PEMERIKSAAN PAJAK

DJP: WP yang Isi SPT Tak Benar Paling Berisiko Lakukan Pencucian Uang

Muhamad Wildan | Selasa, 15 Maret 2022 | 20:30 WIB
DJP: WP yang Isi SPT Tak Benar Paling Berisiko Lakukan Pencucian Uang

Penyidik PNS Direktorat Penegakan Hukum DJP Hamdi Iska saat memberikan paparan dalam webinar Promensisco yang diselenggarakan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Selasa (15/3/2022).

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menyebut pelaporan SPT pajak penghasilan (PPh) yang tidak benar memiliki risiko paling besar menjadi tindak pidana asal dari pencucian uang.

Penyidik PNS Direktorat Penegakan Hukum DJP Hamdi Iska mengatakan tindak pidana perpajakan yang paling berisiko menjadi tindak pidana asal dari pencucian uang selama ini adalah faktur pajak fiktif.

"Dulu yang paling berisiko adalah faktur pajak PPN. Saat ini, modus SPT PPh yang isinya tidak benar itu menempati urutan teratas," katanya dalam webinar Promensisco yang diselenggarakan oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Selasa (15/3/2022).

Baca Juga:
Catat! Pengkreditan Pajak Masukan yang Ditagih dengan SKP Tak Berubah

Berdasarkan catatan DJP, wajib pajak yang mengisi SPT tidak benar dilakukan dengan cara tidak melaporkan pajak terutang yang sebenarnya, mengecilkan nilai omzet, membesarkan biaya, menyembunyikan pendapatan, atau cara-cara lainnya.

Mayoritas tindak pidana pajak pelaporan SPT yang tidak benar dilakukan oleh perorangan dengan latar belakang pengusaha pada sektor perdagangan, khususnya di Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat.

Terdapat banyak cara yang digunakan pelaku dalam melakukan pencucian uang atas dana hasil tindak pidana perpajakan. Salah satunya yang paling sering adalah melalui transaksi besar ke rekening orang pribadi.

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Untuk menyembunyikan omzet dan mengurangi laba, sebagian dari transaksi penjualan dimasukkan ke dalam rekening orang pribadi dan bukan rekening perusahaan.

Akibat tindakan ini, perseroan yang seharusnya mendapatkan laba dan membayar pajak justru tercatat mengalami kerugian dan tidak harus membayar pajak ke kas negara.

Cara lain yang marak dipakai adalah kick back transaction. Dalam transaksi ini, pelaku merekayasa suatu pembayaran kepada rekening penjual untuk selanjutnya dikembalikan dan disetorkan secara tunai ke rekening penjual. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 15:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Pemerintah akan Salurkan KUR Rp300 Triliun Tahun Depan

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra