Pertanyaan:
PERKENALKAN, nama saya Gilang. Saya adalah staf keuangan yang bekerja pada salah satu rumah sakit di Purwokerto. Berdasarkan Undang-Undang No. 42 Tahun 2009 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (UU PPN) sebelumnya, jasa pelayanan kesehatan dikecualikan dari pengenaan PPN.
Namun, saya mempelajari bahwa ketentuan ini mengalami perubahan setelah terbitnya Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Jasa pelayanan kesehatan tidak lagi masuk dalam daftar jasa yang dikecualikan dari PPN. Namun, jasa tersebut dikatakan mendapat fasilitas pembebasan PPN. Pertanyaan saya, apa implikasi dari perubahan aturan PPN tersebut?
Jawaban:
TERIMA kasih Bapak Gilang atas pertanyaannya. Sebelum diberlakukannya UU HPP, mengacu pada Pasal 4A ayat (3) huruf a UU PPN s.t.d.t.d UU Cipta Kerja, jasa kesehatan medis termasuk ke dalam daftar jasa yang dikecualikan dari pengenaan PPN.
“(3) Jenis jasa yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai adalah jasa tertentu dalam kelompok jasa sebagai berikut:
Pengecualian ini menyebabkan jasa pelayanan kesehatan tidak terutang PPN. Dengan demikian, tidak ada pemungutan PPN atas penyerahan jasa pelayanan kesehatan yang diberikan.
Selain itu, pajak masukan yang telah dibayar oleh pengusaha sehubungan dengan penyerahan jasa tersebut tidak dapat dikreditkan. Oleh karenanya, pengusaha yang melakukan penyerahan jasa pelayanan kesehatan tidak wajib untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) sekalipun omzetnya telah melebihi Rp4,8 miliar.
Kemudian, perlakuan PPN tersebut berubah sejak diberlakukannya UU HPP. Kehadiran UU HPP telah memindahkan jasa pelayanan kesehatan ke Pasal 16B ayat (1a) huruf j angka 2 UU PPN 2009 s.t.d.t.d UU HPP. Berikutnya, ketentuan tersebut juga diatur lebih lanjut dalam Pasal 10 huruf a PP 49/2022 yang berbunyi:
“Jasa Kena Pajak tertentu yang bersifat strategis yang atas penyerahannya di dalam Daerah Pabean atau pemanfaatannya dari luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean dibebaskan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai meliputi:
Berdasarkan pada ketentuan tersebut, jasa pelayanan kesehatan medis mendapatkan fasilitas pembebasan PPN. Dengan demikian, penyerahan jasa pelayanan kesehatan kini menjadi objek PPN tetapi tidak ada PPN yang terutang.
Adapun cakupan jasa pelayanan kesehatan medis yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN diatur dalam Pasal 11 ayat (1) PP 49/2022. Sesuai dengan ketentuan tersebut, jasa pelayanan kesehatan medis yang mendapatkan fasilitas kesehatan meliputi jasa kesehatan perorangan dan pelayanan kesehatan masyarakat dan pelayanan kesehatan hewan/veteriner.
Jasa pelayanan kesehatan perorangan dan masyarakat yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN terbagi menjadi 3 kelompok. Pertama, jasa pelayanan kesehatan yang dilakukan oleh tenaga medis dan tenaga kesehatan lainnya. Kedua, pelayanan kesehatan yang dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.
Ketiga, pelayanan yang diberikan oleh selain tenaga kesehatan. Perincian mengenai jasa-jasa pelayanan kesehatan perorangan dan masyarakat yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN dapat dilihat melalui tautan berikut.
Lantas, bagaimana implikasi dari pemberian fasilitas pembebasan PPN bagi penyedia jasa kesehatan?
Pengusaha yang melakukan penyerahan jasa pelayanan kesehatan dan mempunyai peredaran usaha di atas Rp4,8 miliar wajib mengukuhkan diri sebagai PKP. Apabila sudah dikukuhkan sebagai PKP, penyedia jasa kesehatan memiliki kewajiban untuk membuat faktur pajak dan melaporkan surat pemberitahuan (SPT) masa PPN.
Perlu dicatat, pajak masukan atas jasa yang mendapatkan fasilitas pembebasan PPN tetap tidak dapat dikreditkan. Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan. Semoga bermanfaat.
Sebagai informasi, artikel Konsultasi UU HPP akan hadir setiap Selasa guna menjawab pertanyaan terkait UU HPP beserta peraturan turunannya yang diajukan ke email [email protected]. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.