AMERIKA SERIKAT

Dua Sisi Reformasi Pajak AS: Kompetisi atau Koordinasi?

Redaksi DDTCNews | Kamis, 18 Januari 2018 | 14:33 WIB
Dua Sisi Reformasi Pajak AS: Kompetisi atau Koordinasi?

FLORIDA, DDTCNews – Reformasi pajak Amerika Serikat (AS) resmi bergulir pada pembukaan tahun 2018. Sebagai negara dengan ekonomi terbesar di dunia, kebijakan ini menimbulkan beragam implikasi dan respons dari negara lain.

Ibarat dua sisi mata uang, rezim pajak baru AS ini menimbulkan efek kompetisi dalam hal pengenaan tarif pajak antarnegara. Namun, juga dapat dilihat sebagai sebuah upaya koordinasi pajak skala global yang dilakukan pemerintah AS melalui kebijakan domestiknya.

Pakar pajak dari Universitas Florida Mindy Herzfeld mempunyai narasi tersendiri terkait dua sisi kebijakan reformasi pajak ini. Merujuk buku ‘Kebijakan Pajak Internasional: Antara Persaingan dan Kerja Sama' karya Tsilly Dagan dari Universitas Bar-Ilan, Israel, dia mencoba membedah kebijakan pajak AS sebagai sebuah upaya koreksi atas praktik kerja sama pajak multi-negara.

Baca Juga:
Bertemu Menkeu Arab Saudi, Sri Mulyani Bahas Reformasi Perpajakan

“Sistem pajak multilateral sering kali gagal menghasilkan kesepakatan yang adil untuk semua negara dan mengabaikan partisipasi politik. Oleh karena itu, kompetisi pajak internasional memainkan peran penting dalam mengikis ketidakadilan yang terjadi dalam koordinasi internasional,” kata Herzfeld merujuk buku karya Tsilly Dagan.

Lebih lanjut, Herzfeld melihat narasi soal kompetisi pajak menjadi salah satu bagian penting dari kebijakan reformasi pajak AS. Tarif pajak korporasi turun menjadi 21% dan pengesahan sistem pajak teritorial menjadi pesan jelas negeri Paman Sam untuk merangsang geliat ekonomi domestik dan memastikan kesetaraan rezim pajak dengan negara lainnya.

“Tindakan unilateral ini kemudian direspons negara lain. Tiongkok menerapkan relaksasi pajak dan memberikan kelonggaran pajak bagi perusahaan yang melakukan re-investasi di dalam negeri. Begitu juga dengan Australia dan Israel yang merevisi sistem pajak pasca reformasi pajak AS,” terangnya dilansir Tax Notes International.

Baca Juga:
Menkeu Thailand Usulkan Tarif PPN Dinaikkan dan PPh Dipangkas

Merujuk proyek anti praktik penghindaran pajak dan penggerusan basis pajak (Base Erosion and Profit Shifting/BEPS), setiap tindakan unilateral bukan langkah ideal dalam interaksi sistem pajak antarnegara. Dalam rencana aksi BEPS, secara tegas mengatakan bahwa tindakan sepihak alias unilateral tanpa kolaborasi dapat menyebabkan kekacauan pajak global.

Namun benarkah apa yang sedang dilakukan oleh AS ini akan mengarah pada kekacauan pajak? Pada sisi yang lain, kebijakan pajak ini juga dapat dilihat sebagai upaya kolaboratif atas inisiatif sendiri. Hal ini tercermin dari diakomodasinya beberapa rekomendasi dalam proyek BEPS.

“Kongres memberikan penghormatan pada proyek BEPS. Hal itu terbukti pada perubahan sistem pajak yang mengadopsi beberapa rekomendasi BEPS, salah satunya adalah pembatasan biaya bunga yang menguntungkan beberapa negara,” terang Herzfeld.

Baca Juga:
Mahasiswa Jangan Ketinggalan Update Soal Reformasi Pajak Internasional

Oleh sebab itu, kompetisi pajak ala AS ini dapat dilihat sebagai koreksi bahwa pola kerja sama dan kolaboratif tidak selalu menguntungkan semua pihak. Narasi Herzfeld berdasarkan buku Tsilly Dagan ini menggambarkan kerja sama pajak internasional seringkali hanya alat untuk melayani kepentingan negara maju alias keuntungan sepihak. Sementara itu, ada sisi lain dari kompetisi pajak yang bisa memberikan manfaat meski sukar untuk melihatnya.

“Intinya adalah hanya ada satu hal yang pasti terjadi. Lanskap kebijakan pajak internasional dalam lima tahun ke depan seharusnya akan sama meresahkannya dengan lima tahun terakhir ini,” tutupnya. (Amu)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Minggu, 08 Desember 2024 | 14:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Bertemu Menkeu Arab Saudi, Sri Mulyani Bahas Reformasi Perpajakan

Minggu, 08 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Menkeu Thailand Usulkan Tarif PPN Dinaikkan dan PPh Dipangkas

Jumat, 06 Desember 2024 | 14:21 WIB UNIVERSITAS BUNDA MULIA

Mahasiswa Jangan Ketinggalan Update Soal Reformasi Pajak Internasional

Minggu, 01 Desember 2024 | 15:00 WIB AMERIKA SERIKAT

Trump Ancam BRICS dengan Bea Masuk 100 Persen, Ternyata Ini Sebabnya

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:45 WIB BERITA PAJAK HARI INI

PPN 12 Persen, Pemerintah Ingin Rakyat Lebih Luas Ikut Bayar Pajak

Kamis, 26 Desember 2024 | 08:30 WIB KOTA BATAM

Ada Pemutihan, Pemkot Berhasil Cairkan Piutang Pajak Rp30 Miliar