JERMAN

Jerman Prioritaskan Insentif Pajak untuk Menjaga Likuiditas Perusahaan

Muhamad Wildan | Kamis, 02 Juli 2020 | 08:53 WIB
Jerman Prioritaskan Insentif Pajak untuk Menjaga Likuiditas Perusahaan

Ilustrasi. Seorang karyawan Lufthansa mengikuti protes atas rencana pemotongan pekerjaan maskapai penerbangan Jerman yang terkena dampak besar akibat virus korona (COVID-19) yang mengakibatkan penurunan perjalanan saat demonstrasi oleh serikat pilot Cockpit di Pusat Penerbangan Lufthansa di Frankfurt, Jerman, Kamis (25/6/2020). ANTARA FOTO/REUTERS/Kai Pfaffenbach/aww/cfo

BERLIN, DDTCNews – Jerman menjadi salah satu negara yang paling banyak mengeluarkan anggaran untuk memitigasi dampak pandemi Covid-19 versi International Monetary Fund (IMF). Tujuan penjagaan likuiditas mengambil porsi terbesar dalam pemanfaatan kebijakan fiskal.

Hal ini dijabarkan oleh Stefan Weber dari University of Applied Sciences Neu-Ulm Jerman dalam tulisannya berjudul “Tax and Fiscal Policy Measures in Response to the Covid-19 Crisis - Overview and Economic Analysis for Germany” di Bulletin for International Taxation June 2020 IBFD.

“Jerman adalah salah satu negara terdepan dalam hal dukungan sektor publik [dengan kebijakan fiskal] untuk melindungi individu dan perusahaan yang bertahan dari kejatuhan ekonomi,” tulisnya, seperti dikutip pada Rabu (1/7/2020).

Baca Juga:
PMK Baru, Menkeu Bisa Nilai Kesesuaian KUA-PPAS Pemda dengan KEM PPKF

Baik dukungan untuk dunia usaha maupun individu, Pemerintah Jerman menggunakan dua jalur terkait dengan kebijakan fiskal. Jalur pertama adalah dukungan melalui transfer langsung. Jalur kedua adalah dukungan melalui sistem atau instrumen pajak.

Dari sini terlihat instrumen pajak sangat diandalkan untuk memitigasi dampak pandemi Covid-19 terhadap perekonomian. Hal ini sejalan dengan pengamatan DDTC Fiscal Research sebelumnya. Simak artikel ‘Bertambah Lagi, 129 Yurisdiksi Andalkan Pajak untuk Respons Covid-19’.

Untuk dunia usaha, dukungan jalur transfer langsung dilakukan melalui pemberian bantuan langsung tunai kepada usaha kecil, individu yang bekerja sendiri, dan pekerja lepas. Bantuan tidak perlu dikembalikan kepada pemerintah. Dukungan ini untuk membantu menutup biaya operasional selama 3 bulan.

Baca Juga:
Kemenkeu Akan Kembangkan Platform Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional

Adapun terkait dengan dukungan melalui pemanfaatan instrumen bagi dunia usaha, Pemerintah Jerman menggelontorkan insentif yang bertujuan menyokong likuiditas sektor usaha. Dukungan ini diberikan melalui penagguhan pembayaran pajak, relaksasi denda keterlambatan pajak, hingga pengembalian pembayaran (restitusi). Simak pula artikel ‘Ada Covid-19, Berbagai Negara Beri Penangguhan dan Pengurangan Pajak’.

Meskipun mencakup pajak pertambahan nilai (PPN), jenis pajak yang lebih banyak disasar adalah pajak penghasilan (PPh). Dalam kajian DDTC Fiscal Research sebelumnya, PPh memang menjadi jenis pajak yang paling banyak digunakan dalam upaya meningkatkan arus kas perusahaan. Simak artikel ‘Jaga Arus Kas Perusahaan, Banyak Negara Pakai Instrumen Pajak Ini’.

Untuk memanfaatkan fasilitas yang diberikan, wajib pajak harus menunjukkan bahwa usahanya sangat terdampak akibat Covid-19. Permohonan diajukan oleh wajib pajak secara informal dengan mendeskripsikan keadaan ekonomi dan kerugian ekonomi yang timbul akibat pandemi Covid-19.

Baca Juga:
Jelang Tutup Buku, Wamenkeu Suahasil Percaya Diri ‘APBN Prima’

Pemerintah Jerman juga mensyaratkan tercapainya suatu kriteria atau ambang batas seperti penghasilan ataupun omzet sebelum wajib pajak bisa memanfaatkan insentif. Sebagai contoh, wajib pajak di Jepang harus mengalami penurunan pendapatan bruto hingga 20% akibat pandemi Covid-19 sebelum bisa memanfaatkan insentif pajak yang ditawarkan.

Insentif pajak yang ditawarkan oleh otoritas pajak juga berupa penundaan pembayaran pajak tanpa dikenakan sanksi bunga atas pajak yang sudah jatuh tempo ataupun yang akan jatuh tempo pada 31 Desember 2020.

Namun, apabila wajib pajak tidak memerinci jangka waktu penundaan pembayaran pajak pada permohonan insentifnya, maka otoritas pajak akan memberikan fasilitas penundaan pembayaran pajak selama 3 bulan. Penundaan pembayaran pajak bisa diperpanjang hingga setelah 31 Desember 2020, Namun, penundaan setelah 2020 baru dapat diberikan bila ada alasan yang kuat dari wajib pajak. Penundaan pembayaran pajak yang diberikan otoritas ini tidak berlaku atas pajak-pajak yang bersifat withholding tax seperti pajak atas capital gain dan pajak atas gaji.

Baca Juga:
Tax Ratio 2045 Ditarget 18%-22%, Bappenas: Untuk Kestabilan Ekonomi

Kemudian, bila penghasilan wajib pajak pada 2020 mengalami penurunan dan diproyeksikan menyebabkan angsuran PPh yang harus dibayarkan menurun ke level ‎€0, angsuran PPh yang sudah dibayarkan pada kuartal I/2020 bisa dikembalikan oleh otoritas pajak kepada wajib pajak.

Dalam aspek perpajakan internasional, pemerintah Jerman juga menyepakati suatu perjanjian bilateral dengan negara tetangga untuk mencegah timbulnya pergeseran hak pemajakan yang timbul secara tidak disengaja.

Adapun dukungan untuk individu, terutama melalui jalur transfer langsung, ada penyederhaan ketentuan kompensasi untuk pekerjaan dengan waktu singkat serta pengembalian pembayaran kontribusi jaminan sosial yang telah dibayarkan sejak 1 Maret 2020.

Dari sisi penggunaan instrumen perpajakan, untuk individu, Pemerintah Jerman memberlakukan pembebasan dari pengenaan pajak atas penghasilan yang diberikan kepada karyawan di luar penghasilan rutin, seperti bonus karena bertambahnya beban kerja dan meningkatnya risiko kerja akibat pandemi Covid-19. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 23 Desember 2024 | 18:00 WIB PMK 101/2024

PMK Baru, Menkeu Bisa Nilai Kesesuaian KUA-PPAS Pemda dengan KEM PPKF

Jumat, 13 Desember 2024 | 14:45 WIB PMK 93/2024

Kemenkeu Akan Kembangkan Platform Sinergi Kebijakan Fiskal Nasional

Jumat, 29 November 2024 | 09:15 WIB KEBIJAKAN FISKAL

Jelang Tutup Buku, Wamenkeu Suahasil Percaya Diri ‘APBN Prima’

Selasa, 19 November 2024 | 14:30 WIB PENERIMAAN PERPAJAKAN

Tax Ratio 2045 Ditarget 18%-22%, Bappenas: Untuk Kestabilan Ekonomi

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?