Kepala DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji saat berbicara dalam seminar AEoI di Kampus Universitas Kristen Petra Surabaya, Jumat (11/5). (Foto: DDTCNews)
SURABAYA, DDTCNews – Universitas Kristen Petra Surabaya menggelar seminar nasional bertajuk Embracing Changes Within Automatic Exchange of Information (AEoI) pada Jumat (11/5) pekan lalu. Saat ini, isu keterbukaan informasi ini menjadi penting dan menjadi perhatian kalangan wajib pajak.
Kepala DDTC Fiscal Research B. Bawono Kristiaji yang menjadi narasumber dalam seminar itu, mengatakan sejumlah negara atau yurisdiksi di dunia berkomitmen untuk menerapkan AEoI. Mengingat, program ini mampu meningkatkan kepatuhan wajib pajak terutama dalam hal aktivitas menyembunyikan hartanya di luar negeri, seiring mendorong penerimaan pajak dari wajib pajak belum patuh.
Dalam konteks Indonesia, hal ini diatur dalam UU No. 9 Tahun 2017 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2017 tentang Akses Informasi Keuangan untuk Kepentingan Perpajakan menjadi Undang-Undang (UU No. 9 Tahun 2017).
“UU No. 9 Tahun 2017 mewajibkan nasabah lembaga keuangan untuk melaporkan data nasabahnya kepada Ditjen Pajak. Tak hanya berlaku di domestik, Ditjen Pajak pun bisa meminta data dan informasi nasabah yang sengaja menghindari pajak di Indonesia dengan menyembunyikan harta di luar negeri,” ungkapnya di Kampus Universitas Petra Surabaya.
Sebelumnya pemerintah telah menerapkan program tax amnesty sebagai sarana untuk menjembatani wajib pajak dalam menyambut AEoI. Terbukti dana repatriasi dan deklarasi luar negeri cukup besar dari beberapa yurisdiksi, termasuk yurisdiksi suaka pajak (tax havens).
Di samping itu, tingkat kepatuhan pajak Indonesia sejak 2013-2017 juga menjadi salah satu diberlakukannya program AEoI. Secara berurutan, rasio kepatuhan Indonesia 56,21% (2013), 59,12% (2014), 60,42% (2015), 63,15% (2016) dan 72,60% (2017). Akan tetapi, hal ini hanya mengacu pada kepatuhan secara formal saja.
Lebih lanjut program AEoI pun menjadi upaya untuk memperbaiki kinerja penerimaan pajak yang kerap tidak mencapai target sejak 2009. Pada 2017, realisasi penerimaan pajak hanya berhasil mencapai Rp1.151,1 triliun atau 89,7% dari target yang dipatok Rp1.283,6 triliun.
Implementasi AEoI pun sudah diatur pemerintah agar tidak disalahgunakan, seperti halnya data nasabah yang diperoleh hanya diperuntukkan pada kepentingan perpajakan, jaminan keamanan dan kerahasiaan data nasabah, akses hanya diberikan kepada pejabat tertentu, serta adanya sanksi bagi pihak yang membocorkan
Saat ini, otoritas pajak masih mengolah data yang baru saja diterimanya dari lembaga jasa keuangan seiring dilakukan pengecekan dengan membandingkan data yang diperoleh dengan data yang dicantumkan dalam surat pemberitahuan (SPT) pajak tahunan. (Amu)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.