Gedung Kementerian Keuangan. (foto: Kemenkeu)
JAKARTA, DDTCNews – Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan meyakini perbaikan adminisrrasi dan kebijakan dalam UU Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) akan makin mendekatkan kinerja perpajakan ke level potensial.
Kepala BKF Febrio Kacaribu mengatakan UU HPP menutup celah-celah aturan serta mengadaptasi perkembangan bisnis digital. UU HPP juga akan memperkuat aspek keadilan terkait dengan beban pajak yang harus ditanggung wajib pajak serta mendukung penguatan sektor UMKM.
”Sehingga perpajakan nasional makin siap menghadapi berbagai tantangan ekonomi ke depan. Ini tongkat estafet yang penting dari berbagai reformasi yang telah dilakukan sebelumnya,” katanya dalam keterangan resmi, Senin (11/10/2021).
Febrio menilai UU HPP mencerminkan besarnya komitmen pemerintah untuk mereformasi kebijakan fiskal secara menyeluruh. Keberhasilan reformasi fiskal sangat krusial untuk memfasilitasi reformasi struktural pada bidang lain seperti kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
UU HPP juga akan menguatkan efektivitas fungsi APBN dalam menopang pendapatan negara secara kuat, terutama dari pajak. Selama ini, perpajakan memang menjadi penopang pendapatan pada hampir semua negara maju.
“Keberhasilan reformasi perpajakan menjadi faktor dibalik tingginya tax ratio negara-negara maju,” tuturnya.
Febrio memperkirakan UU HPP akan membuat penerimaan perpajakan tumbuh tinggi dengan rasio perpajakan di kisaran 9% PDB pada 2022. Dalam jangka menengah, rasio perpajakan bisa mencapai lebih dari 10% PDB paling lambat pada 2025.
Dia menambahkan reformasi dalam UU HPP berbasis pada aspek keadilan dan keberpihakan antara lain seperti dukungan penguatan UMKM dengan memberikan batasan peredaran bruto usaha tidak kena pajak senilai Rp500 juta dan tetap mempertahankan diskon PPh 50%.
Pemerintah juga melebarkan rentang penghasilan kena pajak hingga Rp60 juta untuk lapisan tarif PPh OP terendah 5%. UU HPP juga menambah satu lapisan tarif PPh OP tertinggi 35% untuk penghasilan kena pajak di atas Rp5 miliar per tahun.
Selanjutnya, terdapat perluasan basis pajak dengan menerapkan pajak atas natura. Selain itu, tarif PPh badan mulai tahun pajak 2022 dipertahankan sebesar 22%.
Sementara itu, keadilan dan keberpihakan dari sisi PPN tercermin pada fasilitas pembebasan PPN atas barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, pendidikan, pelayanan sosial, dan lainnya.
UU HPP juga mengatur ulang pengecualian (exemption) dan fasilitas PPN. Namun, kebijakan ini dilakukan dengan tetap menjaga kepentingan masyarakat dan dunia usaha. Pengaturan ulang tersebut akan memperluas basis pajak dan meningkatkan kepastian hukum.
Di samping itu, UU HPP juga memberikan kemudahan dan dukungan pada pengusaha kecil dalam melakukan kewajiban PPN. Langkah ini dilakukan dengan memperkenalkan tarif final untuk pengusaha kena pajak (PKP) dengan peredaran usaha tertentu, jenis barang/jasa tertentu, dan/atau sektor tertentu.
Contoh, PKP dengan peredaran usaha tidak melebihi jumlah tertentu yang akan diatur lebih lanjut di peraturan menteri keuangan (WP UMKM) melakukan pemungutan dan penyetoran PPN yang lebih rendah dari tarif PPN secara normal.
UU HPP juga akan mendorong peningkatan kepatuhan. Hal ini dilakukan melalui penggunaan nomor induk kependudukan (NIK) sebagai NPWP OP, penyesuaian persyaratan bagi kuasa wajib pajak, penunjukan pihak lain sebagai pemotong/pemungut pajak, kerja sama penagihan pajak antarnegara dan pengaturan pelaksanaan Mutual Agreement Procedures (MAP). (rig)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.