UJI MATERIIL

Di Sidang MK, Ahli Sebut Pemeriksaan Bukper Bukan Objek Praperadilan

Muhamad Wildan | Selasa, 07 November 2023 | 18:30 WIB
Di Sidang MK, Ahli Sebut Pemeriksaan Bukper Bukan Objek Praperadilan

Pakar Hukum Pidana Universitas Bina Nusantara Ahmad Sofian dalam persidangan yang digelar MK pada hari ini, Selasa (7/11/2023).

JAKARTA, DDTCNews - Mahkamah Konstitusi (MK) melanjutkan sidang mengenai permohonan pengujian materiil atas ketentuan pemeriksaan bukti permulaan (bukper) pada Pasal 43A ayat (1) dan ayat (4) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP.

Perwakilan pemerintah menghadirkan 2 ahli di antaranya Pakar Hukum Pidana Universitas Bina Nusantara Ahmad Sofian. Menurut Ahmad, pemeriksaan bukper tak bisa dijadikan objek praperadilan mengingat pemeriksaan bukper memiliki kedudukan yang sama dengan penyelidikan.

"Kalau pemeriksaan bukper dijadikan objek praperadilan, tugas dari lembaga praperadilan itu makin luas, makin besar. Pemeriksaan bukper dipersamakan dengan penyelidikan sehingga penyelidikan pun kelak akan menjadi objek praperadilan," katanya, Selasa (7/11/2023).

Baca Juga:
Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Ahmad memandang pemeriksaan bukper menjadi objek praperadilan akan menimbulkan kekacauan hukum pidana formil dan akan berakibat hilangnya tujuan dari dibentuknya praperadilan.

Menurutnya, pemeriksaan bukper bukan objek praperadilan karena pemeriksaan bukper tersebut merupakan upaya untuk memastikan ada atau tidaknya tindak pidana perpajakan yang merugikan pendapatan negara.

Kegiatan tersebut penting untuk memastikan peristiwa yang diperiksa benar-benar ialah peristiwa pidana dan layak dinaikkan ke penyidikan.

Baca Juga:
Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

"Kalau dilihat di beberapa negara ada istilah pre-investigation, ya itu penyelidikan. Ada investigation, itu penyidikan. Jadi pre-investigation untuk memastikan ini adalah sebuah tindak pidana atau bukan. Dalam konteks perpajakan, ini tindak pidana perpajakan atau bukan. Untuk memastikan, dilakukanlah pemeriksaan bukper," ujar Ahmad.

Sementara itu, Pakar Hukum Tata Negara UGM Zainal Arifin Mochtar, selaku ahli lainnya yang dihadirkan oleh perwakilan pemerintah, menuturkan hukum pajak sesungguhnya adalah hukum administrasi yang memiliki ancaman pidana.

Hukum pajak memiliki ancaman pidana dalam rangka menegakkan hukum administrasi yang termuat di dalam hukum tersebut.

Baca Juga:
Pemeriksa dan Juru Sita Pajak Perlu Punya Keterampilan Sosial, Kenapa?

"Bisa kita bilang undang-undang perpajakan itu memang agak spesifik karena menggabungkan peran hukum pidana materiil dan formil di dalamnya karena baju dasarnya adalah administrasi," tuturnya.

Mengingat hukum pajak memiliki kekhususan maka hukum pajak perlu diklasifikasikan sebagai lex specialis sistematis berdasarkan 3 parameter. Pertama, ketentuan hukum pajak tersebut berbeda dibandingkan dengan ketentuan hukum pada umumnya.

Kedua, ketentuan hukum yang diatur dalam undang-undang tersebut juga mengatur ketentuan hukum pidana materiil dan formil tetapi berbeda dari ketentuan pada umumnya. Ketiga, subjek atau adresat hukum yang diatur dalam undang-undang tersebut bersifat spesifik dan khusus.

Baca Juga:
Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Mengingat UU KUP s.t.d.t.d. UU HPP adalah lex specialis sistematis maka pengaturan tata cara pemeriksaan bukper secara lebih lanjut lewat PMK 177/2022 sudah sesuai dengan sifat hukum pidana pajak yang bersifat spesifik dan khusus itu sendiri.

Sebagai informasi, pemohon bernama Surianingsih dan PT Putra Indah Jaya mengajukan pengujian materiil atas Pasal 43A ayat (1) dan ayat (4) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP karena bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3) dan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945.

Pemohon mengajukan uji materiil karena Pasal 43A ayat (1) dan ayat (4) UU KUP s.t.d.t.d UU HPP dianggap bisa menimbulkan kerugian konstitusional bagi pemohon.

Baca Juga:
Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Hal ini dikarenakan pemeriksaan bukper dapat dilakukan dengan upaya paksa dan wajib pajak harus mengikuti upaya paksa tersebut tanpa bisa menggugat jika ada kesalahan prosedur.

Walaupun terdapat upaya paksa yang dapat dilakukan oleh PPNS dalam rangka pemeriksaan bukper, wajib pajak tidak dapat menggugat upaya paksa tersebut ke pengadilan tata usaha negara (PTUN). (rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB LITERATUR PAJAK

Perkaya Pengetahuan Pajak, Baca 11 e-Books Ini di Perpajakan DDTC

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:45 WIB PERPRES 139/2024

Kemenkeu Era Prabowo Tak Lagi Masuk di Bawah Koordinasi Menko Ekonomi

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Anggota DPR Ini Minta Prabowo Kaji Ulang Kenaikan PPN Jadi 12 Persen

Selasa, 22 Oktober 2024 | 11:05 WIB KABINET MERAH PUTIH

Prabowo Kembali Lantik Pejabat Negara, Ada Raffi Ahmad dan Gus Miftah