Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews—Ditjen Pajak (DJP) akan menerapkan dua skema pemajakan atas penghasilan entitas ekonomi digital sesuai dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 1/2020.
Direktur Perpajakan Internasional DJP John Hutagaol mengatakan dua skema tersebut antara lain berdasarkan pajak penghasilan (PPh) atau dengan pajak transaksi elektronik atau digital service tax (DST).
“Sesuai dengan PERPU No. 1/2020, terhadap pelaku usaha PMSE yang memenuhi kriteria kehadiran ekonomi yang signifikan dapat dikenakan PPh atau Pajak Transaksi Elektronik," katanya Jumat (3/4/2020).
Apabila entitas ekonomi digital asing sudah ditetapkan sebagai subjek pajak dalam negeri dalam bentuk BUT, lanjut John, dasar pengenaan pajak (DPP) dan tarif mengacu kepada UU PPh dan persetujuan penghindaran pajak berganda antara Indonesia dengan negara mitra yang menjadi tempat domisili ekonomi digital.
Sementara jika entitas ekonomi digital tak dapat ditentukan status BUT dan dikenakan pajak transaksi elektronik, maka DJP melihat opsi pemajakan paling sederhana adalah dengan omzet yang dihasilkan di Indonesia.
“Jadi bila dikenakan PPh maka penghitungan besaran DPP dan tarifnya berdasarkan UU PPh. Sebaliknya atas DST, pajaknya dihitung dari tarif dikalikan dengan peredaran bruto-nya,” tutur John.
Meski begitu, John belum dapat menjelaskan lebih jauh perihal penetapan besaran tarif dan hitung-hitungan omset yang akan dikenakan pajak transaksi elektronik.
Menurutnya, pemajakan entitas digital akan diatur lebih lanjut dalam Peraturan Pemerintah (PP), dan diteruskan dalam bentuk tata cara pelaksanaan di level Peraturan Menteri Keuangan (PMK). (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.