Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Ditjen Pajak (DJP) mengingatkan wajib pajak bahwa terdapat ketentuan hukum yang memberikan kesempatan bagi wajib pajak untuk menghindari pengenaan pidana pajak.
Kepala Seksi Pemeriksaan Bukti Permulaan II Ditjen Pajak (DJP) Primadona Harahap menjelaskan ruang untuk menghindari pemindaan diberikan pada 2 tahapan penyidikan tindak pidana. Pertama, diberikan pada tahap pemeriksaan bukti permulaan (bukper) dalam bentuk pengungkapan ketidakbenaran perbuatan sesuai Pasal 8 ayat (3) UU KUP s.t.d.t.d. UU HPP.
“Dalam proses pemeriksaan bukti permulaan ada namanya pengungkapan ketidakbenaran perbuatan yang diatur dalam Pasal 8 ayat (3),” kata Primadona dalam TaxLive bertajuk Ada Apa Dengan TIPIJAK?, dikutip Jumat (16/12/2022).
Primadona menjelaskan dalam pengungkapan tersebut akan dilakukan verifikasi terkait dengan kesesuaian keadaan sebenarnya. Apabila telah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya maka pemeriksaan bukti permulaan tidak akan dilanjutkan ke tahap selanjutnya, yakni penyidikan.
“Kita verifikasi lagi, kita teliti. Ini sudah sesuai belum pengungkapan ketidakbenaran perbuatannya. Jika sudah sesuai dengan keadaan yang sebenarnya maka pemeriksaan bukti permulaan tadi itu tidak dilanjutkan ke tahap penyidikan. Nah, itu tadi kesempatan keduanya untuk menghindari pemindanaan,” jelas Primadona.
Pengungkapan ketidakbenaran perbuatan dilakukan wajib pajak dengan kemauan sendiri melalui pernyataan tertulis. Adapun pengungkapan ketidakbenaran tersebut dapat disampaikan wajib pajak sepanjang penyidikan belum diberitahukan kepada penuntut umum.
Kedua, diberikan pada tahap penyidikan. Bentuk untuk menghindari pemidanaan pajak pada tahap penyidikan diatur dalam Pasal 44B UU KUP s.t.d.t.d UU HPP. Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan menteri keuangan, penyidikan dapat dihentikan.
“Nah, di penyidikan juga ada kawan pajak. Jadi, kalau di tahapan penyidikan itu ada namanya Pasal 44B. Di situ ada diatur mengenai penghentian penyidikan demi kepentingan negara,” ujar Primadona.
Untuk diketahui, penghentian penyidikan tindak pidana perpajakan dapat dilakukan sepanjang perkara pidana tersebut belum dilimpahkan ke pengadilan. Selain itu, juga hanya dapat dilakukan setelah wajib pajak atau tersangka melunasi kerugian pada pendapatan negara yang ditimbulkan.
Sebagai informasi, pemerintah juga baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) 50/2022 sebagai aturan turunan UU HPP klaster KUP. Berdasarkan pada Pasal 63 PP 50/2022, untuk kepentingan penerimaan negara, jaksa agung dapat menghentikan penyidikan dalam jangka waktu paling lama 6 bulan sejak tanggal surat permintaan dari menteri keuangan.
Dalam mengajukan permintaan penghentian penyidikan, menteri keuangan dapat melimpahkan kewenangan kepada pejabat yang ditunjuk. Berdasarkan permintaan penghentian penyidikan dari menteri atau pejabat yang ditunjuk, jaksa agung juga dapat melimpahkan kewenangan kepada pejabat yang ditunjuk. (Fauzara Pawa Pambika/sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.