Pertanyaan:
Perkenalkan, saya Sonia. Sebelumnya berterima kasih telah diberikan sesi konsultasi terkait UU HPP. Saya ingin bertanya terkait penyusutan dalam keperluan perhitungan PPh. Pada UU HPP, ketentuan mengenai pendelegasian PMK yang mengatur penyusutan atas harta berwujud dalam bidang usaha tertentu dan pengelompokan harta berwujud untuk keperluan penyusutan telah dihapus.
Lantas, apakah kategorisasi harta berwujud untuk keperluan penyusutan telah menggunakan ketentuan UU HPP atau masih menggunakan ketentuan sebelumnya? Kemudian, apakah perusahaan tertentu boleh menentukan kategorisasi dan masa manfaat harta berwujud secara mandiri? Terima kasih!
Jawaban:
Terima kasih Ibu Sonia atas pertanyaan yang diberikan. Memang benar, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) memuat perubahan ketentuan mengenai penyusutan harga berwujud yang terdapat pada UU Pajak Penghasilan (PPh).
Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 11 UU PPh s.t.d.t.d UU HPP. Berikut merupakan persandingan dari perubahan ketentuan Pasal 11 ayat (7) dan ayat (11) UU PPh dan UU HPP.
Sebelum berlakunya UU HPP, ketentuan pasal 11 ayat (7) UU PPh diatur lebih terperinci melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008 tentang Penyusutan atas Pengeluaran untuk Memperoleh Harta Berwujud yang Dimiliki dan Digunakan dalam Bidang Usaha Tertentu (PMK 249/2008) s.t.d.d Peraturan Menteri Keuangan Nomor 126/PMK.01/2012 (PMK 126/2012).
Sementara itu, ketentuan pasal 11 ayat (11) UU PPh diatur lebih terperinci melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tentang Jenis-Jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan (PMK 96/2009).
Berdasarkan pada persandingan di atas dapat diketahui pendelegasian atas kedua PMK tersebut telah dihapus. Lebih lanjut, aturan pendelegasian terbaru diatur dalam pasal 32C huruf p dan q UU PPh s.t.d.t.d UU HPP yang berbunyi sebagai berikut.
“Ketentuan lebih lanjut mengenai:
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.”
Meski demikian, hingga saat ini kita masih perlu menunggu peraturan pemerintah (PP) yang mengatur mengenai pengelompokan harta berwujud dan penyusutan harta berwujud seperti yang dimaksud di atas. Simak pula artikel ‘Dirjen Pajak Sebut Aturan Pelaksana UU HPP Sedang Diharmonisasi’.
Terkait dengan pertanyaan Ibu Sonia, kita dapat merujuk pada ketentuan penutup di dalam Pasal 16 huruf b UU HPP yang berbunyi sebagai berikut.
“Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari:
dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.”
Berdasarkan pada ketentuan tersebut, saat ini Ibu Sonia masih dapat merujuk pada PMK 96/2009 terkait kategorisasi harta berwujud untuk keperluan penyusunan.
Sementara itu, terkait dengan penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang dimiliki dan digunakan bidang usaha tertentu dapat merujuk pada PMK 249/2008 s.t.d.d PMK 126/2012.
Adapun, frasa “diatur tersendiri” yang tercantum dalam Pasal 11 ayat (7) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP tidak dapat diartikan dengan perusahaan tertentu dapat menentukan kategori/masa manfaat/perhitungan penyusutan harta berwujud secara mandiri.
Berdasarkan pada penjelasan UU HPP, dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik bidang usaha tertentu—seperti perkebunan tanaman keras, kehutanan, dan peternakan—perlu diberikan “pengaturan tersendiri” untuk penyusutan harta berwujud.
Demikian jawaban kami. Semoga membantu.
Sebagai informasi, artikel Konsultasi UU HPP akan hadir setiap Selasa guna menjawab pertanyaan terkait UU HPP beserta peraturan turunannya yang diajukan ke email [email protected]. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.
(Disclaimer)
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
menarik untuk dijawab soal undang undang harmonisasi peraturan perpajakan