Menteri Keuangan Sri Mulyani saat meninjau Cikarang Dry Port (Pelabuhan Daratan) di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (27/1/2023). ANTARA FOTO/Fakhri Hermansyah/YU
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah tengah mendesain skema insentif pajak menarik bagi eksportir sejalan dengan rencana pemerintah memperluas sektor usaha yang wajib menempatkan devisa devisa hasil ekspor (DHE) di dalam negeri.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan eksportir manufaktur bakal turut berkewajiban menempatkan DHE di dalam negeri seiring dengan direvisinya PP 1/2019. Nanti, desain insentif pajak tersebut akan disesuaikan agar tetap menguntungkan bagi eksportir.
"Kami sedang di dalam proses untuk membahas, pertama ekspansinya dan kedua bentuk insentif yang dibutuhkan apakah berbeda, karena kalau ekspor dari SDA mungkin nature-nya akan berbeda dengan manufaktur," katanya, dikutip pada Minggu (29/1/2023).
Sri Mulyani menuturkan model bisnis sektor manufaktur sangat berbeda dengan SDA. Apabila sektor SDA mengolah komoditas dari dalam negeri, pengusaha manufaktur biasanya mengimpor bahan baku dulu untuk kemudian diolah dan diekspor kembali.
Menurutnya, pengusaha manufaktur terkadang perlu memutar DHE untuk mengimpor bahan baku di luar negeri. Untuk itu, pemerintah akan berhati-hati dalam merumuskan kewajiban menahan DHE di dalam negeri sehingga tidak menimbulkan konsekuensi negatif.
Selama ini, pemerintah sudah memberikan tarif pajak khusus atas bunga deposito yang dananya berasal dari DHE. Bunga deposito DHE dalam mata uang dolar AS dikenai PPh final sebesar 10% jika didepositokan selama 1 bulan.
Kemudian, tarif PPh final sebesar 7,5% diberikan untuk deposito DHE berjangka waktu 3 bulan, tarif 2,5% untuk jangka waktu 6 bulan, dan tarif 0% untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan.
Tarif PPh final untuk bunga deposito yang bersumber dari DHE dalam mata uang rupiah ditetapkan 7,5% untuk jangka waktu 1 bulan, tarif 2% untuk jangka waktu 3 bulan, dan tarif 0% untuk jangka waktu 6 bulan atau lebih.
Sri Mulyani menjelaskan pemerintah bersama Bank Indonesia berupaya memberikan insentif yang menguntungkan eksportir yang menempatkan DHE di Indonesia. Dengan kebijakan ini, ia berharap tingginya ekspor bakal tercermin dalam cadangan devisa.
"Dari pajak untuk [DHE] yang stay di sini dan return-nya dari BI juga akan melakukan secara kompetitif sehingga mereka tidak merasa kehilangan opportunity dari dana devisa yang dia miliki. Kami menghormati itu," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Kacaribu menyebut revisi PP 1/2019 diperlukan agar aktivitas ekspor makin tercermin dalam perekonomian. Apalagi, ekspor Indonesia masih menunjukkan kinerja yang positif selama pandemi Covid-19.
Dengan kebijakan fiskal yang tepat, ia menilai keberadaan DHE tersebut bakal berdampak positif pada ekonomi. Misal, dari sisi penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
"Kami akan memperluas insentifnya, sudah cukup apa belum. Tentunya tujuannya adalah untuk memastikan bahwa hasil ekspor kita bisa sekuat mungkin mencerminkan kekuatan perekonomian nasional," tuturnya. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.