TIPS BEA METERAI

Cara Lunasi Selisih Kurang Bea Meterai Terutang Cek dan Bilyet Giro

Redaksi DDTCNews | Jumat, 26 November 2021 | 15:00 WIB
Cara Lunasi Selisih Kurang Bea Meterai Terutang Cek dan Bilyet Giro

DALAM bertransaksi menggunakan cek dan bilyet giro, seringkali kita diminta untuk membayar bea meterai dengan tarif senilai Rp10.000. Bea meterai menjadi terutang pada saat cek atau bilyet giro selesai dibuat.

Namun, ada kalanya transaksi cek dan bilyet giro yang belum selesai dibuat ternyata sudah dibubuhi tanda bea meterai lunas dengan menggunakan teknologi percetakan. Selisih kurang bea meterai yang terutang dapat terjadi apabila dalam transaksi tersebut diketahui tarif bea meterai lebih kecil daripada bea meterai yang seharusnya terutang.

Nah, DDTCNews akan mengulas mengenai cara pelunasan selisih kurang bea meterai yang terutang atas dokumen berupa cek dan bilyet giro. Untuk diperhatikan, pihak yang seharusnya membayar bea meterai dapat dilihat pada Pasal 2 ayat (4) PER-01/PJ/2021.

Baca Juga:
Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Apabila terjadi selisih kurang bea meterai yang terutang, pihak yang terutang, bank penyedia, atau pembawa cek dan/atau bilyet giro harus melunasi selisih kurang bayar tersebut. Pelunasan dapat dilakukan melalui dua metode, yaitu mesin teraan meterai digital atau Surat Setoran Pajak (SSP).

Pelunasan selisih kurang bayar yang dilakukan melalui mesin teraan meterai digital dilakukan dengan cara membubuhkan teraan bea meterai lunas pada cek dan/atau bilyet giro. Teraan bea meterai tersebut harus memuat tiga unsur utama.

Pertama, tulisan nama pembubuh teraan bea meterai lunas. Kedua, tulisan nominal selisih kurang bea meterai. Ketiga, tulisan tanggal, bulan, dan tahun dilaksanakannya pembubuhan teraan bea meterai lunas.

Baca Juga:
Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Pembubuhan teraan bea meterai lunas dapat dilakukan oleh pihak yang terutang, bank penyedia atau pembawa cek dan/atau bilyet giro, atau pihak lain. Pihak-pihak tersebut harus sudah mempunyai izin pembubuhan tanda bea meterai lunas dengan menggunakan mesin teraan meterai digital.

Sementara itu, pelunasan selisih kurang bea meterai dengan menggunakan SSP dilakukan dengan cara membayarkannya kepada kas negara dengan formulir SSP atau kode billing. Kode akun pajaknya adalah 411611 dan kode jenis setoran adalah 100.

Perlu diingat, dalam mengisi formulir SSP atau kode billing harus mencantumkan keterangan nomor seri cek dan/atau bilyet giro. Dalam pelunasan selisih kurang bea meterai metode ini, pihak yang terutang atau bank penyedia atau pembawa cek dan/atau bilyet giro meminta cap bukti pelunasan selisih kurang bea meterai ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Baca Juga:
Langganan Platform Streaming Musik, Kena PPN atau Pajak Hiburan?

Permintaan cap bukti tersebut dilakukan dengan melampirkan dua dokumen. Pertama, cek dan/atau bilyet giro yang akan dibubuhi cap bukti pelunasan selisih kurang bayar bea meterai. Kedua, SSP yang telah mendapatkan Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN).

Kepala KPP melalui kepala seksi pelayanan akan melakukan validasi dan kesesuaian dokumen. Apabila sudah memenuhi ketentuan, Kepala KPP melalui kepala seksi pelayanan akan membubuhkan dua dokumen.

Dokumen pertama, yaitu cap bukti pelunasan selisih kurang bea meterai pada sisi muka cek dan/atau bilyet giro. Dalam dokumen pertama, paling sedikit memuat unsur tulisan “BEA METERAI LUNAS” dan nominal selisih kurang bayar meterai.

Dokumen kedua adalah tanda tangan, nama terang, dan cap KPP pada sisi belakang cek dan/atau bilyet giro. Demikian penjelasan mengenai cara pelunasan selisih kurang bea meterai yang terutang atas dokumen berupa cek dan bilyet giro. Semoga bermanfaat. (vallen/rig)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Senin, 21 Oktober 2024 | 14:32 WIB CORETAX SYSTEM

Urus Pemeriksaan Bukper: Coretax Bakal Hadirkan 4 Fitur Baru

Minggu, 20 Oktober 2024 | 10:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Hapus NPWP yang Meninggal Dunia, Hanya Bisa Disampaikan Tertulis

Minggu, 20 Oktober 2024 | 08:00 WIB CORETAX SYSTEM

Gencar Edukasi, DJP Harap Pegawai Pajak dan WP Terbiasa dengan Coretax

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja