PADA umumnya, indikator-indikator seperti tax ratio dan tax effort kerap digunakan dalam mengukur kinerja penerimaan pajak yang secara tidak langsung berterkaitan dengan tingkat kepatuhan wajib pajak di dalam suatu yurisdiksi.
Akan tetapi, indikator yang sering dipergunakan untuk menggambarkan ketidakpatuhan pajak dengan lebih tepat (direct) adalah tax gap. Indikator ini dihitung berdasarkan selisih antara potensi penerimaan pajak sesuai dengan ketentuan berlaku dengan realisasi penerimaan pajak yang berhasil dikumpulkan.
Dalam tujuannya, analisis tax gap dapat membantu pembuat kebijakan dan pemangku kepentingan untuk mengukur jumlah pajak pendapatan yang hilang, baik karena ketidakpatuhan, penghindaran pajak, maupun dampak dari suatu kebijakan (IMF, 2017).
Asian Development Bank (ADB) bersama dengan International Monetary Fund (IMF), Intra-European Organisation of Tax Administrations (IOTA), dan The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) membangun sebuah kerangka survei yang dinamakan International Survey on Revenue Administration (ISORA).
Secara garis besar, survei tersebut bertujuan untuk mengetahui sistem administrasi pajak di berbagai negara dalam rangka menyediakan suatu data yang terstandardisasi untuk kepentingan analisis dan rekomendasi dalam hal kebijakan administrasi pajak.
Responden survei ini merupakan otoritas pajak yang berwenang di 31 yurisdiksi. Setiap responden ditanya mengenai adanya estimasi tax gap untuk pajak penghasilan orang pribadi (PPh OP), pajak penghasilan badan (PPh Badan), pajak pertambahan nilai (PPN), ataupun jenis pajak lainnya.
Tabel berikut merupakan hasil survei ISORA mengenai estimasi tax gap yang dilakukan pada 2016 dan 2017 di yurisdiksi dari masing-masing responden.
Untuk per jenis pajak, tabel di atas memperlihatkan hampir semua otoritas pajak (kecuali Amerika Serikat) di masing-masing yurisdiksi telah melakukan estimasi tax gap untuk PPN pada 2017. Sementara itu, sekitar 64% otoritas pajak melakukan estimasi tax gap PPh OP dan sebanyak 55% melakukan estimasi tax gap PPh Badan.
Untuk pajak lainnya, terdapat sekitar 51,6% dari responden yang melakukan estimasi tax gap. Secara garis besar, sebanyak 45% dari otoritas pajak mengestimasi tax gap ketiga jenis pajak utama dari survei tersebut.
Tidak dilakukannya estimasi tax gap oleh otoritas pajak pada jenis-jenis pajak tertentu kemungkinan disebabkan oleh beberapa hal. Salah satunya adalah karena sistem pajak yang berbeda sehingga menuntut adanya metode perhitungan yang lebih kompleks disertai dengan kebutuhan data yang lebih bersifat cross-border.
Kemudian, pengukuran tax gap tidak hanya menyangkut dampak fiskal, tapi juga dampak ekonomi. Selain itu, perbedaan prioritas masing-masing negara atas jenis-jenis pajak tertentu – berdasarkan struktur penerimaan dan kinerja – tentunya juga dapat menginsentif pilihan estimasi tax gap jenis pajak yang mereka lakukan. *
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Realisasi penerimaan pajak yang tidak sejalan dengan potensi penerimaan pajak sehingga menghasilkan selisih yang kemudian disebut tax gap tersebut tentunya menjadi isu krusial yang harus dibenahi. Melalui survei yang dilakukan oleh ISORA mengenai estimasi tax gap ini, diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi pemerintah untuk memformulasi kebijakan yang tepat untuk meminimalisir tax gap tersebut.