Ilustrasi. (DJP)
JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Pajak (DJP) menyebut terdapat 3 faktor yang menyebabkan insentif pajak dalam program pemulihan ekonomi nasional (PEN) belum terserap secara optimal.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan ketiga faktor tersebut berkaitan dengan kondisi ekonomi, tingkat kepatuhan wajib pajak, dan pilihan pelaku usaha untuk tidak memanfaatkan insentif.
"Kami buat perkiraan pagu insentif pajak berbasis data empiris kegiatan usaha pada 2019," katanya dalam sebuah webinar, Rabu (25/11/2020).
Hestu menjabarkan salah satu basis data empiris yang digunakan adalah kegiatan perdagangan internasional. Data ini digunakan untuk menentukan insentif terkait impor, seperti pembebasan PPh Pasal 22 Impor. Pagu insentif dihitung dari beban pajak yang akan dibebaskan dengan basis data 2019.
Namun, kegiatan impor sudah mengalami kontraksi sejak awal tahun saat pandemi mulai menyebar di Indonesia. Hal tersebut membuat pelaku usaha menurunkan volume, bahkan tidak melakukan impor. Alhasil, mereka tidak memanfaatkan insentif pembebasan pajak.
"Jadi kami hitung berapa pajak yang dibebaskan berdasarkan data 2019. Faktanya impor turun 16%-19% sejak Maret 2020 yang membuat insentif pajak terkait kegiatan impor tidak akan terserap seluruhnya,” ujar Hestu.
Kemudian, rendahnya tingkat kepatuhan wajib pajak juga berpengaruh. Hestu menjelaskan wajib pajak yang mendapatkan lampu hijau dari DJP untuk memanfaatkan insentif pajak program PEN masih belum tertib dalam menyampaikan laporan realisasi.
DJP mencatat rata-rata kepatuhan wajib pajak penerima manfaat dalam program PEN dalam melaporkan realisasi insentif setiap bulan berkisar di angka 73%-75%. Menurutnya, otoritas tidak berhenti untuk terus mengimbau wajib pajak agar rutin melaporkan realisasi insentif pajak.
"Jadi memang wajib pajak yang sudah mendapatkan persetujuan mendapatkan insentif itu tingkat kepatuhan pelaporannya masih perlu ditingkatkan karena rata-rata baru 73%-75% yang rutin laporan realisasi. Jadi masih ada sekitar 25% yang belum dan kami terus minta untuk segera lapor," terangnya.
Selanjutnya, insentif pajak tidak dimanfaatkan oleh pelaku usaha meskipun secara administratif berhak. Menurutnya, untuk faktor ini banyak ditemukan pada UMKM yang memanfaatkan skema PPh final 0,5%. Hestu menyebutkan banyak UMKM yang memilih tetap membayar pajak.
Adapun serapan stimulus bagi dunia usaha, termasuk insentif pajak, sampai dengan 11 November 2020 tercatat Rp38,64 triliun atau 32% dari pagu Rp120,6 triliun. Sementara realisasi pembiayaan korporasi baru Rp2 triliun atau 3,2% dari pagu Rp62,22 triliun. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.