Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Kamis (12/11/2020)
JAKARTA, DDTCNews – Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan alasan adanya bantalan untuk menahan risiko shortfall – selisih kurang antara realisasi dan target – penerimaan pajak 2020 tidak terlalu dalam.
Sri Mulyani mengatakan pemerintah telah mengoreksi ke bawah target penerimaan pajak sebesar 10% dalam UU APBN 2020 melalui Perpres No. 72/2020 karena pandemi Covid-19. Namun, masih ada risiko kontraksi penerimaan pajak dalam karena realisasi hingga September 2020 sudah minus 16,9%.
"Dulu saya presentasi di sini, estimasi penerimaan pajak kontraksinya diestimasikan 10%-11%. Namun, sekarang kita lihat sudah [minus] di 16%. Berarti ada penurunan penerimaan dibandingkan target di dalam Perpres 72. Ini yang sedang disusun supaya ada buffer-nya," katanya dalam rapat kerja bersama Komisi XI DPR RI, Kamis (13/11/2020).
Sri Mulyani mengatakan telah merelokasi sejumlah anggaran pada pos stimulus insentif usaha pada program PEN yang senilai total Rp120,61 triliun. Simak artikel ‘Lihat Risiko Shortfall Pajak, Sri Mulyani Otak-Atik Lagi Pagu Insentif’.
Semula, insentifnya hanya meliputi pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP), pembebasan PPh Pasal 22 impor, potongan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 50%, percepatan restitusi pajak pertambahan nilai (PPN), penurunan tarif PPh badan, dan sedikit cadangan untuk insentif pajak lainnya.
Dengan beberapa relokasi anggaran, kini ada stimulus tambahan berupa pembebasan biaya abonemen listrik dan insentif bea masuk DTP pada Kementerian Perindustrian. Selain itu, ada pula bantalan shortfall pajak senilai Rp47,2 triliun.
Sri Mulyani menyebut adanya bantalan shortfall tersebut setelah mempertimbangkan realisasi penerimaan pajak yang hingga September 2020 baru tercatat Rp750,6 triliun atau 62,6% terhadap target APBN 2020 dalam Perpres No. 72/2020 senilai Rp1.198,8 triliun.
Realisasi penerimaan pajak itu tercatat masih mengalami kontraksi 16,9%. Kontraksi penerimaan pajak tersebut bahkan lebih dalam dibandingkan dengan performa akhir bulan sebelumnya yang sebesar 15,6%.
Jika insentif pajak tidak terpakai seluruhnya hingga akhir tahun, menurut Sri Mulyani, pemerintah juga akan menggunakan sisanya sebagai tambahan bantalan shortfall.
"Kami memang menggunakan cadangan untuk insentif usaha perpajakan yang tidak terserap, akan dijadikan sebagai buffer dari penurunan penerimaan pajak yang jauh lebih dalam," ujarnya.
Adapun hingga hingga 4 November 2020, realisasi pemanfaatan insentif pajak tercatat baru Rp38,13 triliun. Realisasi itu setara dengan 31,6% dari pagu Rp120,61 triliun atau 52% jika tidak memperhitungkan bantalan shortfall pajak.
Sri Mulyani menegaskan Ditjen Pajak (DJP) tetap akan melakukan upaya optimalisasi penerimaan pajak walaupun pemerintah telah menyiapkan bantalan shortfall.
"Di satu sisi saya minta [Dirjen Pajak] Pak Suryo untuk tetap memaksimalkan. Namun, kami juga tahu, banyak dunia usaha sedang masa sulit hari ini sehingga kita terus hati-hati," imbuhnya. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.