Pertanyaan:
SAAT ini saya bekerja sebagai manajer divisi pajak di perusahaan industri kertas tissue. Perusahaan kami termasuk salah satu perusahaan yang berhak memanfaatkan insentif pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah (DTP). Pada Mei ini, selain memberikan gaji dan tunjangan rutin, perusahaan kami juga memberikan tunjangan hari raya (THR) Idulfitri.
Yang kami tanyakan, jika kami mendapat insentif PPh Pasal 21 DTP, bagaimana pemotongan pajak atas pemberian THR tersebut? Apakah termasuk penghasilan yang dapat diberikan insentif PPh Pasal 21 DTP? Mohon penjelasannya. Terima kasih.
Rahmanda, Jakarta.
Jawaban:
TERIMA kasih Bapak Rahmanda atas pertanyaannya. Sebagaimana diketahui, pemerintah saat ini memberikan berbagai insentif pajak, salah satunya insentif PPh Pasal 21 DTP untuk memitigasi dampak pandemi Covid-19.
Ketentuan pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP ini kemudian diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan No. 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 (PMK 44/2020) yang menggantikan PMK No. 23/PMK.03/2020.
Untuk menjawab pertanyaan Bapak, perlu dipahami terlebih dahulu beberapa ketentuan mengenai pemberian insentif PPh Pasal 21 DTP. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan (2) PMK 44/2020, penghasilan yang diterima pegawai wajib dipotong PPh Pasal 21 oleh pemberi kerja. Namun, untuk penghasilan yang diterima pegawai dengan kriteria tertentu, atas pemotongan PPh Pasal 21 tersebut akan ditanggung pemerintah.
Kriteria tertentu tersebut diatur dalam Pasal 2 ayat (3) PMK 44/2020. Terdapat tiga kriteria, pertama pegawai tersebut menerima atau memperoleh penghasilan dari pemberi kerja. Pemberi kerja ini harus memiliki kode klasifikasi lapangan usaha (KLU) sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A PMK 44/2020, telah ditetapkan sebagai perusahaan KITE, atau telah mendapatkan izin penyelenggara kawasan berikat, izin pengusaha kawasan berikat, atau izin pengusaha di kawasan berikat merangkap penyelenggara di kawasan berikat (PDKB).
Kedua, pegawai tersebut memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Ketiga, pada masa pajak yang bersangkutan menerima atau memperoleh penghasilan bruto yang bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp200 juta. Ketiga syarat di atas bersifat kumulatif.
Adapun terkait definisi penghasilan yang bersifat tetap dan teratur, kita dapat merujuk pada Peraturan Dirjen Pajak No. PER-16/PJ/2016 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran Dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 21 dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa, dan Kegiatan Orang Pribadi (PER-16/2016).
Sesuai Pasal 1 Angka 15 dan 16 PER-16/2016, penghasilan pegawai tetap yang bersifat teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap berupa gaji atau upah, segala macam tunjangan, dan imbalan dengan nama apapun yang diberikan secara periodik berdasarkan ketentuan yang ditetapkan oleh pemberi kerja, termasuk uang lembur.
Sementara itu, penghasilan pegawai tetap yang bersifat tidak teratur adalah penghasilan bagi pegawai tetap selain penghasilan yang bersifat teratur, yang diterima sekali dalam satu tahun atau periode lainnya, antara lain berupa bonus, THR, jasa produksi, tantiem, gratifikasi, atau imbalan sejenis lainnya dengan nama apapun.
Berdasarkan ketentuan di atas, pemberian THR tidak termasuk penghasilan yang bersifat teratur atau rutin. Dengan demikian, perusahaan Bapak mendapat insentif PPh Pasal 21 DTP atas penghasilan berupa gaji dan tunjangan rutin yang diterima atau diperoleh pegawai dengan kriteria tertentu. Namun, atas pemberian THR tersebut tidak termasuk cakupan penghasilan yang mendapat insentif PPh Pasal 21 DTP karena sifatnya yang tidak teratur (sekali dalam satu tahun).
Untuk memahami lebih lanjut, berikut contoh pemotongan PPh Pasal 21 atas THR:
Bapak Alif (K/1) pegawai tetap di PT A (industri kertas tissue/KLU 17091), pada Mei 2020 menerima gaji dan tunjangan sebesar Rp15.000.000 dan membayar iuran pensiun sebesar Rp300.000, serta menerima THR sebesar Rp10.000.000.
Penghasilan bruto Bapak Alif yang bersifat rutin dan teratur berupa gaji dan tunjangan sebesar Rp15.000.000 sebulan yang disetahunkan menjadi Rp180.000.000 (Rp15.000.000 x 12). Karena masih di bawah Rp200 juta maka penghasilan Bapak Alif yang dapat memperoleh insentif PPh Pasal 21 DTP hanya atas penghasilan gaji dan tunjangan bulanan. Berikut penghitungannya.
Berdasarkan Pasal 2 ayat (5) PMK 44/2020, PPh Pasal 21 DTP harus dibayarkan secara tunai oleh pemberi kerja pada saat pembayaran penghasilan kepada pegawai, termasuk dalam hal pemberi kerja memberikan tunjangan PPh Pasal 21 atau menanggung PPh Pasal 21 kepada pegawai. Dengan demikian, atas PPh Pasal 21 DTP sebesar Rp925.833 diserahkan oleh pemberi kerja kepada Bapak Alif.
Adapun untuk penghitungan PPh Pasal 21 atas THR Bapak Alif pada Mei 2020 adalah sebagai berikut.
Sebagaimana telah dijelaskan, pemberian THR tidak mendapat insentif PPh Pasal 21 DTP, sehingga pemberi kerja tetap memotong dan menyetorkan PPh Pasal 21 atas THR Bapak Alif sebesar Rp1.500.000. Secara keseluruhan, Bapak Alif akan menerima penghasilan sebesar Rp23.200.000 untuk bulan Mei 2020, dengan rekapitulasi penghitungan sebagai berikut.
Demikian jawaban kami. Semoga membantu.
(Disclaimer)
Cek berita dan artikel yang lain di Google News.
Pastikan anda login dalam platform dan berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE.
maaf ibu mau tanya kalau PPh 21 DTP itu masuk di akun apa ya?
mau tanya kak. terus bagaimana cara mengisinya di ESPT pph 21 nya kak?.
Penghasilan bruto yang diisikan dalam laporan realisasi insentif PPh 21 DTP , dari total penghasilan (termasuk THR) atau hanya jumlah penghasilan tetap dan teratur yang mendapatkan insentif ?