Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - World Bank kembali menempatkan Indonesia sebagai negara berpenghasilan menengah ke atas (upper-middle income country), dari sebelumnya berada pada kategori negara berpenghasilan menengah ke bawah (lower-middle income country).
Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan pandemi Covid-19 sempat menyebabkan Indonesia turun kelas menjadi lower-middle income country. Sejalan dengan pemulihan ekonomi nasional, kini World Bank kembali memasukkan Indonesia ke dalam grup upper middle income countries.
"Ini proses pemulihan yang cepat setelah kita turun ke grup lower middle income countries di tahun 2020 karena pandemi," katanya, Senin (3/7/2023).
Jokowi mengatakan Indonesia patut bersyukur karena mampu menjaga pertumbuhan ekonominya relatif tinggi. Selama 6 kuartal berturut-turut, lanjutnya, kinerja ekonomi Indonesia tercatat mampu tumbuh di atas 5%.
Membaiknya pertumbuhan ekonomi juga sejalan dengan meningkatnya pendapatan per kapita Indonesia.
Pada 1 Juli 2021, World Bank telah menurunkan status Indonesia dari kategori upper-middle income pada 2019 menjadi lower-middle income pada 2020, dengan pendapatan nasional bruto (gross national income/GNI) turun dari US$4.050 menjadi US$3.870.
Saat ini, World Bank memiliki empat kategori negara berdasarkan GNI per kapita, yakni lower income dengan pendapatan kurang dari US$1.135, lower-middle income US$1.136-US$4.465, upper-middle income US$4.466-US$13.845, dan high income lebih dari US$13.845.
World Bank dalam publikasinya menyebut Indonesia termasuk negara yang memiliki GNI sangat dekat dengan ambang batas upper-middle income pada 2021. Dengan kondisi ini, pertumbuhan PDB yang modest pada 2022 sudah cukup untuk membawa perekonomian tersebut ke dalam kategori upper-middle income.
"Indonesia melanjutkan pemulihan pascapandemi yang kuat dan PDB riil meningkat sebesar 5,3%," bunyi publikasi World Bank.
Meski telah kembali menjadi upper-middle income country, Jokowi menegaskan Indonesia harus tetap mewaspadai berbagai risiko yang dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi. Risiko tersebut di antaranya ketegangan geopolitik yang belum mereda sehingga berimbas pada pelemahan aktivitas perdagangan internasional.
Berbagai lembaga internasional memprediksi ekonomi global akan mengalami perlambatan pada tahun ini. IMF memproyeksi pertumbuhan ekonomi global hanya sebesar 2,8%, sedangkan World Bank 2,1% dan OECD 2,6%. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.