Menko Perekonomian Darmin Nasution dalam seminar nasional bertajuk ‘Peran Automatic Exchange of Information dalam Meningkatkan Performa Perpajakan Nasional’ di Kampus Politeknik Keuangan Negara (PKN) STAN, Rabu (24/4/2019).
TANGERANG SELATAN, DDTCNews – Pemerintah mengakui perlunya perubahan konstruksi perpajakan Indonesia agar bisa sesuai dengan perkembangan ekonomi terkini yang terpengaruh oleh teknologi. Skema benchmarking dalam sistem pajak dinilai menjadi aspek yang penting.
Hal ini disampaikan Menko Perekonomian Darmin Nasution dalam seminar nasional bertajuk ‘Peran Automatic Exchange of Information dalam Meningkatkan Performa Perpajakan Nasional’ di Kampus Politeknik Keuangan Negara (PKN) STAN, Rabu (24/4/2019).
Dia memberi contoh kasus pajak Google di Indonesia. Pemajakan raksasa teknologi ini juga dikeluhkan oleh banyak negara. Dalam konteks Indonesia, pemajakan Google sulit dilakukan karena tidak ada bentuk usaha tetap (BUT).
“Karena dalam prinsip yang berlaku sekarang harus ada kehadiran fisik di situ. Kalau tidak ada kehadiran, tidak bisa dipajaki. Padahal, dengan adanya teknologi kehadiran itu tidak selalu secara fisik. Oleh karena itu, penyesuaian atau perubahan konstruksi [regulasi] perpajakan,” jelasnya.
Selain itu, untuk merespons perkembangan teknologi, Darmin menilai skema benchmarking sangat krusial. Dengan skemabenchmarking, otoritas bisa menggunakan pendekatan dari sisi profit atau jumlah user atau kontrak.
Adanya benchmark, pemeriksaan akan lebih efisien karena akan mengandalkan teknologi. Pada saat yang bersamaan, ada potensi peningkatan kepatuhan dari wajib pajak. Ini dikarenakan benchmark akan menjadi instrumen untuk menentukan perlu atau tidaknya tindak lanjut berupa pemeriksaan.
“Ini bisa digunakan tidak hanya untuk perusahaan tapi juga orang pribadi. Jadi ada range gaji misalnya untuk posisi-posisi tertentu untuk sektor riil. Kalau pelaporan di bawah benchmark, pemeriksaan bisa masuk. Jika sama atau lebih tinggi, ya bisa saja tidak perlu diperiksa,” tutur Darmin.
Di depan sekitar 800 mahasiswa yang menjadi peserta seminar nasional tersebut, mantan Dirjen Pajak ini mengatakan skemabenchmarking ini akan mengurangi beban dari sisi otoritas pajak. Dia pun meyakini skema ini bisa dipakai untuk meningkatkan kepatuhan dalam waktu relatif singkat, sekitar 1—2 tahun.
Dia mengatakan skema benchmarking menjadi salah satu jawaban atas salah satu masalah yang dihadapi dalam pemajakan di era digital, yakni cara perhitungan pajak. Selain itu, waktu pemajakan dan besaran tarif pajak menjadi prinsip dasar yang perlu dilihat untuk memajaki ekonomi digital.
“[Pemajakan] jangan terlalu cepat. Sektor terkait digital ini memulainya tidak begitu susah, tapi tingkat kegagalannya juga tinggi. Dari 100, misalnya, yang gagal itu bisa 85,” kata Darmin.
Sekadar informasi, dalam seminar nasional yang dibuka langsung oleh Kepala BPPK Rionald Silaban ini, hadir pula Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Peraturan dan Penegakan Hukum Pajak Awan Nurmawan Nuh, Managing Partner DDTC Darussalam, dan Kasubdit Pertukaran Informasi Perpajakan Internasional DJP Leli Listianawati sebagai pembicara.
Selain seminar nasional perpajakan yang menggandeng DDTC ini, ada serangkaian agenda lain dalam PRPN 2019. Salah satunya adalah High School Tax Competition (HSTC) & Kompetisi Debat Pajak Nasional (KDPN). Ada pula Youth Tax Summit. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.