Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews – Pemerintah mengidentifikasi beberapa risiko yang berpotensi terjadi saat implementasi coretax administration system pada 2025. Topik tersebut menjadi salah satu ulasan media nasional pada hari ini, Selasa (20/8/2024).
Dalam Dokumen Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025, salah satu risiko yang akan dimitigasi ialah kompleksitas sistem baru yang berpotensi membingungkan wajib pajak sehingga berakibat pada keterlambatan pelaporan dan potensi sengketa pajak.
"Keberhasilan CTAS tidak hanya bergantung pada kelancaran implementasi sistem, tetapi juga pada bagaimana pemerintah mengelola risiko dan membangun kepercayaan wajib pajak," sebut pemerintah dalam Dokumen Buku II Nota Keuangan RAPBN 2025.
Pemerintah menerapkan CTAS untuk lebih mendorong optimalisasi penerimaan pajak. Implementasi CTAS juga dalam rangka mewujudkan reformasi perpajakan yang lebih modern, efisien, efektif, dan akuntabel melalui penciptaan sistem perpajakan yang terintegrasi.
Namun, kehadiran sistem perpajakan yang baru ini juga berpotensi menjadi risiko dalam penerimaan perpajakan pada tahun depan. Misal, kesiapan infrastruktur teknologi informasi yang belum memadai dikhawatirkan memicu sistem eror, downtime, dan kebocoran data.
Edukasi dan sosialisasi yang belum sepenuhnya masif juga dikhawatirkan memicu kebingungan dan penolakan wajib pajak sehingga justru berakibat pada kepatuhan pajak yang rendah.
Selain risiko implementasi coretax system, ada pula ulasan mengenai ketentuan antipenghindaran AEOI. Ada juga ulasan mengenai pemerintah Indonesia yang menyetujui pembentukan UN Tax Convention dan target penerimaan pajak pada RAPBN 2025.
Pemerintah menyebutkan eberapa kunci untuk meminimalisasi risiko implementasi CTAS antara lain memberikan edukasi dan sosialisasi yang masif, infrastruktur memadai, keamanan data terjamin, proses yang mudah dipahami, dukungan dan asistensi bagi wajib pajak, serta monitoring dan evaluasi berkala.
"Sinergi antara pemerintah, wajib pajak, dan seluruh pihak terkait juga menjadi kunci mewujudkan sistem perpajakan yang modern, efisien, dan akuntabel, demi tercapainya tujuan bersama, yaitu meningkatkan penerimaan negara demi kemajuan bangsa," bunyi dokumen Nota Keuangan.
Saat ini, DJP sedang melakukan menguji coba 21 proses bisnis dalam coretax, yang 5 di antaranya ditujukan untuk wajib pajak. Kelima proses bisnis ini mencakup pendaftaran, pembayaran, taxpayer account management, penyampaian SPT, dan layanan perpajakan. (DDTCNews)
Kinerja korporasi yang masih dibayangi tren pelemahan harga komoditas dan daya beli masyarakat akan menjadi tantangan penerimaan pajak tahun depan, khususnya penerimaan pajak penghasilan badan yang berkontribusi sekitar 20% terhadap total penerimaan.
Dalam Nota Keuangan RAPBN 2025, penerimaan pajak ditargetkan senilai Rp2.189,3 triliun. Sekitar Rp1.209,3 triliun di antaranya disumbang oleh penerimaan pajak penghasilan (PPh).
Target penerimaan dari PPh tersebut naik 13,8% dari outlook penerimaan PPh pada 2024, lebih tinggi dibandingkan proyeksi pertumbuhan penerimaan sebesar 0,1% pada tahun ini. (Bisnis Indonesia)
DJP mengeklaim munculnya klausul anti penghindaran dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) 47/2024 bukan dilatarbelakangi oleh praktik penghindaran automatic exchange of information (AEOI) yang dilakukan perbankan.
Menurut Dirjen Pajak Suryo Utomo, PMK 47/2024 tersebut diterbitkan sepenuhnya bertujuan untuk menyesuaikan regulasi AEOI yang berlaku di dalam negeri dengan hasil peer review dan common reporting standard (CRS).
"Iya itu standar aja, betul [penyesuaian dengan hasil peer review]," katanya. (DDTCNews)
Komite ad hoc yang dibentuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) resmi menyetujui terms of reference (ToR) mengenai pembentukan Konvensi Pajak PBB atau United Nations (UN) Tax Convention.
Sebanyak 110 negara anggota PBB, termasuk Indonesia, menyetujui ToR tersebut. Sementara itu, 8 negara, yaitu Australia, Kanada, Israel, Jepang, Selandia Baru, Korsel, Inggris, dan AS menolak ToR. Adapun 44 negara, utamanya negara-negara anggota Uni Eropa, memilih abstain.
"Komite ad hoc telah menyelesaikan pekerjaannya sesuai dengan mandat yang diberikan," tulis komite ad hoc dalam Chair’s Proposal for Draft ToR for a UN Framework Convention on International Tax Cooperation. (DDTCNews)
Bahlil Lahadalia berjanji akan mengoptimalkan potensi sumber daya alam seusai dilantik oleh Presiden Joko Widodo sebagai Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang baru.
Bahlil menuturkan presiden telah berpesan kepada dirinya untuk melakukan optimalisasi sumber daya alam (SDA), termasuk meningkatkan produksi migas. Menurutnya, optimalisasi SDA bertujuan untuk meningkatkan pendapatan negara.
"Presiden memberikan arahan untuk melakukan beberapa langkah untuk percepatan, terutama dalam mengoptimalkan potensi dan produksi SDA kita guna meningkatkan pendapatan negara," katanya. (DDTCNews/Antaranews)
Presiden Joko Widodo resmi mendirikan Badan Gizi Nasional melalui Perpres 83/2024 seiring dengan dilantiknya Dadan Hindayana sebagai kepala lembaga baru tersebut. Badan Gizi Nasional dibentuk presiden untuk melaksanakan tugas pemenuhan gizi nasional.
Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat menyampaikan salah satu tugas Badan Gizi Nasional ialah mengelola anggaran Rp71 triliun untuk program makan bergizi gratis (BMG). Menurut pemerintah, terdapat 7 fungsi dari Badan Gizi Nasional.
"Dalam menjalankan tugasnya untuk melaksanakan pemenuhan gizi nasional, Badan Gizi Nasional menyelenggarakan tujuh fungsi," tulis Sekretariat Kabinet mengutip Perpres 83/2024 dalam keterangan resmi. (DDTCNews/Tempo)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.