CEO Facebook Mark Zuckerberg. (foto: techcrunch.com)
MUNICH, DDTCNews – CEO Facebook Mark Zuckerberg menegaskan bersedia membayar pajak lebih banyak atas pendapatan yang diperoleh perusahaannya dari negara-negara Eropa.
Zuckerberg juga menyatakan akan mendukung rencana-rencana Organisation for Economic Cooperation and Development (OECD) dalam menyelesaikan isu pajak dalam ekonomi digital. Terlebih, konsensus global ditargetkan dapat dicapai pada tahun ini.
"Kami menerima itu dan mungkin berarti kami harus membayar lebih banyak pajak di tempat yang berbeda, di bawah kerangka kerja yang baru," katanya, Jumat (14/2/2020).
Zuckerberg dijadwalkan menyampaikan sikapnya atas pajak digital tersebut dalam konferensi pers di Munich, Jerman, besok. Dia mengaku memahami kegelisahan masyarakat terkait bagaimana perusahaan raksasa teknologi, seperti Facebook, dikenakan pajak di Eropa.
Menurutnya, ketentuan soal pajak digital masih rumit karena belum ada kesepakatan dari semua negara. Zuckerberg juga menginginkan ada reformasi pajak, seperti yang saat ini tengah diupayakan OECD. Dia berharap proses di OECD mampu membuahkan sistem pajak digital yang lebih stabil untuk perusahaan raksasa teknologi dunia di masa datang.
Sebelumnya, Facebook dan perusahaan digital raksasa lainnya dituduh tidak membayar pajak secara adil di negara tempat mereka beroperasi. Di tengah isu itu, Zuckerberg juga dijadwalkan bertemu anggota parlemen Eropa di Brussels, Belgia, Senin pekan depan.
Beberapa negara Eropa, seperti Inggris dan Prancis, ingin segera menerapkan pajak digitalnya karena menilai kesepakatan melalui OECD terlalu lambat. Di Inggris, Facebook hanya membayar £28,5 juta untuk pajak penghasilan (PPh) badan pada 2018, meskipun menghasilkan rekor pendapatan £1,65 miliar dalam penjualan di negara tersebut.
Dilansir BBC, anggota parlemen Inggris Margaret Hodge menjadi yang paling keras mengkritik Facebook. Dia menilai tagihan pajak itu ‘keterlaluan’ rendahnya. Namun, Facebook mengklaim telah membayar pajak senilai apa yang harus dibayarkan.
Inggris ingin mengenakan pajak digital 2%, sedangkan Prancis sebesar 3%. Prancis bersedia menunda pemberlakuan pajak digital hingga tahun depan, setelah AS mengancam mengenakan bea masuk atas barang impor anggur dan keju. Adapun Inggris belum menentukan sikap, meskipun AS mengancam menaikkan pajak impor mobil asal negara tersebut. (kaw)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.