“INDONESIA memiliki objek kena cukai paling sedikit di Asia, padahal peluangnya masih sangat luas”, ucap Anggota Komite Pengawas Perpajakan (Komwasjak) Marisi Z. Sihotang pada Episode ke-17 DDTC Podtax.
Jika dibandingkan dengan negara lain, penerapan cukai di Indonesia cenderung tertinggal. Di Thailand contohnya, saat ini telah mengenakan cukai pada lebih dari 20 objek kena cukai, sedangkan Indonesia baru memiliki tiga objek kena cukai. Simak, Perlukah Indonesia Tambah Objek Cukai Baru? Unduh Kajiannya di Sini.
Menurut Marisi, selain untuk mengatur peredaran konsumsi, cukai dapat menciptakan kesetaraan level of playing field serta keseimbangan fiskal. Pasalnya, saat ini penerimaan cukai masih bergantung pada Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang menyumbang lebih dari 96% dari total penerimaan cukai.
Sebagai informasi, pemerintah akan merealisasikan rencana simplifikasi lapisan tarif CHT sebagaimana tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No.77/PMK.01/2020 tentang rencana strategis 2020-2024. Simplifikasi ini menjadi salah satu strategi pemerintah untuk menekan modus pelanggaran penggunaan pita CHT serta menciptakan keadilan bagi industri rokok.
Selanjutnya, Marisi juga menuturkan arti penting kebijakan cukai bagi keadilan sosial. Hasil penerimaan cukai dapat dialokasikan bagi program-program kesejahteraan masyarakat seperti bantuan tunai, melalui mekanisme earmarking.
Sebagai catatan, ekstensifikasi cukai mulai dilakukan pemerintah dengan menambahkan produk plastik sebagai barang kena cukai baru. Marisi menaruh harapan agar ekstensifikasi dapat diperluas untuk jenis barang dan jasa tertentu, sesuai dengan marwah cukai itu sendiri. Penasaran? Simak selengkapnya di Youtube dan Spotify! (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.