitusi upaya hukum senilai Rp7,15 triliun. (kontan.co.id)
DJP menyatakan NPWP 16 digit belum diimplementasikan secara penuh sehingga NPWP 15 digit masih bisa digunakan hingga akhir tahun.
Penyuluh Pajak Ahli Pratama DJP Imaduddin Zauki mengatakan NPWP 16 digit akan dilaksanakan bertahap karena mempertimbangkan kesiapan sistem yang dimiliki pihak lain. Dia berharap pihak lain dapat segera merampungkannya.
"Bukan berarti kalau 15 digit masih bisa [digunakan] sampai 31 Desember, berarti kita masih santai? Tidak, seharusnya nanti pihak-pihak lain yang sebelum belum siap nanti bisa siap juga," tuturnya. (DDTCNews)
DJP mengatakan setidaknya ada 4 manfaat yang akan dirasakan wajib pajak dengan adanya proses bisnis TAM. Pertama, terintegrasi. Dengan adanya TAM, data dan/atau informasi perpajakan wajib pajak disajikan dalam 1 aplikasi.
Kedua, andal. Informasi perpajakan yang relevan diberikan dengan kemudahan dalam aksesnya. Ketiga, komprehensif. Data dan atau informasi perpajakan ditampilkan secara lengkap dalam 1 tampilan aplikasi.
Keempat, kemudahan akses. Ada kemudahan bagi wajib pajak dalam memenuhi hak dan kewajiban perpajakan serta mengakses layanan perpajakan yang tersedia. (DDTCNews)
Pemerintah membentuk task force yang bertugas untuk menyiapkan regulasi perihal pendirian family office. Hal ini diperlukan lantaran banyak regulasi domestik yang perlu diperbaiki guna memfasilitasi pendirian family office.
"Memang akibatnya ini bagus, kita harus memperbaiki banyak sekali regulasi-regulasi yang dalam era sekarang ini kurang kompetitif. Nanti, kita akan study betul-betul," ujar Menko Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan.
Sebelumnya, pemerintah Indonesia juga berencana meminta bantuan World Bank untuk menyiapkan kajian mengenai kebijakan yang diperlukan untuk pendirian family office di Indonesia. (DDTCNews)
Penyuluh Pajak Ahli Muda DJP Rian Ramdani mengimbau pemberi kerja mengecek status NIK para pegawainya. Menurutnya, hal ini diperlukan untuk memastikan perusahaan tidak mengalami kendala menerbitkan bukti potong apabila integrasi NIK-NPWP berlaku penuh.
"Mereka yang memberikan penghasilan, pemberi kerja atau perusahaan sudah didorong untuk bisa mengecek status pegawai masing-masing, sudah padan atau belum," ujarnya.
Rian menambahkan NIK yang belum padan dapat dikembalikan kepada pegawai untuk kemudian dilakukan pemadanan. Menurutnya, prosesnya mudah karena dapat melalui DJP Online. (DDTCNews)
Director Fiscal Research and Advisory DDTC B. Bawono Kristiaji menerangkan Perpres 63/2024 pada dasarnya akan memperluas Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B) Indonesia dengan negara lain yang tercakup dalam Multilateral Instrument (MLI).
Dia menuturkan MLI merupakan mekanisme perubahan isi P3B secara simultan tanpa melalui proses negosiasi bilateral sehingga lebih efisien. Selain itu, MLI ini untuk menutup celah ataupun menambah klausul dalam P3B guna memerangi praktik penghindaran pajak lebih efektif.
"Contohnya ialah mencegah skema treaty shopping, hybrid mismatch, hingga penghindaran status bentuk usaha tetap. Tidak hanya itu, MLI turut mencakup agenda penyelesaian sengketa pajak internasional secara lebih efektif," katanya. (kontan.co.id)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Restitusi pajak ratusan milliar jadi perhatian pemeriksa pajak, karena mereka bisa cuan besar Dengan menyetujui seluruhnya restitusi pajak, maka wajib pajak memberikan uang dalam karung setelah KPPN mengembalikan pajak atas yang DIRESTITUSI DAN DISETUJUI SELURUHNYA YANG DAPAT PUN DARI BAWAH SAMPAI KEPALA. MULAI LEVEL ANGGOTA PEMERIKSA, SUPERVISOR, KETUA TIM SAMPAI KEPADA KEPALA KPP DAPAT PORSINYA MASING2. Kadang2 sudah ada juga budget kalau pengawas dari Madya atau Kanwill melakukan pengawasan. Itu sebabnya penghasilan negara berkurang, bukan karena wajib pajak melakukan kecurangan. Gimana caranya curang diserba yang sudah online dan ebukpot dan efaktur di zaman yang sudah canggih ini? JADI YANG DILAKUKAN ADALAH PENGAWASAN KEPADA KANTOR PAJAK, BUKAN MENEKAN DAN MEMISKINKAN WAJIB PAJAK Wajib pajak pun sudah gagap2an kalau ketemu pemeriksa pajak, mungkin takut, padahal yang menurut saya, hatinya bersih mau berbisnis di Indonesia, bukan bermaksud mencurangi seperti kasus 271 triliun