Ilustrasi. Pengendara mobil mengantre memasuki Gerbang Tol Cikampek Utama, Tol Jakarta - Cikampek, Karawang, Jawa Barat, Rabu (28/6/2023). ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A/foc.
JAKARTA, DDTCNews – Dalam perlakuan pajak penghasilan (PPh) atas natura dan/atau kenikmatan, penilaian atas kendaraan dari pemberi kerja bisa masuk ke 2 skema.
Pelaksana Direktorat Peraturan Perpajakan II DJP Rahma Intan mengatakan kendaraan tidak secara otomatis masuk kelompok natura. Kendaraan dari pemberi kerja, sambungnya, bisa juga masuk kelompok kenikmatan.
“Jadi kalau kendaraan itu diserahterimakan kepada pegawai atau hak kepemilikannya itu beralih dari perusahaan kepada pegawai maka itu natura. Kalau kendaraan itu hanya dipinjami saja maka itu berupa fasilitas [kenikmatan],” ujarnya dalam TaxLive episode 97, dikutip pada Kamis (20/7/2023).
Jika masuk kelompok penghasilan dalam bentuk natura, penilaian menggunakan nilai pasar. Sementara itu, jika kendaraan masuk kelompok penghasilan dalam bentuk kenikmatan, penilaian sesuai dengan biaya yang dikeluarkan atau seharusnya dikeluarkan pemberi.
Adapun dalam konteks fasilitas kendaraan, PMK 66/2023 memuat batasan tertentu yang dikecualikan dari objek PPh.
Fasilitas kendaraan dapat dikecualikan dari objek PPh dengan batasan diterima atau diperoleh pegawai yang tidak memiliki penyertaan modal pada pemberi kerja dan mempunyai rata-rata penghasilan bruto dalam 12 bulan terakhir maksimal Rp100 juta per bulan dari pemberi kerja.
Rahma Intan mengatakan pemberi penggantian/imbalan dalam bentuk natura dan/atau kenikmatan berkewajiban untuk memotong PPh sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan mulai masa pajak Juli 2023.
Sesuai dengan ketentuan Pasal 23 ayat (4) PMK 66/2023, atas natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh pada masa pajak Januari 2023 sampai dengan masa pajak Juni 2023 dikecualikan dari pemotongan oleh pemberi kerja atau pemberi penggantian/imbalan.
Namun, Pasal 24 PMK 66/2023 memuat ketentuan atas natura dan/atau kenikmatan yang diterima atau diperoleh pada 1 Januari 2023 –30 Juni 2023 yang belum dilakukan pemotongan PPh oleh pemberi kerja atau pemberi penggantian/imbalan.
”Atas PPh yang terutang [terkait natura dan/atau kenikmatan pada 1 Januari 2023 –30 Juni 2023] wajib dihitung dan dibayar sendiri serta dilaporkan oleh penerima dalam Surat Pemberitahuan PPh,” bunyi penggalan Pasal 24 PMK 66/2023. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.