Ilustrasi. Pengunjung berbelanja di salah satu pasar swalayan di kawasan Kemang, Jakarta Selatan, Senin (2/1/2023). Terlihat rak minuman berpemanis. ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/wsj.
JAKARTA, DDTCNews - Pemerintah terus mematangkan rencana pengenaan cukai terhadap minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).
Direktur Penerimaan dan Perencanaan Strategis DJBC Muhammad Aflah Farobi mengatakan pemerintah juga tengah menyusun payung hukum pengenaan cukai MBDK, yang nantinya berbentuk peraturan pemerintah (PP). Menurutnya, kebijakan mengenai cukai MBDK ini bakal disusun secara hati-hati agar dampaknya pada masyarakat minimal.
"Memang kami sudah mendapat mandat untuk melakukan pemungutan cukainya dan sekarang kami sudah tahap penyiapan regulasinya dan pemetaan seberapa dampaknya," katanya, Selasa (26/9/2023).
Aflah mengatakan ekstensifikasi barang kena cukai pada MBDK menjadi bagian dari upaya pemerintah mengoptimalkan penerimaan negara pada 2024. Selain MBDK, pemerintah juga berencana mengenakan cukai pada produk plastik.
Soal pengenaan cukai MBDK, secara umum pemerintah memiliki 2 pekerjaan yang harus dilaksanakan. Pertama, menyusun PP sekaligus melaksanakan simulasi sehingga dampaknya pada masyarakat dapat diproyeksikan.
Kedua, melaksanakan sosialisasi secara masif sebelum pemberlakuannya agar tidak terjadi syok pada masyarakat.
"Karena cukai MBDK, kalau kami tidak menyiapkan konteksnya dengan tepat, [antara] manfaat dan mudaratnya akan lebih banyak mudaratnya," ujarnya.
Dia menambahkan cukai MBDK tidak akan dikenakan secara mutlak terhadap semua produk berpemanis yang dijual di pasar. Seperti namanya, cukai ini hanya dikenakan atas produk minuman mengandung pemanis yang dijual dalam kemasan.
Namun menurut kajian yang dilakukan DJBC, lanjutnya, minuman dalam kemasan gelas yang diproduksi dan dijual oleh kios atau warung kecil juga tidak dikenakan cukai.
Wacana pengenaan cukai MBDK telah disampaikan pemerintah kepada DPR sejak awal 2020. Pemerintah dan DPR kemudian mematok target penerimaan cukai MBDK untuk pertama kalinya pada APBN 2022 senilai Rp1,5 triliun.
Melalui Perpres 98/2022, target itu kemudian direvisi menjadi Rp1,19 triliun. Adapun untuk 2023, target penerimaannya ditetapkan senilai Rp3,08 triliun atau naik 158,82% dari target tahun lalu senilai Rp1,19 triliun. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.