Bayu Andikara saat mengisi salah satu sesi dalam Seminar on Tax Dispute Resolution in the Belt and Road Initiative Tax Capacity Enhancement Group (BRITACEG) di Yangzhou, China.
JAKARTA, DDTCNews – Konsep safe harbour yang awalnya dipandang negatif karena tidak sesuai dengan arm’s length principle secara umum ternyata lambat laun kian populer. Popularitas ini tidak terlepas dari kebutuhan akan kemudahan dalam berusaha.
Perkembangan yang dinamis tersebut menjadi ide awal artikel Bayu Andikara menulis artikel berjudul ‘Meminimalisasi Sengketa Transfer Pricing Melalui Safe Harbour’. Artikel ini menjadi juara III lomba menulis berhadiah total Rp50 juta yang digelar untuk memperingati 12 tahun DDTC.
Dari fakta yang terjadi terkait penerimaan konsep safe harbour, dia melihat pajak adalah sesuatu yang dinamis. Hal yang sama juga berlaku dalam sistem perpajakan Indonesia. Dahulu, lanjut Bayu, Indonesia kemungkinan tidak berpikir kemungkinan penerapan safe harbour.
“Namun, dengan membuat perencanaan yang cermat seperti yang direkomendasikan OECD, saya kira safe harbour dapat dijadikan opsi untuk dimasukkan ke dalam fitur sistem perpajakan kita,” ujarnya, Senin (24/2/2020).
Secara umum, safe harbour memberikan perlakuan atau menetapkan batasan yang lebih sederhana bagi wajib pajak untuk menguji apakah penentuan harga transfernya sudah sesuai dengan arm’s length principle.
Menurut dia, artikel yang ditulisnya sangat relevan dengan topik lomba ‘Membangun Kepastian Sistem Pajak’. Berprofesi sebagai Analis Senior MAP/APA di Direktorat Perpajakan Internasional Ditjen Pajak (DJP), dia melihat banyaknya sengketa transfer pricing antara wajib pajak dan DJP berkutat di seputaran pembanding dan nilai wajar.
Hal itu, menurut Bayu, hanya merupakan ujung dari gunung es. Menurutnya, di bagian dasar, masih lebih banyak lagi kasus-kasus transfer pricing yang belum dijangkau oleh audit coverage DJP. Dengan penyusunan regulasi safe harbour yang tepat, dia sangat yakin akan menguntungkan baik bagi WP maupun DJP.
Sebagai informasi, dalam kegiatan sehari-hari, Bayu menangani pencegahan dan penanganan sengketa perpajakan internasional, terutama yang berkaitan dengan transfer pricing dan penafsiran tax treaty atau perjanjian penghindaran pajak berganda (P3B).
Saat ditanya terkait sistem perpajakan di Indonesia, dia berpendapat sistem yang ada telah sejalan dengan praktik perpajakan internasional. Dengan semakin berkembangnya globalisasi hal ini sangat penting bagi posisi Indonesia di ekonomi dunia.
Namun, mengingat banyaknya unit kerja DJP, dia menilai penerapan aturan tersebut sering menjadi kendala. Kendala tersebut baik dikarenakan perbedaan penafsiran ataupun perbedaan tingkat pemahaman, baik di dalam internal DJP maupun antara DJP dengan wajib pajak.
“Hal ini tentu saja perlu ditangani dengan baik agar tidak menimbulkan semakin banyaknya sengketa di kemudian hari,” katanya.
Terkait dengan edukasi pajak, dia berpendapat dibandingkan dengan 10 tahun yang lalu, edukasi pajak di Indonesia sudah jauh lebih berkembang. Tak jarang pula dia bisa menemui slogan ataupun kalimat-kalimat terkait pajak di buku pelajaran SD.
Hal tersebut menunjukkan bahwa inklusivitas pajak di dalam pendidikan formal semakin didukung oleh pihak-pihak terkait. Namun, jika dibandingkan dengan negara-negara yang lebih maju sistem perpajakannya, diskusi terkait perpajakan di tengah masyarakat maupun berita-berita terkait pajak masih sangat kurang mendapat sorotan.
Lomba-lomba menulis seperti yang diadakan oleh DDTC, menurutnya, sangat memfasilitasi para penulis-penulis pemula di bidang perpajakan seperti dirinya. Selain bagian dari edukasi pajak, kegiatan ini dapat digunakan untuk menyalurkan ide dan gagasan agar diketahui oleh orang banyak.
“Sayangnya tidak banyak event-event seperti ini. Oleh karena itu, saya sangat mengapresiasi konsistensi dari DDTC yang selama ini secara rutin mengadakan lomba menulis artikel setiap tahun,” ujar Bayu.
Selain sebagai pegawai DJP, Bayu juga merupakan salah satu founding members dari INFINITE (Indonesian Institute of International Tax Studies). INFINITE adalah sebuah wadah diskusi perkembangan transfer pricing dan perpajakan internasional di dunia serta pengaruhnya terhadap Indonesia.
Sebagai juara III, Bayu mendapatkan hadiah uang tunai senilai Rp4,5 juta, plakat, & voucer seminar DDTC Academy senilai Rp3 juta. Dia juga mendapatkan buku DDTC & suvenir DDTCNews senilai Rp500.000. Adapun pajak hadiah ditanggung penyelenggara. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.