Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) akan menggali potensi penerimaan pajak dari aktivitas ekonomi digital.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Dwi Astuti mengatakan selain produk digital dalam perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE), ada usaha terkait dengan financial technology (fintech).
“Pemerintah akan menggali potensi penerimaan pajak usaha ekonomi digital lainnya, seperti … pajak fintech atas bunga pinjaman yang dibayarkan oleh penerima pinjaman,” ujar Dwi dalam siaran pers, dikutip pada Rabu (10/4/2024).
Sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 3 ayat (1) PMK 69/2022, penghasilan bunga merupakan penghasilan yang wajib dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan pemberi pinjaman.
Berdasarkan pada Pasal 3 ayat (2) dan (3) PMK 69/2022, atas penghasilan bunga itu dikenakan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto jika penerima penghasilan merupakan wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap (BUT).
Kemudian, jika penerima penghasilan merupakan wajib pajak luar negeri selain BUT, ada pengenaan PPh Pasal 26 sebesar 20% dari jumlah bruto atau sesuai dengan ketentuan dalam persetujuan penghindaran pajak berganda (P3B).
Selain itu, sesuai dengan Pasal 9 ayat (1) PMK 69/2022, pengusaha yang melakukan kegiatan penyelenggaraan jasa sistem pembayaran yang telah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP) wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN yang terutang.
PPN itu terutang atas penyerahan jasa kena pajak, seperti layanan uang elektronik, dompet elektronik, gerbang pembayaran, switching, kliring, penyelesaian akhir, serta transfer dana. PPN dihitung dengan mengalikan tarif Pasal 7 ayat (1) UU PPN dengan dasar pengenaan pajak (DPP).
Berdasarkan pada Pasal 9 ayat (3) PMK 69/2022, DPP yang dimaksud berupa penggantian, yaitu sebesar fee, komisi, merchant discount rate, atau imbalan lainnya dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima oleh penyelenggara.
DJP mencatat hingga Maret 2024, pajak dari fintech (P2P lending) telah terkumpul senilai Rp1,95 triliun. Penerimaan itu terdirit atas Rp446,40 miliar penerimaan 2022, Rp1,11 triliun penerimaan 2023, dan Rp394,93 miliar penerimaan 2024.
Adapun pajak fintech tersebut terdiri atas PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak dalam negeri dan BUT senilai Rp677,78 miliar, PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman yang diterima wajib pajak luar negeri senilai Rp231,43 miliar, dan PPN dalam negeri atas setoran masa senilai Rp1,04 triliun. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.