Hakim Agung Prof. M. Hary Djatmiko saat menyampaikan orasi ilmiah berjudul ‘Peranan Asas Iktikad Baik dalam Pembangunan Hukum Perpajakan Melalui Putusan Mahkamah Agung’.
JEMBER, DDTCNews – Asas iktikad baik di bidang pajak atau perpajakan internasional perlu dikedepankan oleh para hakim. Hal ini juga menjadi bagian dari upaya memberikan keadilan hukum bagi masyarakat.
Hal ini menjadi salah satu simpulan dalam orasi ilmiah berjudul ‘Peranan Asas Iktikad Baik dalam Pembangunan Hukum Perpajakan Melalui Putusan Mahkamah Agung’ yang dibawakan Hakim Agung M. Hary Djatmiko. Dengan orasi ilmiah itu, Harry dikukuhkan sebagai Profesor Ilmu Hukum Universitas Jember.
“[Dengan] peranan iktikad baik diharapkan para hakim akan mampu melaksanakan interpretasi hukum, khususnya dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi,” jelasnya di Auditorium Universitas Jember, Rabu (15/1/2020).
Dengan penggunaan asas iktikad baik tersebut, sambungnya, hakim juga bisa menempatkan skala prioritas dalam mengatur dan mengharmonisasikan dua aturan norma hukum, hak, serta kewajiban pembagian perpajakan dari masing-masing negara secara seimbang.
Asas iktikad baik di bidang pajak atau perpajakan internasional telah diatur dalam Pasal 11 UUD 1945 junto Pasal 9 UU No.24/2000 tentang Perjanjian Internasional junto Pasal 32A UU No.7/1983 tentang Pajak Penghasilan yang telah diubah terakhir dengan UU No.36/2009.
Peran seorang hakim dalam menempatkan iktikad baik bagi lembaga peradilan, sambungnya, mencerminkan tiga pilar utama pertama, adanya kepastian hukum. Kedua, adanya kemanfaatan hukum bagi masyarakat. Ketiga, adanya keadilan hukum yang dirasakan oleh masyarakat.
Dalam tataran pendidikan, Harry melihat tidak semua fakultas hukum di Indonesia menempatkan deskripsi pembahasan asas iktikad baik menjadi topik yang dijelaskan dengan detail, termasuk mencakup hubungan antara hukum privat dan hukum publik.
Pada umumnya, pembahasan hanya bersifat terminologi dan tidak mengupas secara substansial. Padahal, menurutnya, penerapan asas iktikad baik dapat diperluas dalam penyelenggaraan negara karena diskresi terjadi dalam yurisdiksi, legislatif, eksekutif, dan yudikatif.
Dalam konteks kurikulum fakultas hukum, dia berpendapat pentingnya untuk menempatkan asas iktikad baik tidak hanya sebagai instrumen dan sarana hukum, tetapi juga sebagai pembangunan watak dan moral anak didik. Sehingga, para penegak hukum yang bermoral.
Selain itu, iktikad baik sebagai ambeg paramaarta (prioritas) dalam menjalankan instrumen dan sarana hukum. Hal ini terkait dengan pelaksanaan diskresi dalam yursidiksi kebijakan hukum, omnibus law, dan harmonisasi hukum atas penyelenggaraan negara.
“Cita-cita hukum yang melahirkan putusan peradilan bermartabat harus memiliki nilai-nilai ketuhanan yang mendasarkan kepastian, keadilan, dan kemanfaatan hukum yang saling dijiwai dan menjiwai iktikad baik dan nilai-nilai Pancasila,” jelas Hary.
Dalam kesempatan itu, Hary mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah memberikan dukungan sehingga dia dikukuhkan sebagai Guru Besar Universitas Jember. Pencapaian tersebut, lanjutnya, tidak mudah karena membutuhkan pengakuan keprofesionalan dan rekomendasi dari berbagai pihak. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.