KEBIJAKAN CUKAI

DJBC Dorong Terus Pembangunan Kawasan Industri Rokok di Daerah

Dian Kurniati | Senin, 20 Juni 2022 | 11:30 WIB
DJBC Dorong Terus Pembangunan Kawasan Industri Rokok di Daerah

Ilustrasi. Petugas Bea dan Cukai menunjukan paket barang yang berisi rokok Sigaret Kretek Mesin (SKM) ilegal di kantor Bea dan Cukai Kudus, Jawa Tengah, Senin (6/6/2022). ANTARA FOTO/Yusuf Nugroho/wsj.

JAKARTA, DDTCNews – Ditjen Bea Cukai (DJBC) terus mendorong pembangunan kawasan industri hasil tembakau (KIHT) di berbagai daerah sebagai salah satu upaya pemerintah dalam mengendalikan peredaran rokok ilegal.

Dirjen Bea Cukai Askolani mengatakan terdapat dua faktor yang dapat memengaruhi pembentukan KIHT di daerah antara lain realisasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau (DBH CHT) dan dukungan pemerintah daerah.

"Ini yang terus kami pantau selama ini dalam menentukan implementasi KIHT yang akan dibangun," katanya, dikutip pada Senin (20/6/2022).

Baca Juga:
Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Askolani menyebut terdapat sejumlah daerah yang bakal membentuk KIHT di antaranya Kabupaten Sampang, Jawa Timur. Dalam hal ini, pemda dan DJBC perlu melakukan berbagai persiapan sehingga KIHT dapat terbentuk dan menjadi lokasi produksi rokok secara terpadu.

Hingga saat ini, KIHT baru terbentuk di 3 lokasi yang meliputi Soppeng, Sulawesi Selatan; Kudus, Jawa Tengah; dan Pamekasan, Jawa Timur. Pembentukan KIHT dilakukan sebagai amanat dari PMK No. 215/2021.

Selain itu, terdapat PMK 21/2020 yang menjadi payung hukum pembentukan KIHT. Dalam kawasan tersebut, DJBC akan memberikan pelayanan, pembinaan industri, serta mengawasi produksi dan peredaran hasil tembakaunya guna memastikan setiap rokok dilekati pita cukai.

Baca Juga:
Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

KIHT akan menjadi tempat pemusatan kegiatan industri hasil tembakau yang dilengkapi dengan sarana dan prasarana penunjang produksi. DJBC juga dapat memberikan fasilitas cukai untuk para produsen rokok yang beroperasi di KIHT, seperti penundaan pelunasan pita cukai.

"[Pembentukan KIHT] butuh waktu. Pembangunan KIHT bisa 2-3 tahun untuk bisa mewujudkan itu," ujar Askolani. (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 08:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Tahap Pra-Implementasi Aplikasi Coretax, DJP Imbau WP Soal Ini

BERITA PILIHAN
Rabu, 25 Desember 2024 | 13:30 WIB PSAK 201

Item-Item dalam Laporan Posisi Keuangan Berdasarkan PSAK 201

Rabu, 25 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kontribusi ke Negara, DJP: Langganan Platform Digital Kena PPN 12%

Rabu, 25 Desember 2024 | 12:30 WIB KEBIJAKAN KEPABEANAN

Fitur MFA Sudah Diterapkan di Portal CEISA sejak 1 Desember 2024

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:30 WIB PMK 94/2023

Pemerikaan Pajak oleh DJP terhadap Kontraktor Migas, Apa Saja?

Rabu, 25 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK

Dokumen yang Dilampirkan saat Pemberitahuan Perpanjangan SPT Tahunan

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:37 WIB KURS PAJAK 25 DESEMBER 2024 - 31 DESEMBER 2024

Kurs Pajak Terbaru: Rupiah Melemah terhadap Mayoritas Mata Uang Mitra

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:30 WIB THAILAND

Negara Tetangga Ini Bakal Bebaskan Hutan Mangrove dari Pajak

Rabu, 25 Desember 2024 | 09:00 WIB LAYANAN PAJAK

Kantor Pajak Telepon 141.370 WP Sepanjang 2023, Kamu Termasuk?