BERITA PAJAK HARI INI

Bunga Tabungan-Deposito Kena Pajak, Kecuali Saldo di Bawah Rp 7,5 Juta

Redaksi DDTCNews | Senin, 01 April 2024 | 08:45 WIB
Bunga Tabungan-Deposito Kena Pajak, Kecuali Saldo di Bawah Rp 7,5 Juta

Ilustrasi. 

JAKARTA, DDTCNews - Penghasilan berupa bunga tabungan dan deposito juga dikenai pajak penghasilan (PPh). Topik tersebut menjadi salah satu bahasan media nasional pada hari ini, Senin (1/4/2024).

Ketentuan mengenai pemajakan atas bunga tabungan dan deposito diatur dalam UU PPh s.t.d.t.d. UU HPP, Peraturan Pemerintah (PP) 131/2000 s.t.d.d PP 123/2015, dan dipertegas dalam PMK 212/2018. Pemotongan PPh atas bunga dan deposito dilakukan oleh bank yang membayarkan bunga kepada nasabah.

“Terhadap penghasilan berupa bunga yang diterima atau diperoleh dari deposito dan tabungan serta diskonto SBI dipotong pajak penghasilan yang bersifat final,” bunyi Pasal 2 ayat (1) PMK 212/2018.

Baca Juga:
Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Kendati demikian, tidak semua deposito dan tabungan dikenakan pajak. Pemerintah telah mengatur kriteria deposito dan tabungan yang dikecualikan dari pengenaan pajak. Pengecualian itu di antaranya diberikan atas deposito dan tabungan yang jumlahnya tidak melebihi Rp7,5 juta.

Selain itu, pemerintah juga mengatur tarif khusus yang berlaku untuk bunga dari deposito yang dananya bersumber dari devisa hasil ekspor (DHE). Khusus untuk bunga deposito DHE dikenakan pajak dengan tarif yang lebih rendah, yaitu antara 0% sampai dengan 10%.

Tarif tersebut tergantung pada mata uang yang digunakan serta jangka waktu penempatan deposito DHE. Pengenaan tarif khusus tersebut berlaku untuk deposito DHE yang ditempatkan kembali pada saat jatuh tempo baik dalam mata uang rupiah maupun mata uang dolar Amerika Serikat.

Baca Juga:
Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Selain mengenai pajak atas bunga tabungan dan deposito, ada pula bahasan mengenai penghapusan piutang kepabeanan dan cukai, realisasi penundaan pembayaran cukai 90 hari, ketentuan penggunaan NPPN, hingga update tentang rencana pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN).

Berikut ulasan berita perpajakan selengkapnya.

5 Kelompok yang Tidak Kena PPh Atas Tabungan dan Deposito

Berdasarkan PMK 212/2018 ada 5 kelompok yang dikecualikan dari pengenaan PPh atas bunga tabungan dan deposito.

Pertama, orang pribadi subjek pajak dalam negeri yang seluruh penghasilannya termasuk bunga dan diskonto tidak melebihi penghasilan tidak kena pajak (PTKP) dalam 1 tahun pajak. Kedua, penghasilan bunga deposito, bunga tabungan, dan diskonto SBI atas jumlah yang tidak melebihi Rp7,5 juta.

Baca Juga:
Usai Setor PPh Final PHTB, WP Jangan Lupa Ajukan Penelitian Formal

Ketiga, bunga dan diskonto SBI berasal dari bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia. Keempat, bunga deposito, bunga tabungan, dan diskonto SBI berasal dari dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh menteri keuangan atau telah mendapatkan izin dari OJK.

Kelima, bunga tabungan berasal dari bank yang ditunjuk pemerintah dalam rangka kepemilikan rumah sederhana dan rumah sangat sederhana (RSS), kaveling siap bangun untuk rumah sederahana dan RSS, atau rumah susun sederhana. (DDTCNews)

Aturan Baru Penghapusan Piutang Kepabeanan dan Cukai

Pemerintah telah resmi memberlakukan PMK 147/2023 mengenai penghapusan piutang di bidang kepabeanan dan cukai sejak 28 Maret 2024.

Baca Juga:
Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

PMK 147/2023 yang mencabut PMK 71/2012 menyatakan bahwa terhadap piutang kepabeanan dan cukai dapat dilakukan penghapusan. Penghapusan ini terdiri atas penghapusbukuan dan penghapustagihan.

Penghapusan dilakukan terhadap piutang yang tercantum dalam surat penetapan; surat tagihan; keputusan dirjen bea dan cukai mengenai keberatan; dan/atau putusan badan peradilan pajak, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau cukai. (DDTCNews)

85 Perusahaan Tunda Bayar Cukai 90 Hari

Ditjen Bea dan Cukai (DJBC) mencatat sudah ada 85 perusahaan telah memanfaatkan relaksasi pelunasan cukai selama 90 hari, dari normalnya 2 bulan, terhitung sejak tanggal dokumen pemesanan pita cukai dalam tahun berjalan ini.

Baca Juga:
Kejar Kepatuhan Pajak Pelaku UMKM, DJP Perluas ‘Pendampingan’ BDS

Dirjen Bea dan Cukai Askolani mengatakan total pagu penundaan pelunasan pita cukai 90 hari yang diberikan mencapai Rp13,7 triliun. Menurutnya, pengusaha barang kena cukai tetap wajib melakukan pelunasan meski ada pelonggaran waktu.

"Ini membantu cashflow mereka sampai dengan bulan Oktober, tetapi tidak mengganggu dari target penerimaan setoran dalam 1 tahun berjalan," katanya. (DDTCNews)

Beban Gaji Tak Bisa Jadi Pengurang Jika Pakai NPPN

Wajib pajak orang pribadi yang menjalankan kegiatan usaha kembali diingatkan bahwa beban gaji tidak bisa dimasukkan sebagai pengurang penghasilan bruto jika memilih menggunakan norma penghitungan penghasilan neto (NPPN).

Baca Juga:
Sudah Ada Banyak Insentif Pajak, DJP Ingin Daya Saing UMKM Meningkat

Contact center DJP menegaskan bagi wajib pajak yang menggunakan NPPN (pencatatan), beban gaji tidak dapat menjadi pengurang penghasilan bruto.

“Jika memilih pembukuan, biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto disesuaikan dengan Pasal 6 UU PPh s.t.d.t.d UU HPP, salah satunya ialah biaya yang secara langsung atau tidak langsung berkaitan dengan kegiatan usaha, misalnya gaji,” jelas Kring Pajak. (DDTCNews)

Kelanjutan Pembentukan BPN

Ketua MPR Bambang Soesatyo sekaligus Ketua Umum Golkar menyampaikan urgensi pembentukan Badan Penerimaan Negara (BPN). Ide ini merupakan salah satu program yang diusung pasangan presiden dan wapres terpilih, Prabowo-Gibran.

Baca Juga:
Presiden Korsel Jaring Dukungan Penghapusan PPh Investasi Keuangan

Nantinya, DJP yang selama ini berada di bawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) akan lepas dan berdiri sendiri. Sebagai penggantinya akan dibentuk BPN yang bertanggungjawab langsung kepada presiden.

Menurutnya, ada beberapa pertimbangan dalam membentuk BPN. Antara lain, pembiayaan pembangunan ekonomi sebagian besar dibiayai oleh anggaran pemerintah. Karenanya, anggaran tersebut perlu diefektifkan dari sisi penerimaan yang bersumber dari pajak dan bukan pajak (PNBP). (Tempo)

(sap)


Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Selasa, 22 Oktober 2024 | 09:00 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Pemerintah Pusat Bakal Asistensi Pemda Terbitkan Obligasi Daerah

Senin, 21 Oktober 2024 | 09:15 WIB BERITA PAJAK HARI INI

Wajah-Wajah Lama Masih Isi Tim Ekonomi Prabowo-Gibran

Minggu, 20 Oktober 2024 | 07:30 WIB PER-8/PJ/2022

Usai Setor PPh Final PHTB, WP Jangan Lupa Ajukan Penelitian Formal

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 16:00 WIB KEPATUHAN PAJAK

Punya Usaha Kecil-kecilan, Perlu Bayar Pajak Enggak Sih?

BERITA PILIHAN
Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:30 WIB KPP PRATAMA JAMBI TELANAIPURA

WP Gagal Daftar LPSE karena KSWP Tidak Valid, Gara-Gara Tak Lapor SPT

Selasa, 22 Oktober 2024 | 17:06 WIB LEMBAGA LEGISLATIF

DPR Tetapkan Daftar Mitra Kerja untuk Komisi XII dan Komisi XIII

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:41 WIB IHPS I/2024

BPK Selamatkan Keuangan Negara Rp13,66 Triliun pada Semester I/2024

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:30 WIB KANWIL DJP JAWA TIMUR II

Pakai Faktur Pajak Fiktif, Dirut Perusahaan Akhirnya Ditahan Kejari

Selasa, 22 Oktober 2024 | 16:00 WIB TIPS PAJAK DAERAH

Cara Daftarkan Objek Pajak Alat Berat di DKI Jakarta secara Online

Selasa, 22 Oktober 2024 | 15:30 WIB AUSTRALIA

Bikin Orang Enggan Beli Rumah, Australia Bakal Hapus BPHTB

Selasa, 22 Oktober 2024 | 14:00 WIB KP2KP SIDRAP

Ubah Kata Sandi Akun Coretax, Fiskus: Tak Perlu Cantumkan EFIN

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:45 WIB KABINET MERAH PUTIH

Tak Lagi Dikoordinasikan oleh Menko Ekonomi, Kemenkeu Beri Penjelasan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 13:30 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Kenaikan Tarif PPN Perlu Diikuti dengan Transparansi Belanja