PENERIMAAN PAJAK

Estimasi Shortfall Penerimaan Pajak Melebar Lagi, Ini Kata Sri Mulyani

Dian Kurniati | Jumat, 13 November 2020 | 09:53 WIB
Estimasi Shortfall Penerimaan Pajak Melebar Lagi, Ini Kata Sri Mulyani

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Kamis (12/11/2020)

JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan alasan adanya bantalan untuk menahan risiko shortfall – selisih kurang antara realisasi dan target – penerimaan pajak 2020 tidak terlalu dalam.

Sri Mulyani mengatakan pemerintah telah mengoreksi ke bawah target penerimaan pajak sebesar 10% dalam UU APBN 2020 melalui Perpres No. 72/2020 karena pandemi Covid-19. Namun, masih ada risiko kontraksi penerimaan pajak dalam karena realisasi hingga September 2020 sudah minus 16,9%.

"Dulu saya presentasi di sini, estimasi penerimaan pajak kontraksinya diestimasikan 10%-11%. Namun, sekarang kita lihat sudah [minus] di 16%. Berarti ada penurunan penerimaan dibandingkan target di dalam Perpres 72. Ini yang sedang disusun supaya ada buffer-nya," katanya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Kamis (13/11/2020).

Baca Juga:
Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sri Mulyani mengatakan telah merelokasi sejumlah anggaran pada pos stimulus insentif usaha pada program PEN yang senilai total Rp120,61 triliun. Simak artikel ‘Lihat Risiko Shortfall Pajak, Sri Mulyani Otak-Atik Lagi Pagu Insentif’.

Semula, insentifnya hanya meliputi pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan PPh Pasal 22 impor, potongan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50%, percepatan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN), penurunan tarif PPh badan, dan sedikit cadangan untuk insentif pajak lainnya.

Dengan beberapa relokasi anggaran, kini ada stimulus tambahan berupa pembebasan biaya abonemen listrik dan insentif bea masuk DTP pada Kementerian Perindustrian. Selain itu, ada pula bantalan shortfall pajak senilai Rp47,2 triliun.

Sri Mulyani menyebut adanya bantalan shortfall tersebut setelah mempertimbangkan realisasi penerimaan pajak yang hingga September 2020 baru tercatat Rp750,6 triliun atau 62,6% terhadap target APBN 2020 dalam Perpres No. 72/2020 senilai Rp1.198,8 triliun.

Realisasi penerimaan pajak itu tercatat masih mengalami kontraksi 16,9%. Kontraksi penerimaan pajak tersebut bahkan lebih dalam dibandingkan dengan performa akhir bulan sebelumnya yang sebesar 15,6%.

Baca Juga:
DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses

Jika insentif pajak tidak terpakai seluruhnya hingga akhir tahun, menurut Sri Mulyani, pemerintah juga akan menggunakan sisanya sebagai tambahan bantalan shortfall.

"Kami memang menggunakan cadangan untuk insentif usaha perpajakan yang tidak terserap, akan dijadikan sebagai buffer dari penurunan penerimaan pajak yang jauh lebih dalam," ujarnya.

Adapun hingga hingga 4 November 2020, realisasi pemanfaatan insentif pajak tercatat baru Rp38,13 triliun. Realisasi itu setara dengan 31,6% dari pagu Rp120,61 triliun atau 52% jika tidak memperhitungkan bantalan shortfall pajak.

Baca Juga:
Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

Sri Mulyani menegaskan Ditjen Pajak (DJP) tetap akan melakukan upaya optimalisasi penerimaan pajak walaupun pemerintah telah menyiapkan bantalan shortfall.

"Di satu sisi saya minta [Dirjen Pajak] Pak Suryo untuk tetap memaksimalkan. Namun, kami juga tahu, banyak dunia usaha sedang masa sulit hari ini sehingga kita terus hati-hati," imbuhnya. (kaw)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:00 WIB CORETAX SYSTEM

DJP Terbitkan Panduan Coretax terkait PIC, Impersonate dan Role Akses

Sabtu, 01 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Jadi Kontributor Pajak Terbesar, Manufaktur Diklaim Pulih Merata

Jumat, 31 Januari 2025 | 13:25 WIB TAX CENTER UNIVERSITAS ADVENT SURYA NUSANTARA

Gratis untuk Umum! Sosialisasi Soal Coretax, PPN 12%, dan SAK EMKM-EP

BERITA PILIHAN
Minggu, 02 Februari 2025 | 08:30 WIB AMERIKA SERIKAT

AS Resmi Mulai Kenakan Bea Masuk Atas Barang Kanada, Meksiko, China

Minggu, 02 Februari 2025 | 08:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Diskon Tiket Pesawat Ada Lagi Saat Lebaran, Upaya Kendalikan Inflasi

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

NPWP Sementara 9990000000999000, Dipakai Jika NIK Tak Valid di e-Bupot

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:15 WIB KEBIJAKAN ENERGI

Pemerintah Naikkan Biaya SLO Listrik, Kecuali Pelanggan 450 dan 900 VA

Sabtu, 01 Februari 2025 | 14:30 WIB PILKADA 2024

Prabowo Ingin Kepala Daerah Hasil Pilkada 2024 segera Dilantik

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:30 WIB LAYANAN KEPABEANAN

Pengumuman bagi Eksportir-Importir! Layanan Telepon LNSW Tak Lagi 24/7

Sabtu, 01 Februari 2025 | 13:00 WIB RESUME PUTUSAN PENINJAUAN KEMBALI

Sengketa PPh Pasal 23 Akibat Transaksi Pinjaman Tanpa Bunga

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:45 WIB BERITA PAJAK SEPEKAN

Tenang! Surat Teguran ‘Gaib’ karena Coretax Eror Bisa Dibatalkan DJP

Sabtu, 01 Februari 2025 | 12:30 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Hal-Hal yang Diteliti DJP terkait Pengajuan Pengembalian Pendahuluan