KINERJA FISKAL

Bukan Lagi Covid-19, Ada Hal Lain yang Jadi Tantangan Baru APBN 2023

Dian Kurniati | Senin, 18 April 2022 | 09:00 WIB
Bukan Lagi Covid-19, Ada Hal Lain yang Jadi Tantangan Baru APBN 2023

Menteri Keuangan Sri Mulyani dalam konferensi pers. (tangkapan layar)

JAKARTA, DDTCNews - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyatakan perang antara Rusia dan Ukraina menjadi salah satu faktor risiko yang dipertimbangkan pemerintah dalam merancang APBN 2023.

Sri Mulyani mengatakan pemerintah memperkirakan kasus Covid-19 akan menurun dan terjadi transisi dari pandemi ke endemi pada tahun depan. Namun, perang di Ukraina akan menjadi risiko baru yang tidak kalah menantang.

"Tahun depan akan muncul suatu risiko baru dari sisi munculnya perang di Ukraina dan ketegangan geopolitik yang menyebabkan kenaikan harga komoditas dan mendorong inflasi tinggi di seluruh dunia, terutama di negara maju," katanya melalui konferensi video pekan lalu, dikutup Senin (18/4/2022).

Baca Juga:
Ada Kenaikan Tarif PPN, DJP Tetap Optimalkan Penerimaan Tahun Depan

Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan mempertimbangkan setiap risiko dalam menyusun APBN 2023, termasuk perang Rusia-Ukraina. Menurutnya, pemerintah akan menjalankan komitmen menyehatkan kembali APBN pada 2023 tapi pada saat yang sama tetap mendukung pemulihan ekonomi dan program pembangunan nasional.

Dia menilai kenaikan harga komoditas dan inflasi yang tinggi menyebabkan pengetatan kebijakan moneter, baik dari sisi likuiditas maupun suku bunga. Hal itu kemudian akan menimbulkan potensi volatilitas arus modal dan nilai tukar, serta tekanan pada sektor keuangan.

Menurut Sri Mulyani, berbagai persoalan tersebut akan mengakibatkan pemulihan ekonomi yang melemah secara global. Berdasarkan proyeksi OECD, pertumbuhan ekonomi dunia dunia akan melemah 1% dari tadinya 4,5% menjadi hanya 3,5%.

Baca Juga:
Jelang Peluncuran, Sri Mulyani Cek Staf yang Lembur Selesaikan Coretax

Kemudian, World Bank juga merevisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekonomi global dari 4,4% menjadi 3,5%. Sementara itu, World Trade Organization meramalkan pertumbuhan ekonomi dunia akan melemah dari 4,4% menjadi 3,1%-3,7%.

Di sisi lain, laju inflasi diperkirakan justru akan mengalami kenaikan. Menurut World Bank, inflasi di negara maju akan naik dari 3,9% menjadi 5,7%, sedangkan di negara berkembang mengalami tekanan dari 5,9% menjadi 8,6%.

"Kondisi ini tentu akan menimbulkan dampak yang sangat rumit," ujarnya.

Baca Juga:
PPN 12% Hasilkan Tambahan Rp75 Triliun, DJP: Untuk Dukung Pembangunan

Dengan kenaikan laju inflasi dan pengetatan moneter tersebut, Sri Mulyani menjelaskan pemerintah akan semakin berhati-hati dalam mengelola utang. Pasalnya, kondisi itu akan menimbulkan tekanan dari sisi bunga utang dan cicilan yang harus dibayar pemerintah.

"Ini yang harus kami pertimbangkan sebagai bagian untuk mendesain APBN 2023 kembali menuju defisit di bawah 3%, yaitu agar jumlah kebutuhan untuk menerbitkan surat utang bisa diturunkan secara bertahap namun tetap berhati-hati," imbuhnya.

Pada APBN 2023, pemerintah mendesain pendapatan negara akan berada pada rentang 11,28%-11,76% PDB atau senilai Rp2.255,5 triliun hingga Rp2.382,6 triliun. Sementara itu, belanja negara didesain pada kisaran 14,09%-14,71% PDB atau Rp2.818,1 triliun hingga Rp2.979,3 triliun.

Dengan rencana pendapatan dan belanja negara tersebut, defisit APBN akan dirancang pada kisaran Rp562,6 triliun hingga Rp596,7 triliun atau 2,81%-2,95% PDB. (sap)

Editor :

Cek berita dan artikel yang lain di Google News.

KOMENTAR
0
/1000

Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.

ARTIKEL TERKAIT
Senin, 23 Desember 2024 | 17:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

Ada Kenaikan Tarif PPN, DJP Tetap Optimalkan Penerimaan Tahun Depan

Senin, 23 Desember 2024 | 10:00 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Peluncuran, Sri Mulyani Cek Staf yang Lembur Selesaikan Coretax

Minggu, 22 Desember 2024 | 14:00 WIB KEBIJAKAN PAJAK

PPN 12% Hasilkan Tambahan Rp75 Triliun, DJP: Untuk Dukung Pembangunan

Sabtu, 21 Desember 2024 | 13:00 WIB KEBIJAKAN INVESTASI

Tumbuhkan Ekonomi 8 Persen, RI Butuh Investasi Rp13.000 Triliun

BERITA PILIHAN
Kamis, 26 Desember 2024 | 14:30 WIB KPP PRATAMA BENGKULU SATU

Mobil Rp200 Juta Disita KPP, Bakal Dilelang Kalau Utang Tak Dilunasi

Kamis, 26 Desember 2024 | 14:00 WIB KILAS BALIK 2024

Februari 2024: Wajib Pajak Bereaksi karena Potongan PPh 21 Lebih Besar

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:30 WIB CORETAX SYSTEM

Jelang Coretax Diterapkan, PKP Bakal Perlu Bikin Sertel Baru

Kamis, 26 Desember 2024 | 13:00 WIB PROVINSI JAWA TIMUR

Opsen Berlaku 2025, Pemprov Turunkan Dasar Pengenaan Pajak Kendaraan

Kamis, 26 Desember 2024 | 12:30 WIB ADMINISTRASI PAJAK

PKP Risiko Rendah Diterbitkan SKPKB, Kena Sanksi Kenaikan atau Bunga?

Kamis, 26 Desember 2024 | 11:00 WIB INFOGRAFIS PAJAK DAERAH

9 Jenis Pajak Daerah Terbaru yang Ditetapkan Pemkot Sibolga

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:30 WIB KILAS BALIK 2024

Januari 2024: Ketentuan Tarif Efektif PPh Pasal 21 Mulai Berlaku

Kamis, 26 Desember 2024 | 10:00 WIB KEBIJAKAN PEMERINTAH

Kredit Investasi Padat Karya Diluncurkan, Plafonnya Capai Rp10 Miliar

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:30 WIB PENGAWASAN BEA CUKAI

Libur Natal dan Tahun Baru, Bea Cukai Perketat Pengawasan di Perairan

Kamis, 26 Desember 2024 | 09:00 WIB CORETAX SYSTEM

Fitur Coretax yang Tersedia selama Praimplementasi Terbatas, Apa Saja?