Informasi dari Ditjen Pajak terkait dengan penyampaian keberatan secara elektronik. (Instagram DJP)
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) menyebutkan intensitas pemanfaatan aplikasi penyampaian keberatan secara elektronik atau e-Objection masih relatif rendah.
Direktur Keberatan dan Banding DJP Wansepta Nirwanda mengatakan penggunaan aplikasi e-objection masih terbilang rendah sejak dirilis pada 1 Agustus 2020. Menurutnya, wajib pajak masih mengandalkan saluran konvensional dalam mengajukan keberatan.
"e-Objection yang mulai diimplementasikan sejak 1 Agustus 2020, tetapi belum dimanfaatkan secara optimal oleh wajib pajak. Perlu waktu untuk mengubah mindset masyarakat agar mau memanfaatkan channel baru ini," katanya, dikutip pada Selasa (23/11/2021).
Wansepta menuturkan banyak manfaat yang bisa didapatkan wajib pajak saat menggunakan aplikasi e-Objection. Pertama, aplikasi menyampaikan keberatan secara daring memberikan kemudahan dalam administrasi wajib pajak.
Pengajuan keberatan lewat e-objection bisa dilakukan kapan saja dan di mana saja sepanjang terhubung dengan saluran internet. Surat keberatan juga langsung diterima DJP karena sistem yang berbasis real time.
"Aplikasi e-Objection juga memperpendek proses bisnis penerimaan surat keberatan sehingga dapat mempercepat penerimaan surat keberatan oleh unit [vertikal] yang memproses keberatan [Kanwil]," tuturnya.
Pengajuan keberatan secara elektronik diatur melalui Peraturan Dirjen Pajak No.PER-14/PJ/2020. Berdasarkan beleid tersebut, pengajuan keberatan hanya kepada dirjen pajak terhadap materi atau isi dari surat ketetapan pajak atau terhadap materi atau isi dari pemotongan/pemungutan pajak.
Wajib pajak yang dapat menyampaikan surat keberatan secara elektronik adalah wajib pajak yang telah memiliki EFIN aktif, melakukan registrasi akun pada laman DJP Online, dan memiliki sertifikat elektronik yang masih berlaku.
Tata cara penyampaian surat keberatan secara elektronik (e-filing) adalah sebagai berikut. Pertama, wajib pajak mengakses laman DJP Online (www.djponline.pajak.go.id). Kedua, wajib pajak memilih menu e-objection pada laman DJP Online.
Ketiga, wajib pajak melakukan pengisian surat keberatan sesuai petunjuk yang tertera dalam aplikasi dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. Keempat, dalam pengisian alasan keberatan, wajib pajak dapat memilih untuk mengisi kolom yang tersedia atau melakukan unggah dokumen atasan keberatan.
Jika memilih kolom yang tersedia, wajib pajak dapat mengisi alasan keberatan dengan maksimal 4.000 karakter. Sementara, jika memilih unggah dokumen alasan keberatan, dokumen harus berbentuk pdf dalam satu file dengan ukuran maksimal 5 MB dan dapat terbaca dengan jelas. Dokumen itu disarankan merupakan hasil konversi (bukan pemindaian).
Kelima, jika wajib pajak telah meyakini kebenaran data yang telah diisi, wajib pajak melanjutkan dengan proses penandatanganan surat keberatan. Keenam, wajib pajak menandatangani surat keberatan dengan tanda tangan elektronik dengan cara memasukkan passphrase dan mengunggah file sertifikat elektronik.
Ketujuh, wajib pajak mengirim (submit) surat keberatan pada menu yang disediakan. Kedelapan, atas penyampaian itu, bukti penerimaan elektronik diberikan kepada wajib pajak melalui email yang terdaftar dalam sistem informasi Ditjen Pajak.
Kesembilan, bukti penerimaan elektronik juga dapat diunduh dalam aplikasi e-objection. Kesepuluh, jika berdasarkan hasil validasi sistem, wajib pajak tidak dapat mengajukan proses penyampaian surat keberatan, wajib pajak dapat menghubungi KPP tempat wajib pajak terdaftar dan/atau tempat pengusaha kena pajak dikukuhkan atau kantor layanan informasi dan pengaduan (Kring Pajak 1500200) untuk mendapatkan klarifikasi dan/atau informasi lebih lanjut. (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
Hilangkan sj proses keberatan krn umumnya akan ditolak Kanwil, agar cepat langsung proses banding Pengadilan Pajak,