ORASI ILMIAH GURU BESAR

Hakim Perlu Mengedepankan Asas Iktikad Baik di Bidang Pajak, Mengapa?

Redaksi DDTCNews | Rabu, 15 Januari 2020 | 11:56 WIB
Hakim Perlu Mengedepankan Asas Iktikad Baik di Bidang Pajak, Mengapa?

Hakim Agung Prof. M. Hary Djatmiko saat menyampaikan orasi ilmiah berjudul ‘Peranan Asas Iktikad Baik dalam Pembangunan Hukum Perpajakan Melalui Putusan Mahkamah Agung’.

JEMBER, DDTCNews – Asas iktikad baik di bidang pajak atau perpajakan internasional perlu dikedepankan oleh para hakim. Hal ini juga menjadi bagian dari upaya memberikan keadilan hukum bagi masyarakat.

Hal ini menjadi salah satu simpulan dalam orasi ilmiah berjudul ‘Peranan Asas Iktikad Baik dalam Pembangunan Hukum Perpajakan Melalui Putusan Mahkamah Agung’ yang dibawakan Hakim Agung M. Hary Djatmiko. Dengan orasi ilmiah itu, Harry dikukuhkan sebagai Profesor Ilmu Hukum Universitas Jember.

“[Dengan] peranan iktikad baik diharapkan para hakim akan mampu melaksanakan interpretasi hukum, khususnya dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi,” jelasnya di Auditorium Universitas Jember, Rabu (15/1/2020).

Baca Juga:
Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Dengan penggunaan asas iktikad baik tersebut, sambungnya, hakim juga bisa menempatkan skala prioritas dalam mengatur dan mengharmonisasikan dua aturan norma hukum, hak, serta kewajiban pembagian perpajakan dari masing-masing negara secara seimbang.

Asas iktikad baik di bidang pajak atau perpajakan internasional telah diatur dalam Pasal 11 UUD 1945 junto Pasal 9 UU No.24/2000 tentang Perjanjian Internasional junto Pasal 32A UU No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah terakhir dengan UU No.36/2009.

Peran seorang hakim dalam menempatkan iktikad baik bagi lembaga peradilan, sambungnya, mencerminkan tiga pilar utama pertama, adanya kepastian hukum. Kedua, adanya kemanfaatan hukum bagi masyarakat. Ketiga, adanya keadilan hukum yang dirasakan oleh masyarakat.

Baca Juga:
Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

Dalam tataran pendidikan, Harry melihat tidak semua fakultas hukum di Indonesia menempatkan deskripsi pembahasan asas iktikad baik menjadi topik yang dijelaskan dengan detail, termasuk mencakup hubungan antara hukum privat dan hukum publik.

Pada umumnya, pembahasan hanya bersifat terminologi dan tidak mengupas secara substansial. Padahal, menurutnya, penerapan asas iktikad baik dapat diperluas dalam penyelenggaraan negara karena diskresi terjadi dalam yurisdiksi, legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Dalam konteks kurikulum fakultas hukum, dia berpendapat pentingnya untuk menempatkan asas iktikad baik tidak hanya sebagai instrumen dan sarana hukum, tetapi juga sebagai pembangunan watak dan moral anak didik. Sehingga, para penegak hukum yang bermoral.

Baca Juga:
Persiapan Persidangan di Pengadilan Pajak yang Wajib Pajak Perlu Tahu

Selain itu, iktikad baik sebagai ambeg paramaarta (prioritas) dalam menjalankan instrumen dan sarana hukum. Hal ini terkait dengan pelaksanaan diskresi dalam yursidiksi kebijakan hukum, omnibus law, dan harmonisasi hukum atas penyelenggaraan negara.

“Cita-cita hukum yang melahirkan putusan peradilan bermartabat harus memiliki nilai-nilai ketuhanan yang mendasarkan kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum yang saling dijiwai dan menjiwai iktikad baik dan nilai-nilai Pancasila,” jelas Hary.

Dalam kesempatan itu, Hary mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan sehingga dia dikukuhkan sebagai Guru Besar Universitas Jember. Pencapaian tersebut, lanjutnya, tidak mudah karena membutuhkan pengakuan keprofesionalan dan rekomendasi dari berbagai pihak. (kaw)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

Jumat, 31 Januari 2025 | 19:00 WIB PMK 136/2024

Pajak Minimum Global Bagi WP CbCR Bisa Dinolkan, Begini Kriterianya

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP

BERITA PILIHAN
Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:15 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Naikkan Biaya SLO Listrik, Kecuali Pelanggan 450 dan 900 VA

Sabtu, 01 Februari 2025 | 14:30 WIB PILKADA 2024

Prabowo Ingin Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 segera Dilantik

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Pengumuman bagi Eksportir-Importir! Layanan Telepon LNSW Tak Lagi 24/7

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses