KANWIL DJP JAKARTA KHUSUS

DJP: Tarif Efektif PPh 21 Selaraskan Sistem Potput dan Standar Global

Muhamad Wildan | Kamis, 18 Januari 2024 | 14:51 WIB
DJP: Tarif Efektif PPh 21 Selaraskan Sistem Potput dan Standar Global

Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas (P2Humas) Kanwil DJP Jakarta Khusus Ani Natalia.

JAKARTA, DDTCNews - Kantor Wilayah Ditjen Pajak (Kanwil DJP) Jakarta Khusus menggelar Kelas Pajak Kolaboratif yang membahas tentang penghitungan PPh Pasal 21 berdasarkan PP 58/2023 dan PMK 168/2023.

Kepala Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas (P2Humas) Kanwil DJP Jakarta Khusus Ani Natalia mengatakan kehadiran PP 58/2023 dan PMK 168/2023 telah menyelaraskan ketentuan pemotongan pajak atas penghasilan wajib pajak orang pribadi dengan standar yang berlaku di banyak negara.

"Kita, hampir sama dengan banyak negara di dunia, akan mulai menerapkan tarif efektif rata-rata yang kita kenal dengan sebutan TER," ujar Ani, Kamis (18/1/2024).

Baca Juga:
Presiden Korsel Jaring Dukungan Penghapusan PPh Investasi Keuangan

Dengan hadirnya PP 58/2023 dan PMK 168/2023, tata cara pemotongan PPh Pasal 21 terhadap pegawai tetap disederhanakan. Pemotong pajak cukup mengalikan penghasilan bruto pegawai tetap dengan tarif efektif bulanan kategori A, B, ataupun C yang terlampir pada PP 58/2023.

"Kami ingin mengadopsi dengan standar yang ada di negara-negara lain. Ini memberikan kemudahan. Misalnya, saya berpenghasilan Rp400 juta, saya masuk di kelas mana, A, B, atau C. Penghasilan brutonya berapa, tinggal dikalikan dengan tarif di tabel," ujar Ani.

Penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan tarif efektif dilakukan pada masa pajak Januari hingga November. Untuk masa pajak Desember, PPh Pasal 21 dihitung ulang menggunakan tarif Pasal 17 ayat (1) huruf a dengan memperhitungkan PPh Pasal 21 yang sudah dipotong pada Januari hingga November.

Baca Juga:
Perusahaan Baru Berdiri Merugi, Bebas Pemotongan PPh?

Penyuluh Ahli Madya KPP PMA Dua Dony Himawan pun menerangkan dengan hadirnya PP 58/2023 dan PMK 168/2023, pemotong pajak tidak perlu lagi repot-repot memperhitungkan menyetahunkan penghasilan bruto, menghitung penghasilan neto, ataupun menghitung penghasilan kena pajak ketika memotong PPh Pasal 21 setiap bulannya.

"Sekarang langsung menggunakan penghasilan bruto yang diterima pada bulan itu. Apakah dia ada unsur penghasilan teratur ataupun tidak teratur, langsung dikalikan dengan tarif yang ada di tabel," ujar Dony.

Penyuluh Ahli Madya KPP Badan dan Orang Asing Arief Budi Nugroho pun mengatakan tarif efektif bulanan dipilih berdasarkan PTKP dari pegawai yang dikenai pemotongan PPh Pasal 21.

Baca Juga:
WP Bisa Terima Bukti Potong Unifikasi secara Langsung di DJP Online

Tarif efektif bulanan kategori A diterapkan atas penghasilan bruto yang diperoleh orang pribadi dengan status PTKP tidak kawin tanpa tanggungan (TK/0), tidak kawin dengan jumlah tanggungan 1 orang (TK/1), dan kawin tanpa tanggungan (K/0).

Tarif efektif bulanan kategori B diterapkan atas penghasilan bruto yang diperoleh orang pribadi dengan status PTKP tidak kawin dengan tanggungan 2 orang (TK/2), tidak kawin dengan jumlah tanggungan 3 orang (TK/3), kawin dengan jumlah tanggungan 1 orang (K/1), dan kawin dengan jumlah tanggungan 2 orang (K/2).

Kemudian, tarif efektif bulanan kategori C diterapkan atas penghasilan bruto yang diterima oleh orang pribadi dengan status PTKP kawin dengan jumlah tanggungan 3 orang (K/3).

Baca Juga:
Suami Kena PHK, Istri (Karyawati) Bisa Peroleh Tambahan PTKP Keluarga

"Ada juga tarif efektif yang sifatnya harian untuk penerima yang bukan merupakan pegawai tetap," ujar Arief.

Oleh karena itu, pemotong pajak harus memahami profil dari subjek pajak yang dikenai pemotongan sebelum pemotong pajak melaksanakan pemotongan PPh Pasal 21. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Jumat, 18 Oktober 2024 | 18:30 WIB KOREA SELATAN

Presiden Korsel Jaring Dukungan Penghapusan PPh Investasi Keuangan

Jumat, 18 Oktober 2024 | 17:00 WIB KONSULTASI PAJAK

Perusahaan Baru Berdiri Merugi, Bebas Pemotongan PPh?

Jumat, 18 Oktober 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

WP Bisa Terima Bukti Potong Unifikasi secara Langsung di DJP Online

Kamis, 17 Oktober 2024 | 10:39 WIB ADMINISTRASI PAJAK

Suami Kena PHK, Istri (Karyawati) Bisa Peroleh Tambahan PTKP Keluarga

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja