Sumber: Slide tertanggal 24 Mei 2008 yang dipresentasikan oleh Darussalam dalam acara IITS dengan beberapa perubahan
SEBAGAI perusahaan yang berorientasi laba, sudah tentu suatu perusahaan domestik maupun perusahaan multinasional berusaha meminimalkan beban pajak dengan cara memanfaatkan kelemahan peraturan perpajakan dari suatu negara. Di banyak negara, skema penghindaran pajak (tax avoidance) dapat dibedakan menjadi: (i) penghindaran pajak yang diperkenankan (acceptable tax avoidance); dan (ii) penghindaran pajak yang tidak diperkenankan (unacceptable tax avoidance).
Antara suatu negara dengan negara lain bisa jadi saling berbeda pandangannya tentang skema apa saja yang dapat dikategorikan sebagai acceptable tax avoidance atau unacceptable tax avoidance. Dengan demikian, bisa saja suatu skema penghindaran pajak tertentu di suatu negara dikatakan sebagai penghindaran pajak yang tidak diperkenankan, tetapi di negara lain dikatakan sebagai penghindaran pajak yang diperkenankan. Istilah lain yang sering dipergunakan untuk menyatakan penghindaran pajak yang tidak diperkenankan adalah aggressive tax planning dan istilah untuk penghindaran pajak yang diperkenankan adalah defensive tax planning.
Dalam buku-buku perpajakan, istilah tax avoidance biasanya diartikan sebagai suatu skema transaksi yang ditujukan untuk meminimalkan beban pajak dengan memanfaatkan kelemahan (loophole) ketentuan perpajakan suatu negara. Dengan demikian, banyak ahli pajak menyatakan skema tersebut sah-sah saja (legal) karena tidak melanggar ketentuan perpajakan.
Lebih lanjut, The Asprey Comittee of Australia, seperti yang dikutip oleh Indrayagus Slamet, menyatakan bahwa tax avoidance umumnya menyangkut perbuatan yang masih dalam koridor hukum. Akan tetapi, tindakan tax avoidance berlawanan dengan maksud dari pembuat undang-undang atau bertentangan dengan ”bonafide and adequate consideration”
Lantas apa yang dimaksud dengan tax planning itu sendiri? Tax planning adalah upaya subjek pajak untuk meminimalkan pajak yang terutang melalui skema yang memang telah jelas diatur dalam peraturan perundang-undangan perpajakan dan sifatnya tidak menimbulkan sengketa antara subjek pajak dan otoritas pajak.
Sementara itu, tax evasion diartikan sebagai suatu skema memperkecil pajak yang terutang dengan cara melanggar ketentuan perpajakan (illegal) seperti dengan cara tidak melaporkan sebagian penjualan atau memperbesar biaya dengan cara fiktif.
Berkaitan dengan tax avoidance, pertanyaan yang layak kita ajukan adalah apakah suatu skema transaksi yang tujuannya semata-mata untuk penghindaran pajak (tidak ada tujuan bisnisnya) dengan cara memanfaatkan kelemahan ketentuan perpajakan yang ada dapat dibenarkan?
Dalam konteks perpajakan internasional, ada berbagai skema yang biasa dilakukan oleh perusahaan multinasional untuk melakukan penghematan pajak yaitu dengan skema seperti:
Menurut Merk (2007), dalam melakukan penghematan pajak secara internasional tersebut, subjek pajak dapat menjalankan dalam bentuk:
Pertama, substantive tax planning, yang dilakukan dengan cara berikut:
Kedua, formal tax planning, yaitu melakukan penghindaran pajak dengan cara tetap mempertahankan substansi ekonomi dari suatu transaksi dengan cara memilih berbagai bentuk formal jenis transaksi yang memberikan beban pajak yang paling rendah.
(Disadur dan disarikan dari Buku Konsep dan Aplikasi Perpajakan Internasional, 2010)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.