Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Wajib pajak orang pribadi perlu memperhatikan ketentuan terkait dengan dokumen lampiran yang dipersyaratkan seperti diatur pada Peraturan Dirjen Pajak PER-02/PJ/2019 sebelum menyampaikan SPT Tahunan.
Bila dokumen yang dipersyaratkan tidak dilampirkan ketika wajib pajak orang pribadi menyampaikan SPT Tahunan maka SPT tersebut dapat dinyatakan sebagai SPT yang tidak lengkap.
"SPT dinyatakan tidak lengkap jika…keterangan dan/atau dokumen yang dipersyaratkan…belum sepenuhnya dilampirkan pada penyampaian SPT Tahunan atau SPT Masa," bunyi Pasal 12 ayat (5) huruf h PER-02/PJ/2019, dikutip pada Jumat (3/2/2023).
Bila berstatus kurang bayar, bukti pembayaran PPh 29, surat setoran pajak, atau sarana administrasi lainnya perlu dilampirkan. Khusus bagi wajib pajak yang menyelenggarakan pembukuan, neraca dan laporan laba rugi serta keterangan lainnya perlu dilampirkan.
Jika wajib pajak orang pribadi memiliki laporan keuangan yang sudah diaudit KAP maka laporan keuangan tersebut harus dilampirkan.
Selanjutnya, apabila wajib pajak menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN) untuk menghitung PPh terutang maka SPT Tahunan harus dilampiri rekapitulasi peredaran bruto dan biaya.
Bila wajib pajak merupakan orang pribadi pengusaha tertentu (OPPT), penghitungan peredaran bruto dan pembayaran PPh Pasal 25 OPPT harus dilampirkan.
Jika wajib pajak mencantumkan kredit pajak PPh Pasal 21, formulir 1721 A1/1721 A2 ataupun bukti pemotongan PPh Pasal 21 lainnya perlu dilampirkan.
Apabila SPT ditandatangani oleh kuasa yang merupakan konsultan pajak ataupun karyawan wajib pajak, surat kuasa khusus harus dilampirkan.
Bagi wajib pajak orang pribadi yang sudah meninggal dan SPT-nya ditandatangani oleh ahli waris, surat keterangan kematian harus dilampirkan.
Bila SPT Tahunan turut memperhitungkan kompensasi kerugian, wajib pajak orang pribadi harus melampirkan penghitungan kompensasi kerugian.
Kemudian, bagi wajib pajak suami-istri dengan status pisah harta (PH) ataupun memilih terpisah (MT), penghitungan PPh terutang bagi wajib pajak berstatus PH atau MT harus dilampirkan.
Kemudian, wajib pajak yang membayar PPh menggunakan skema PPh final UMKM sesuai dengan PP 23/2018 harus melampirkan penghitungan peredaran bruto dan pembayaran PPh final UMKM.
Jika wajib pajak turut memperhitungkan zakat atau sumbangan keagamaan untuk menentukan nilai PPh terutang, bukti pemotongan zakat atau sumbangan harus dilampirkan.
Terakhir, wajib pajak orang pribadi harus melampirkan penyusutan dan amortisasi fiskal apabila menyelenggarakan pembukuan dan di dalam laporan keuangan tersebut terdapat biaya penyusutan atau amortisasi. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.