PENEGAKAN HUKUM

DJP Tegaskan Penyitaan Aset Wajib Pajak Adalah Upaya Terakhir

Muhamad Wildan | Jumat, 26 November 2021 | 13:00 WIB
DJP Tegaskan Penyitaan Aset Wajib Pajak Adalah Upaya Terakhir

Kasubdit Humas Perpajakan DJP Dwi Astuti dalam acara Media Gathering Kanwil DJP Jakarta Barat, Jumat (26/11/2021).

JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) tak akan serta merta melakukan penyitaan terhadap aset milik wajib pajak, apalagi melakukan pemenjaraan terhadap wajib pajak.

Kasubdit Humas Perpajakan DJP Dwi Astuti mengatakan penyidik pajak saat ini berwenang untuk melakukan penyitaan aset. Namun demikian, ia menegaskan tindakan yang dilakukan tersebut adalah upaya terakhir.

"Jadi kalau sampai sita dan gijzeling itu last resort, upaya terakhir. Berarti upaya-upaya sebelumnya sudah dilaksanakan. Sebelumnya pasti dipersuasi dan diperingatkan," katanya dalam acara Media Gathering Kanwil DJP Jakarta Barat, Jumat (26/11/2021).

Baca Juga:
WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Melalui UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), penyidik pajak saat ini memiliki kewenangan untuk melakukan pemblokiran rekening serta penyitaan aset. Rekening dan aset tersebut menjadi jaminan untuk pemulihan kerugian pada penerimaan negara.

Apabila wajib pajak telah masuk ke tahap persidangan, wajib pajak juga masih memiliki kesempatan untuk membayar pokok pajak beserta sanksinya. Hal ini akan menjadi pertimbangan untuk dituntut tanpa pidana penjara.

"Kami tak ingin wajib pajak masuk penjara karena itu bukan tujuan kita. Itu adalah last resort," tegas Dwi.

Baca Juga:
DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Seperti diatur dalam Pasal 44B UU KUP yang diubah dengan UU HPP, wajib pajak yang melakukan tindak pidana perpajakan akibat kealpaan (Pasal 38 UU KUP) diharuskan melunasi pokok pajak dan denda sebesar 1 kali dari pokok pajak yang kurang dibayar.

Selanjutnya, bagi wajib pajak yang melakukan tindak pidana perpajakan secara sengaja (Pasal 39 UU KUP) harus membayar pokok pajak ditambah dengan denda sebesar 3 kali pokok pajak yang kurang dibayar.

Kemudian, bagi wajib pajak yang membuat faktur pajak atau bukti potong fiktif (Pasal 39A UU KUP) harus membayar pokok pajak dan denda 4 kali lipat dari jumlah pajak yang kurang dibayar. (rig)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja