KEBIJAKAN CUKAI

Fenomena Downtrading Gerus Setoran Cukai Rokok, Pengawasan Digencarkan

Dian Kurniati | Minggu, 08 September 2024 | 09:00 WIB
Fenomena Downtrading Gerus Setoran Cukai Rokok, Pengawasan Digencarkan

Ilustrasi. Pekerja mengemas tembakau dalam keranjang di gudang tembakau perwakilan pabrikan rokok, Temanggung, Jawa Tengah, Rabu (4/9/2024). Sejumlah pabrik rokok besar membeli tembakau Temanggung dengan harga berkisar Rp50.000 - Rp75.000 per kilogram untuk grade C dan D. ANTARA FOTO/Anis Efizudin/rwa.

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) menyatakan fenomena peralihan konsumsi ke rokok dengan harga lebih murah (downtrading) menjadi salah satu penyebab perlambatan kinerja penerimaan cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun ini.

Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan fenomena downtrading sulit dihindari karena merupakan implikasi dari kenaikan tarif cukai rokok. Namun, DJBC tetap berupaya memperkuat pengawasan terhadap rokok ilegal senhingga tidak makin menggerus penerimaan negara.

"Pasti begitu [penerimaan dioptimalkan], tetapi tantangannya kan produksi turun yang golongan 1," katanya, dikutip pada Minggu (8/9/2024).

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Askolani menuturkan downtrading menjadi fenomena ekonomi ketika konsumen beralih pada produk rokok yang lebih murah. Perubahan perilaku konsumsi tersebut pada akhirnya turut memengaruhi penerimaan CHT.

Produksi rokok golongan 1 menjadi yang paling elastis terhadap kenaikan tarif cukai. Dalam hal ini, konsumen rokok golongan 1 akan beralih pada rokok golongan 2 dan 3.

Meski demikian, kenaikan konsumsi rokok golongan 2 dan 3 ini tidak mampu mengompensasi penerimaan CHT dari golongan 1.

Baca Juga:
Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Askolani menyebut DJBC akan mengawasi fenomena downtrading murni karena alasan ekonomi, bukan akibat pabrikan rokok melekatkan pita cukai golongan 2 atau 3 pada produk rokok golongan 1 sehingga menjadi ilegal.

"Ini yang kami terus jagain [dari peredaran rokok ilegal]," ujarnya.

Hingga Juli 2024, penerimaan CHT tercatat senilai Rp111,33 triliun atau 48,32% dari target Rp230,41 triliun. Penerimaan CHT ini mulai tumbuh 0,09%, setelah mengalami kontraksi pada bulan-bulan sebelumnya. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:30 WIB KPP PRATAMA BADUNG SELATAN

Kantor Pajak Minta WP Tenang Kalau Didatangi Petugas, Ini Alasannya