KONSULTASI UU HPP

Implikasi Perubahan Ketentuan Penyusutan Harta Berwujud di UU HPP

Selasa, 05 April 2022 | 16:24 WIB
Implikasi Perubahan Ketentuan Penyusutan Harta Berwujud di UU HPP

Lenida Ayumi,
DDTC Fiscal Research & Advisory.

Pertanyaan:
Perkenalkan, saya Sonia. Sebelumnya berterima kasih telah diberikan sesi konsultasi terkait UU HPP. Saya ingin bertanya terkait penyusutan dalam keperluan perhitungan PPh. Pada UU HPP, ketentuan mengenai pendelegasian PMK yang mengatur penyusutan atas harta berwujud dalam bidang usaha tertentu dan pengelompokan harta berwujud untuk keperluan penyusutan telah dihapus.

Lantas, apakah kategorisasi harta berwujud untuk keperluan penyusutan telah menggunakan ketentuan UU HPP atau masih menggunakan ketentuan sebelumnya? Kemudian, apakah perusahaan tertentu boleh menentukan kategorisasi dan masa manfaat harta berwujud secara mandiri? Terima kasih!

Jawaban:
Terima kasih Ibu Sonia atas pertanyaan yang diberikan. Memang benar, Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) memuat perubahan ketentuan mengenai penyusutan harga berwujud yang terdapat pada UU Pajak Penghasilan (PPh).

Ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 11 UU PPh s.t.d.t.d UU HPP. Berikut merupakan persandingan dari perubahan ketentuan Pasal 11 ayat (7) dan ayat (11) UU PPh dan UU HPP.


Sebelum berlakunya UU HPP, ketentuan pasal 11 ayat (7) UU PPh diatur lebih terperinci melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 249/PMK.03/2008 tentang Penyusutan atas Pengeluaran untuk Memperoleh Harta Berwujud yang Dimiliki dan Digunakan dalam Bidang Usaha Tertentu (PMK 249/2008) s.t.d.d Peraturan Menteri Keuangan Nomor 126/PMK.01/2012 (PMK 126/2012).

Sementara itu, ketentuan pasal 11 ayat (11) UU PPh diatur lebih terperinci melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.03/2009 tentang Jenis-Jenis Harta yang Termasuk dalam Kelompok Harta Berwujud Bukan Bangunan untuk Keperluan Penyusutan (PMK 96/2009).

Berdasarkan pada persandingan di atas dapat diketahui pendelegasian atas kedua PMK tersebut telah dihapus. Lebih lanjut, aturan pendelegasian terbaru diatur dalam pasal 32C huruf p dan q UU PPh s.t.d.t.d UU HPP yang berbunyi sebagai berikut.

“Ketentuan lebih lanjut mengenai:

  1. kelompok harta berwujud, masa manfaat, dan penghitungan penyusutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (6) dan ayat (6a);
  2. penyusutan atas harta berwujud yang dimiliki dan digunakan dalam bidang usaha tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (7);

diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.”

Meski demikian, hingga saat ini kita masih perlu menunggu peraturan pemerintah (PP) yang mengatur mengenai pengelompokan harta berwujud dan penyusutan harta berwujud seperti yang dimaksud di atas. Simak pula artikel ‘Dirjen Pajak Sebut Aturan Pelaksana UU HPP Sedang Diharmonisasi’.

Terkait dengan pertanyaan Ibu Sonia, kita dapat merujuk pada ketentuan penutup di dalam Pasal 16 huruf b UU HPP yang berbunyi sebagai berikut.

“Pada saat Undang-Undang ini mulai berlaku, semua peraturan perundang-undangan yang merupakan peraturan pelaksanaan dari:

  1. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3263) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan .Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4893);

dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini atau belum diganti berdasarkan Undang-Undang ini.”

Berdasarkan pada ketentuan tersebut, saat ini Ibu Sonia masih dapat merujuk pada PMK 96/2009 terkait kategorisasi harta berwujud untuk keperluan penyusunan.

Sementara itu, terkait dengan penyusutan atas pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud yang dimiliki dan digunakan bidang usaha tertentu dapat merujuk pada PMK 249/2008 s.t.d.d PMK 126/2012.

Adapun, frasa “diatur tersendiri” yang tercantum dalam Pasal 11 ayat (7) UU PPh s.t.d.t.d UU HPP tidak dapat diartikan dengan perusahaan tertentu dapat menentukan kategori/masa manfaat/perhitungan penyusutan harta berwujud secara mandiri.

Berdasarkan pada penjelasan UU HPP, dalam rangka menyesuaikan dengan karakteristik bidang usaha tertentu—seperti perkebunan tanaman keras, kehutanan, dan peternakan—perlu diberikan “pengaturan tersendiri” untuk penyusutan harta berwujud.

Demikian jawaban kami. Semoga membantu.

Sebagai informasi, artikel Konsultasi UU HPP akan hadir setiap Selasa guna menjawab pertanyaan terkait UU HPP beserta peraturan turunannya yang diajukan ke email [email protected]. Bagi Anda yang ingin mengajukan pertanyaan, silakan langsung mengirimkannya ke alamat email tersebut.

(Disclaimer)

(Disclaimer)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR

0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

Vida Yudi Yerikho 06 April 2022 | 19:39 WIB

menarik untuk dijawab soal undang undang harmonisasi peraturan perpajakan

ARTIKEL TERKAIT

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:30 WIB KPP MADYA DUA BANDUNG

Ada Coretax, Pembayaran dan Pelaporan Pajak Bakal Jadi Satu Rangkaian

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

BERITA PILIHAN