Ilustrasi. Seorang pengunjung mendatangi stan PT Pertamina (Persero) di Oil and Gas Asia (OGA) 2022 di Kuala Lumpur, Kamis (15/9/2022). ANTARA FOTO/Virna Puspa Setyorini/hp.
JAKARTA, DDTCNews - Pertamina Patra Niaga, sebagai Subholding Commercial & Trading PT Pertamina (Persero), mulai menerapkan inisiatif Green Fuel Project untuk mewujudkan pemenuhan kebutuhan energi secara berkelanjutan.
Direktur Utama Pertamina Patra Niaga Alfian Nasution mengatakan inisiatif Green Fuel Project akan menjadi salah satu solusi bagi konsumen industri dalam memenuhi tantangan dan kebijakan terkait dengan pajak karbon dan nilai ekonomi karbon.
Nanti, sambungnya, Pertamina Patra Niaga akan menjual produk BBM eksisting yang dikombinasikan dengan solusi karbon.
"Ini akan menjadi solusi kepada pelaku industri yang akan dikenakan pajak karbon. Skemanya dalam bentuk netral fuel atau mekanisme lainnya berupa offset dengan carbon credit," katanya dalam keterangan resmi, Rabu (21/9/2022).
Alfian menuturkan perusahaan terus mengambil peran sebagai pionir dalam mendukung transisi menuju penggunaan energi ramah lingkungan dan upaya penurunan emisi.
Menurutnya, Green Fuel Project akan menjadi inisiatif awal dari Pertamina sembari menunggu peraturan tentang pajak karbon dan nilai ekonomi karbon ditetapkan pemerintah.
Pelaksanaan pajak karbon tersebut telah diatur dalam UU No. 7/2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Rencananya, pemungutan pajak karbon akan menggunakan mekanisme cap and trade.
Dalam praktiknya, pemerintah akan menetapkan cap emisi suatu sektor sehingga pajak yang dibayar hanya selisih antara karbon yang dihasilkan dengan cap. Selain itu, terdapat pula skema perdagangan karbon atau kegiatan jual-beli kredit karbon.
Dengan skema tersebut, perusahaan penghasil emisi dapat membeli kredit karbon dari proyek-proyek hijau atau ramah lingkungan. Hasil pembelian kredit karbon itulah yang dapat menjadi pengurang pajak sehingga bakal menguntungkan bagi pelaku usaha.
Sebagai langkah awal, pajak karbon bakal dikenakan pada PLTU batubara. Jenis pajak ini semula direncanakan mulai berlaku pada 1 April 2022 dan sempat mundur menjadi 1 Juli 2022 karena menunggu kesiapan mekanisme pasar karbon. Namun, hingga saat ini, pajak karbon tak kunjung diimplementasikan.
Alfian menyebut Pertamina Patra Niaga telah melaksanakan penandatanganan kerja sama dengan 2 konsumen industrinya, yakni penjajakan kerja sama yang dimulai dengan penandatanganan Letter of Intent (LOI) Green Fuel Project dengan PT Bhimasena Power Indonesia dan Memorandum of Understanding (MoU) dengan PT Putra Perkasa Abadi mengenai pemenuhan bahan bakar industri dalam skala besar.
Melalui Green Fuel Project ini, PT Bhimasena Power dapat memanfaatkan skema tersebut untuk mengurangi ekspose produksi emisi yang berimbas kepada pajak karbon perusahaan.
Sementara itu, dengan PT Putra Perkasa Abadi, Pertamina Patra Niaga berkomitmen mendukung kebutuhan bahan bakar bagi kendaraan dan alat-alat tambang yang digunakan.
Sebagai salah satu pemasok utama bagi industri pertambangan, lanjut Alfian, Pertamina Patra Niaga siap menyediakan kebutuhan BBM bagi seluruh konsumen industri yang dilayani.
"Kesiapan kami dalam memenuhi kebutuhan energi ini dibarengi dengan kesiapan kami mengikuti dan memenuhi target transisi energi, dekarbonisasi, dan pengurangan emisi," ujarnya. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.