KEBIJAKAN KEPABEANAN

Godok PMK Baru, Pemerintah Bakal Atur Syarat Jadi Spesialis Kepabeanan

Nora Galuh Candra Asmarani | Senin, 23 September 2024 | 13:30 WIB
Godok PMK Baru, Pemerintah Bakal Atur Syarat Jadi Spesialis Kepabeanan

Ilustrasi.

JAKARTA, DDTCNews – Kementerian Keuangan tengah menyusun Rancangan Peraturan Menteri Keuangan (RPMK) tentang Spesialis Kepabeanan. RPMK tersebut salah satunya mengatur perihal syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang yang ingin menjadi spesialis kepabeanan.

Merujuk RPMK tersebut, spesialis kepabeanan adalah orang yang memiliki keahlian di bidang kepabeanan dan telah memperoleh izin dari menteri keuangan untuk memberikan jasa di bidang Kepabeanan. Sesuai dengan pengertian itu, syarat utama bagi seseorang agar bisa menjadi spesialis kepabeanan adalah mengantongi izin.

“Setiap orang yang memberikan jasa spesialis kepabeanan wajib terlebih dahulu memperoleh izin sebagai Spesialis Kepabeanan dari menteri keuangan,” bunyi Pasal 2 ayat (1) RPMK Spesialis Kepabeanan, dikutip pada Senin (23/9/2024).

Baca Juga:
Ajukan NPWP Non-Efektif, WP Perlu Cabut Status PKP Dahulu

Kendati demikian, menteri keuangan mendelegasikan wewenang pemberian izin spesialis kepabeanan kepada kepala pusat pembinaan profesi keuangan (PPPK). Dengan kata lain, izin spesialis kepabeanan akan diberikan oleh kepala PPPK.

RPMK tersebut pun telah memerinci 11 syarat yang harus dipenuhi agar seseorang bisa memperoleh izin sebagai spesialis kepabeanan. Pertama, warga negara indonesia (WNI) yang berdomisili di wilayah negara Indonesia.

Kedua, paling rendah berpendidikan diploma tiga (D3) atau setara. Ketiga, lulus ujian sertifikasi spesialis kepabeanan dari Badan Pendidikan dan Pelatihan Keuangan (BPPK).

Baca Juga:
‘Tak Hanya Unggul Teknis, SDM Kemenkeu Juga Perlu Berintegritas’

Keempat, telah mengikuti pendidikan profesional berkelanjutan (PPL_ paling sedikit 12 satuan kredit poin (SKP) dalam 2 tahun terakhir apabila tanggal kelulusan ujian sertifikasi spesialis kepabeanan telah melewati masa 2 tahun.

Kelima, memiliki pengalaman kerja di bidang kepabeanan paling sedikit 1 tahun terakhir. Keenam, menjadi anggota asosiasi spesialis kepabeanan. Ketujuh, status wajib pajak valid. Kedelapan, tidak sedang bekerja atau memiliki jabatan pada lembaga pemerintahan atau lembaga negara.

Kesembilan, tidak pernah dikenai sanksi pencabutan izin spesialis kepabeanan. Kesepuluh, tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana.

Baca Juga:
DJP Terbitkan Buku Manual Coretax terkait Modul Pembayaran

Kesebelas, dalam hal pemohon adalah pensiunan Pegawai Negeri Sipil (PNS) Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) atau pensiunan PNS yang pernah mengabdikan diri di DJBC harus memenuhi 2 syarat berikut:

  • telah melewati jangka waktu 1 tahun sejak surat keputusan pensiun; dan
  • tidak pernah dikenai sanksi hukuman disiplin tingkat berat terkait penyalahgunaan
    wewenang.

Namun, syarat kedelapan tidak berlaku bagi pimpinan atau pegawai pada lembaga pendidikan. Nanti, permohonan izin spesialis kepabeanan bisa diajukan kepada kepala PPPK secara elektronik dengan melampirkan dokumen yang membuktikan pemenuhan syarat serta sejumlah dokumen lainnya.

Dokumen yang dipersyaratkan dalam permohonan tersebut di antaranya adalah surat pernyataan memiliki atau tidak memiliki hubungan kekerabatan sedarah dan semenda sampai dengan derajat pertama dengan PNS di DJP.

Perlu diperhatikan, ketentuan syarat tersebut masih berupa rancangan. Guna mendapat masukan dan tanggapan dari masyarakat, PPPK pun kini tengah membuka konsultasi publik mengenai rancangan tersebut. Konsultasi publik tersebut dibuka hingga 25 September 2024. Simak Susun RPMK tentang Spesialis Kepabeanan, PPPK Minta Masukan Publik (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 02 Februari 2025 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ajukan NPWP Non-Efektif, WP Perlu Cabut Status PKP Dahulu

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:30 WIB KEPALA BPPK ANDIN HADIYANTO

‘Tak Hanya Unggul Teknis, SDM Kemenkeu Juga Perlu Berintegritas’

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Buku Manual Coretax terkait Modul Pembayaran

BERITA PILIHAN
Minggu, 02 Februari 2025 | 15:30 WIB PMK 119/2024

Bertambah! Aspek Penelitian Restitusi Dipercepat WP Kriteria Tertentu

Minggu, 02 Februari 2025 | 15:00 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Ajukan NPWP Non-Efektif, WP Perlu Cabut Status PKP Dahulu

Minggu, 02 Februari 2025 | 14:30 WIB KEPALA BPPK ANDIN HADIYANTO

‘Tak Hanya Unggul Teknis, SDM Kemenkeu Juga Perlu Berintegritas’

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Buku Manual Coretax terkait Modul Pembayaran

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:15 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Lima Hal yang Membuat Suket PP 55 Dicabut Kantor Pajak

Minggu, 02 Februari 2025 | 13:00 WIB KOTA BANTUL

Banyak Penambang Tak Terdaftar, Setoran Pajak MBLB Hanya Rp20,9 Juta

Minggu, 02 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX DJP

PIC Kini Bisa Delegasikan Role Akses Pemindahbukuan di Coretax DJP

Minggu, 02 Februari 2025 | 11:30 WIB KOTA MEDAN

Wah! Medan Bisa Kumpulkan Rp784,16 Miliar dari Opsen Pajak

Minggu, 02 Februari 2025 | 10:30 WIB PMK 116/2024

Organisasi dan Tata Kerja Setkomwasjak, Unduh Peraturannya di Sini