KEBIJAKAN FISKAL

Indef: Tinjau Ulang Insentif Fiskal di Kawasan Bebas

Redaksi DDTCNews | Selasa, 21 Mei 2019 | 17:05 WIB
Indef: Tinjau Ulang Insentif Fiskal di Kawasan Bebas

JAKARTA, DDTCNews - Lembaga riset ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) menilai insentif fiskal berupa pembebasan cukai di kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas (KPBPB) perlu ditinjau ulang karena tidak tepat sasaran.

Ekonom senior Indef Enny Sri Hartati mengatakan pembebasan Barang Kena Cukai (BKC) di kawasan bebas tidak memberi nilai tambah bagi perekonomian. Alih-alih mendorong investasi kebijakan ini justru menambah masalah di kawasan perdagangan bebas seperti Batam.

"Kajian Indef mengidentifikasi tiga persoalan yang muncul dari kebijakan pembebasan BKC," katanya dalam diskusi bertajuk 'Perlukah Insentif Cukai di Kawasan Perdagangan Bebas', Selasa (21/5/2109).

Baca Juga:
Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Persoalan pertama adalah pembebasan BKC tidak menurunkan biaya hidup pekerja di KPBPB. Bebas biaya cukai terutama untuk produk turunan tembakau dan minuman beralkohol lebih kepada konsumtif daripada produktif.

Masalah kedua, sistem kuota BKC di kawasan perdagangan bebas membuka ruang kebocoran BKC nonkena cukai keluar wilayah KPBPB. Luasnya cakupan daerah bebas membuat pengawasan menjadi tidak efektif dilakukan otoritas kepabeanan dan cukai.

"Pembebasan BKC hanya bersifat konsumtif tetapi tidak mendorong investasi ke dalam kawasan tersebut," ungkapnya.

Baca Juga:
Menkeu Rilis Pedoman Pembukuan Terbaru di Bidang Kepabeanan dan Cukai

Kemudian persoalan ketiga adalah hilangnya potensi penerimaan negara dari sisi setoran cukai. Tidak tanggung-tanggung, angkanya mencapai Rp173 milar untuk satu KPBPB.

"Secara total potensi cukai yang hilang dari 4 KPBPB (Batam, Tanjung Pinang, Bintan dan Karimun) itu mencapai Rp1,1 triliun. Insentif fiskal perlu ditujukan untuk mendorong ekspor, investasi, dan kegiatan pariwisata," imbuhnya. (Bsi)

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 24 Desember 2024 | 16:30 WIB PROVINSI SUMATERA SELATAN

Realisasi Pajak Rokok di Sumsel Tak Capai Target, Ini Penyebabnya

Senin, 23 Desember 2024 | 12:00 WIB PMK 104/2024

Menkeu Rilis Pedoman Pembukuan Terbaru di Bidang Kepabeanan dan Cukai

Sabtu, 21 Desember 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Insentif Kepabeanan Tersalur Rp33,9 Triliun, Begini Dampak ke Ekonomi

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra