Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi atau peer to peer (P2P) lending harus membuat bukti pemotongan (bupot) pajak penghasilan (PPh). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Jumat (13/5/2022).
Berdasarkan pada ketentuan Pasal 3 ayat (4) PMK PMK 69/2022, penyelenggara P2P lending ditunjuk untuk melakukan pemotongan PPh atas penghasilan bunga yang diterima atau diperoleh pemberi pinjaman dari penerima pinjaman.
“Penyelenggara layanan pinjam meminjam … harus membuat bukti pemotongan pajak penghasilan dan memberikan bukti pemotongan dimaksud kepada pemberi pinjaman,” bunyi penggalan Pasal 4 ayat (1) huruf a PMK 69/2022.
Penyelenggara P2P lending dapat membuat 1 bupot PPh atas seluruh transaksi pembayaran bunga pinjaman yang diterima oleh 1 pemberi pinjaman dalam 1 masa pajak.
Penyelenggara P2P lending yang dimaksud merupakan penyelenggara layanan pinjam meminjam yang telah memiliki izin dan/atau terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Adapun pemotongan PPh dilakukan untuk PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26.
Pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif 15% dari jumlah bruto atas bunga jika pemberi pinjaman adalah wajib pajak dalam negeri dan BUT. Jika pemberi pinjaman adalah wajib pajak luar negeri selain BUT, pemotongan PPh Pasal 26 sebesar 20% dari jumlah bruto atas bunga atau sesuai dengan ketentuan dalam P3B.
Adapun atas pembayaran penghasilan bunga kepada pemberi pinjaman yang telah dilakukan pemotongan PPh oleh penyelenggara P2P lending tersebut, tidak dilakukan pemotongan PPh oleh penerima pinjaman.
Selain mengenai kewajiban pembuatan bupot PPh oleh penyelenggara P2P lending, ada pula bahasan terkait dengan faktur pajak digunggung atas penyerahan kepada konsumen akhir oleh PKP pedagang eceran. Ada pula bahasan terkait omzet tidak kena pajak wajib pajak orang pribadi UMKM.
Selain membuat bupot, penyelenggara P2P lending juga wajib menyetorkan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 yang telah dipotong ke kas negara. Penyelenggara P2P lending juga wajib melaporkan pemotongan PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 26 dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh.
Adapun tata cara pembuatan bupot PPh, penyetoran PPh yang telah dipotong, dan pelaporan SPT Masa PPh dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. (DDTCNews)
Pemberi pinjaman menerima atau memperoleh penghasilan berupa bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman melalui penyelenggara P2P lending. Penghasilan bunga ini merupakan penghasilan yang wajib dilaporkan dalam SPT Tahunan pemberi pinjaman.
Bunga pinjaman yang diterima penyelenggara P2P lending dari penerima pinjaman bukan merupakan penghasilan bagi penyelenggara P2P lending.
Bunga pinjaman yang dibayarkan penyelenggara P2P lending kepada pemberi pinjaman bukan biaya dan tidak dapat diperhitungkan sebagai pengurang dari penghasilan bruto dalam menentukan besarnya penghasilan kena pajak bagi penyelenggara P2P lending. (DDTCNews)
Faktur pajak digunggung atas penyerahan kepada konsumen akhir oleh pengusaha kena pajak (PKP) pedagang eceran bukanlah faktur pajak yang harus diunggah pada tanggal 15 sebagaimana diatur pada Pasal 18 ayat (1) PER-03/PJ/2022.
"Upload maksimal tanggal 15 bulan berikutnya hanya untuk faktur pajak keluaran saja, sedangkan penyerahan kepada konsumen akhir atau penyerahan oleh PKP pedagang eceran yang menggunakan faktur pajak digunggung tidak termasuk," tulis akun Twitter @kring_pajak merespons pertanyaan warganet. (DDTCNews)
Ditjen Pajak (DJP) kembali menegaskan dapat diajukannya pemindahbukuan atau permohonan pengembalian jika wajib pajak orang pribadi UMKM terlanjur menyetorkan PPh final PP 23/2018 padahal masih beromzet di bawah Rp500 juta.
Jika pembayaran sudah dilakukan sejak Januari—Maret 2022, wajib pajak orang pribadi UMKM dapat mengajukan pemindahbukuan atau permohonan pengembalian atas pembayaran pada masa pajak tersebut.
“Lalu, jika di masa April peredaran brutonya belum melebihi Rp500 juta maka tidak perlu menyetorkan PPh final 0,5% atas peredaran bruto yang diterima,” cuit akun Twitter Kring Pajak. (DDTCNews)
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Sarman Simanjorang meminta pemerintah untuk tidak menghentikan pemberian insentif pajak dalam waktu dekat. Dia meminta pemberian insentif berlanjut hingga ekonomi benar-benar pulih.
Sebagian sektor usaha, sambungnya, memang sudah mulai pulih setelah terdampak pandemi Covid-19. Namun demikian, para pelaku usaha masih membutuhkan dukungan dari pemerintah. Adapun dukungan itu terutama dibutuhkan untuk pelaku UMKM. (Kontan) (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.