Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Perjanjian antarperusahaan (intercompany agreement) memainkan peran penting dalam transfer pricing. Alasannya, perjanjian tersebut menjadi titik permulaan untuk menggambarkan transaksi antarpihak yang berafiliasi.
Intercompany agreement sangat penting dalam transfer pricing karena memberikan bukti komitmen untuk mengambil risiko sebelum materialisasi hasil risiko. Intercompany agreement juga diperlukan untuk memastikan bahwa perusahaan multinasional mengadopsi kebijakan transfer pricing yang tepat dan menerapkannya melalui perjanjian antar perusahaan yang sesuai yang dieksekusi sebelum transaksi terjadi.
Berdasarkan panduan transfer pricing OECD 2022, intercompany agreement seharusnya dibuat sebelum transaksi terjadi, bukan setelah transaksi terjadi. Hal ini karena intercompany agreement menjadi dasar untuk menentukan transaksi antarperusahaan yang relevan, termasuk pembagian tanggung jawab, kewajiban, hak, pengambilan risiko yang diidentifikasi, dan setting harga.
Namun, panduan OECD tidak secara spesifik menentukan waktu yang tepat untuk membuat intercompany agreement. Meskipun demikian, panduan OECD menekankan bahwa intercompany agreement yang dibuat sebelum transaksi terjadi memberikan titik awal untuk analisis transfer pricing.
Selain itu, pada 6 Juni 2023 Kementerian Keuangan Jerman (Bundesministerium der Finanzen) baru saja menerbitkan pembaruan pada panduan transfer pricing-nya (Verwaltungsgrundsätze Verrechnungspreise 2023). Panduan terbaru dari Jerman tersebut menegaskan bahwa intercompany agreement harus dibuat sebelum transaksi terjadi. Panduan tersebut menyatakan bahwa waktu yang menentukan untuk menerapkan prinsip kewajaran dan kelaziman usaha (arm’s length principle) adalah pada saat perjanjian dibuat, bukan pada saat transaksi dilakukan. Oleh karena itu, intercompany agreement harus disusun sebelum transaksi terjadi, bukan setelah transaksi terjadi.
Berdasarkan Paul Sutton dan Rebecca Flanagan dalam Tax Notes International (2023), untuk membuat intercompany agreement yang baik dalam transfer pricing, ada beberapa hal yang harus diperhatikan.
Pertama, menetapkan kondisi dan harga untuk transaksi antar perusahaan yang relevan, termasuk pembagian tanggung jawab, kewajiban, hak, pengambilan risiko yang diidentifikasi, dan pengaturan harga. Kedua, menjaga agar intercompany agreement selalu diperbarui dan disimpan dalam arsip online yang terpusat.
Ketiga, memastikan intercompany agreement disusun sebelum transaksi terjadi, bukan setelah transaksi terjadi. Keempat, menjaga agar intercompany agreement selalu konsisten dengan kebijakan transfer pricing yang telah ditetapkan.
Kelima, memperhatikan kebutuhan semua pemangku kepentingan internal dan memastikan bahwa kepentingan mereka dipertimbangkan.
Selain itu, perlu diingat bahwa intercompany agreement juga memengaruhi aspek pajak lainnya, seperti bea masuk, pajak penghasilan yang dipotong, pajak penjualan, dan pengendalian mata uang. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan kebutuhan semua pemangku kepentingan internal dan memastikan bahwa kebijakan transfer pricing dan intercompany agreement yang ditetapkan sesuai dengan kepentingan grup secara keseluruhan.
Pada Jumat, 10 November 2023 pukul 13.30 WIB hingga 16.30 WIB akan dikupas secara mendalam terkait dengan kontrak atau perjanjian antarperusahaan dalam aspek transfer pricing. Acara ini diselenggarakan secara online. Klik di sini untuk informasi lebih lanjut.
Dua expert transfer pricing DDTC, yakni Partner of DDTC Consulting Yusuf Wangko Ngantung dan Assistant Manager of DDTC Consulting Yurike Yuki membawakan materi tersebut.
Kunjungi link berikut untuk melakukan pendaftaran:
https://academy.ddtc.co.id/seminar
Daftarkan diri Anda segera dan dapatkan harga spesial pada seminar kali ini senilai Rp1.500.000 untuk umum, dan harga spesial Rp1.000.000 untuk klien DDTC.
Membutuhkan bantuan? Hubungi Hotline DDTC Academy (+62)812-8393-5151 / [email protected] (Vira).
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.