Ilustrasi.
JAKARTA, DDTCNews - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan tarif efektif rata-rata PPh Pasal 21 bukanlah pengenaan pajak baru atas wajib pajak orang pribadi karyawan dan nonkaryawan.
Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Kepatuhan Pajak Yon Arsal mengatakan tarif efektif rata-rata PPh Pasal 21 adalah simplifikasi dari ketentuan pemotongan PPh Pasal 21 yang berlaku saat ini.
"Masih banyak yang beranggapan ini pajak baru lagi, tarif baru lagi. Padahal kan at the end of the day angkanya sama, caranya lebih sederhana," ujar Yon, dikutip Sabtu (16/12/2023).
Yon mengatakan saat ini PP yang mengatur tentang tarif efektif rata-rata PPh Pasal 21 sedang diproses di Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg). Bila PP sudah terbit, Kemenkeu akan segera merancang PMK yang memuat aturan lebih lanjut tentang tarif efektif rata-rata PPh Pasal 21.
Tabel tarif efektif rata-rata pemotongan PPh Pasal 21 untuk setiap lapisan penghasilan bruto nantinya akan termuat dalam PMK, bukan dalam PP.
"Tabel tarifnya di PMK, PP membuka pintu untuk PMK-nya. Kalau [tabel] ditaruh sana kan susah, kalau mau ada perubahan kan repot. Tabel tarif ini kan bisa saja fleksibel dan terus kita evaluasi. Kalau setelah diimplementasikan kira-kira gimana," ujar Yon.
Untuk diketahui, penghitungan PPh Pasal 21 akan disederhanakan guna memberikan kemudahan kepada wajib pajak. Saat ini, tata cara menghitung PPh Pasal 21 sangatlah kompleks. Bila dihitung, saat ini terdapat kurang lebih 400 skenario penghitungan PPh Pasal 21.
Hal ini menimbulkan kebingungan bagi wajib pajak pemotong dan memberatkan wajib pajak yang berusaha melaksanakan kewajiban pajaknya dengan benar.
Nantinya, wajib pajak pemberi kerja cukup menghitung PPh Pasal 21 yang harus dipotong dengan mengalikan penghasilan bruto pegawai dengan tarif efektif rata-rata yang sudah tersedia dalam tabel. Penghitungan PPh Pasal 21 menggunakan tarif umum Pasal 17 ayat (1) UU PPh hanya dilakukan pada masa pajak terakhir.
Tarif efektif rata-rata PPh Pasal 21 ditetapkan dengan mempertimbangkan setiap lapisan penghasilan bruto dan penghasilan tidak kena pajak (PTKP). Dengan demikian, harapannya tidak ada deviasi yang signifikan antara PPh Pasal 21 yang dihitung menggunakan tarif efektif dan PPh Pasal 21 yang berlaku selama ini. (sap)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.