Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Terbitnya PMK 149/2022 telah mengubah ketentuan mengenai pemberian fasilitas pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PPN atau PPN dan PPnBM atas impor barang dan bahan untuk diolah, dirakit, atau dipasang pada barang lain dengan tujuan untuk diekspor atau KITE Pembebasan.
PMK 149/2022 diterbitkan sebagai revisi atas PMK 160/2018 untuk meningkatkan pelayanan kepabeanan. Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) kemudian merilis Perdirjen Nomor PER-8/BC/2022 yang mengatur teknis pemberian fasilitas KITE Pembebasan.
"PMK 160/PMK.04/2018 ... telah dicabut dan diganti dengan PMK 149/PMK.04/2022 ... sehingga perlu menetapkan peraturan direktur jenderal Bea dan Cukai tentang petunjuk teknis pembebasan ...," bunyi salah satu pertimbangan Perdirjen PER-8/BC/2022, dikutip pada Kamis (17/11/2022).
Pasal 2 perdirjen tersebut menyatakan permohonan penetapan sebagai perusahaan KITE Pembebasan diajukan kepada menteri keuangan melalui kepala kantor wilayah (kanwil) atau kepala KPU yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha oleh badan usaha. Permohonan disampaikan secara elektronik melalui sistem aplikasi perizinan DJBC dalam kerangka online single submission (OSS).
Sistem aplikasi perizinan DJBC akan melakukan validasi terhadap permohonan, meliputi kesesuaian perizinan berusaha yang berlaku untuk operasional dan komersial sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai perizinan berusaha berbasis risiko, serta kesesuaian status pengusaha kena pajak (PKP) badan usaha.
Dalam hal hasil validasi sesuai, sistem aplikasi perizinan DJBC bakal meneruskan permohonan kepada kepala KPU atau kepala kantor pabean yang mengawasi lokasi pabrik atau lokasi kegiatan usaha badan usaha, dan menyampaikan respon status permohonan kepada badan usaha. Sementara jika hasil validasi tidak sesuai, permohonan tidak dapat diproses lebih lanjut, dan sistem aplikasi perizinan DJBC memberikan respon tidak dapat diproses disertai alasan.
Dalam hal terdapat gangguan operasional pada sistem aplikasi perizinan DJBC, permohonan dapat disampaikan secara tertulis kepada menteri melalui kepala kanwil melalui kepala kantor pabean atau Kepala KPU yang mengawasi lokasi pabrik dan/atau lokasi kegiatan usaha perusahaan. Terhadap permohonan yang diajukan secara tertulis, kepala KPU atau kepala kantor pabean yang melakukan pemeriksaan kelengkapan berkas dan isian permohonan.
Apabila berdasarkan hasil pemeriksaan sesuai, kepala KPU atau kepala kantor pabean akan menerbitkan tanda terima permohonan. Sedangkan jika hasil pemeriksaan tidak sesuai, kepala KPU atau kepala kantor pabean bakal menerbitkan surat pengembalian permohonan disertai dengan alasan.
Pada Pasal 3, dijelaskan kepala KPU atau kepala kantor pabean yang mengawasi lokasi pabrik dan/atau lokasi kegiatan usaha perusahaan melakukan pemeriksaan terhadap permohonan yang disampaikan. Pemeriksaan itu meliputi pemeriksaan dokumen dan pemeriksaan lokasi, serta pemeriksaan latar belakang perusahaan dan penanggung jawab perusahaan.
"Pemeriksaan ... dilakukan oleh unit yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pelayanan kepabeanan dan unit yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang pengawasan," bunyi Pasal 3 ayat (3) perdirjen tersebut.
PMK 149/2022 telah mengubah sejumlah ketentuan dalam PMK 160/2018 mengenai pemberian fasilitas KITE Pembebasan. Perubahan tersebut misalnya penerima fasilitas KITE Pembebasan kini disyaratkan PKP dan memiliki CCTV. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.